Mohon tunggu...
Tarjum Sahmad
Tarjum Sahmad Mohon Tunggu... Administrasi - Sambil bekerja, menekuni dunia marketing dan jalani hoby menulis.

Suka sekali menulis di blog dan media online. Blog pribadi: Curhatkita.com Blog Kesehatan: Sentradetox.com. Akun Facebook: Tarjum Sahmad. WA: 0896-3661-3462 - Call/SMS: 0823-2066-8173. Menulis buku psikologi, bisnis & novel.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pengorbanan Cinta #14

2 November 2013   14:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:41 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tresya

Nggak kerasa waktu liburanku dan mas Doni tinggakl 2 hari lagi. Hari ini kami janjian, akan pergi berbelanja kebutuhan mas Doni selama di akademi nanti. Dari mulai sabun mandi, pasta gigi, parfum, ballpoint, notes, minyak rambut, handbody, dan segala macam kebutuhan pribadinya nanti. Lagi-lagi kami berbelanja di supermarket seperti ketika sore itu kami berbelanja sayur. Selesai membeli perlengkapannya, mas Doni memintaku untuk berbelanja perlengkapanku juga, dari deodorant, parfum, pelembab, sabun, dan lain-lain hinggak pembalutpun dia nggak malu buat mengambilnya. Sungguh, kami sudah seperti pasangan suami istri.

Dalam mall yang cukup besar ini, sayang rasanya kalo kita cuma pergi belanja perlengkapan pribadi. Mas Doni mengajakku jalan-jalan melihat-lihat baju, sepatu, tas dan lain sebagainya. Aku juga membelikannya jam tangan, agar kelak, di manapun dia berada, ketika dia melihat waktu, dia juga selalu mengingatku. Kemudian dia membelikan aku sepasang anting. Dia ingin, dia selalu menempel dalam tubuhku, dekat dengan kepalaku dan selalu dalam pikiranku.

Setelah berbelanja, kami mampir ke salah satu tempat makan untuk makan siang. Setelah puas bermain seharian, kami pulang. Mas Doni minta untuk tinggakl sejenak di rumahku, dia ingin menghabiskan dua hari ini untuk berdua denganku. Dengan senang hati aku menyambut keinginannya.

Sambil membuka-buka belanjaan kami tadi, kami bercanda-tawa di ruang keluarga. Aku membereskan semua kebutuhannya, dia juga memasangkan anting di telingaku. Kami kelelahan… dan kami sama-sama tersandar di bawah sofa, hinggak akhirnya kami tertidur dengan pulasnya.

Entah dari mana datangnya selimut ini, ketika aku terbangun, aku melihat mas Doni masih tertidur dengan pulas. Tapi ada selimut yang menyelimuti tubuh kami. Aku tau, pasti mama yang menyelimuti kami.

Melihat kekasihku masih tertidur pulas, aku nggak tega menyentuhnya, takut jika dia terbangun. Aku masih sangat merindukannya, meski dia dalam pelukanku. Tiba-tiba aku terbayang, lusa dia sudah kembali ke kademi, meninggaklkanku lagi. Tanpa sadar air mata ini menetes begitu saja, aku masih belum rela, berpisah dengannya.

Tanpa ragu aku memeluknya, memeluknya dengan sangat erat. Dia kemudian terbagun dan membalas pelukanku, seakan dia tau apa yang ada dalam pikiranku. Sambil membelai rambutku, dia berbisik, “Tunggu mas sayang, mas pasti kembali lagi.”

Aku mengangguk bersama tetesan air mataku….

Kami tertidur lagi, dan ketika kami bangun, mama sudah menyiapkan makan malam untuk kami. Kami sama-sama malu, karena membiarkan mama masak sendiri. Lalu papa datang dan kami pun makan bersama-sama. Setelah makan, mas Doni pamit pulang.

Malam terlewati, pagi pun datang. Sore ini, aku harus ikhlas melepas kepergian kekasih hatiku lagi. Dia memintaku untuk datang ke rumahnya. Pagi hari aku langsung ke rumahnya, membantu menyiapkan semua perlengkapannya. Sore hari, sekitar pukul 15.00, aku, mas Doni, papa, mama dan kakaknya berkumpul di ruang keluarga. Mas Doni sudah lengkap dengan seragam akademinya.

Tiba-tiba dengan nada dan sikap yang sangat serius, mas Doni meminta ijin kepada papa dan mamanya untuk mengatakan sesuatu. Suasana menjadi serius, dan mas Doni mulai mengungkapkan apa yang ingin dia katakan.

Mas Doni berkata, “Pah, mah, Doni pengen bilang sesuatu. Sebelumnya Doni mau berterima kasih sama mama yang telah mengenalkan Doni pada Tresya. Dari dulu, Doni yakin akan pilihan mama, dan sekarang Doni semakin yakin bahwa pilihan mama juga adalah pilihan Doni. Disini, sebagai anak, Doni ingin menyampaikan, bahwa Doni ingin hubungan Doni dan Tresya berada dalam jenjang yang lebih serius. Doni sudah melamar Tresya secara pribadi, dan Tresya menerima lamaran Doni. Kami ingin bertunangan. Doni ingin mengikat hubungan dengan Tresya, biar kelak, ketika Doni ditugaskan di manapun, Doni sudah lega meninggaklkan Tresya di sini. Doni mohon ijin restu dari mama dan papa!”

Papa mas Doni dengan raut wajah yang serius mendengarkan permohonan anaknya, bilang, “Kamu sudah besar, sudah waktunya kamu bicara seperti ini. Papa juga senang dengan Tresya, papa merestui kalian.”

Aku dan mas Doni tersenyum lega mendengar jawaban dari papanya. Tapi…, kenapa mamanya berbeda ya? Meskipun mamanya tersenyum dan merestui hubungan kami, tapi seakan-akan aku merasakan ada yang menggakknjal dengan mamanya mas Doni. Tapi melihat kebahagiaan mas Doni, kemali aku menyimpan rapat-rapat keganjalan di hatiku ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, bus akademi pun sudah tiba di depan rumah. Aku harus mengembalikan kekasih hatiku untuk menempuh pendidikan demi membela bangsa dan Negara. Setelah dia berpamitan dengan kedua orang tua dan kakaknya, dia datang ke arahku, dia memelukku dan mencium keningku.

“Mas pergi ya sayang, tapi mas akan kembali…. tunggu mas dan jaga cinta kita!”

Aku tersenyum sambil memeluknya lagi, aku mencium tangannya, dan dia kembali mencium keningku. Dia pun berjalan ke arah bus, naik dan melambaikan tangannya pada kami.

Setelah dia pergi, tiba-tiba mama mas Doni bilang padaku, “Tresya mau langsung pulang?

Apa mau disini dulu?”

Aku jawab, “Mungkin langsung pulang aja ya tante, kan udah sore juga.”

Tiba-tiba dia menyindirku “Hmmm,udah ga ada mas Doni aja langsung pulang…”

Meskipun dia bilang seperti itu dengan nada bercanda, tapi itu sangat mengena di hatiku. Aku berpikir, apa salahku sama dia, hinggak dia menjadi seperti itu padaku? Aku bilang “Nggak gitu juga tante, besok kan Icha juga kembali masuk ke sekolah, Icha juga harus menyiapkan perlengkapan sekolah Icha.”

Dia tersenyum dan bilang “Iyaa, nggak papa kok.”

Dalam perjalanan aku terus memikirkan kata-katanya. Kok bisa ya dia ngomong gitu? Padahal selama ini dia nggak pernah kayak gitu sama aku, apa salahku? Toh selama ini ketika mas Doni masih di asrama aku sering juga main ke rumahnya. Sekedar menemaninya memasak, membawakannya makanan, bahkan dulu ketika papanya sakit, tiap hari juga aku mengurusnya. Aku nggak pengen sih mengingat semua yang sudah pernah aku lakukan, tapi dengan sikapnya yang seperti itu, aku merasa cemas dan terus menginstropeksi diriku. Sampai di rumah, aku langsung masuk kamar dan menyiapkan perlengkapan sekolahku.

Pagi hari tiba, saatnya aku kembali ke meja belajarku. Aku bertemu dengan teman-temanku dan aku hanyut dalam keceriaan cerita mereka selama berada di Bali. Aku lihat foto-foto kebersamaan mereka. Beautiful, semua nampak cantik dan indah.

Setelah pelajaran dimulai, tiba saatnya pengumuman untuk study tour ke Solo. Pekan depan adalah waktu dimana aku harus study tour ke Solo selama 1 hari. Aku mengabarkan pada mas Doni, kalo pekan depan aku berangkat ke Solo.

******

Hari itu pun tiba, pagi hari dianter mama dan kakakku ke sekolah, aku berangkat ke Solo. Saat itu hari Sabtu, hari dimana sorenya mas Doni pesiar dan dia bilang dia akan pesiar di rumahnya. Tidak berapa lama ketika aku dalam perjalanan, tiba-tiba HP ku berbunyi, dan ternyata itu adalah telfon dari mama mas Doni.

Dia bertanya, aku lagi dimana? Dan aku jawab kalo aku lagi perjalanan ke Solo untuk study tour sekolah.

Dia berkata dengan nada serius, “Ke Solo kok ga pamit sama tante sih Cha? Takut ya dimintain oleh-oleh sama tante?”

Sejenak aku langsung terdiam dengan kata-katanya. Aku berpikir, memang aku tidak pamit sama dia, karena selama ini juga aku nggak pernah pamit sama dia ketika aku akan kemana-mana, aku hanya pamit sama papa mamaku dan kadang sama mas Doni, itupun kalo aku pergi jauh dan harus meninggaklkan pesiarnya.

Lalu aku menjawab, “Oh maaf tante, enggakk gitu juga, ini kan acara sekolah, jadi Icha nggak pamit sama tante.”

“Oh, ya udah deh, berarti nanti kamu nggak ke rumah ya? Jangan lupa oleh-olehnya ya!”

“Baik tante, nanti pasti Icha beliin oleh-oleh dari Solo.”

Nggak lama setelah pembicaraan kita selesai dalam telfon, tiba-tiba ada SMS masuk, lagi-lagi dari mamanya mas Doni. Tanpa ragu dia memberiku daftar list oleh-oleh yang dia inginkan. Dari kain batik, sarung, baju batik, daster, hinggak makanan khas Solo dia sebutkan semua. My god, aku tertegun melihat isi SMS nya. Tapi aku berniat, memang akan membelikan dia oleh-oleh, jadi dengan senang hati aku carikan semua yang dia inginkan.

Sepulang dari Solo, pagi hari ketika aku baru saja bangun dari tidurku, dia sudah menelfonku dan menanyakan oleh-olehnya,. Aku bilang sudah kubelikan semua dan nanti siang akan aku antar ke rumah.

Sampainya di sana, mas Doni masih ada di rumah. Dan mas Doni terheran-heran melihatku datang ke rumahnya. Dengan nada cemas dia berkata, “Adek kok jam segini udah ke rumah? Kok nggak buat istirahat aja? Kan capek baru aja pulang dari Solo? Kenapa sih? Baru aja mas yang mau kerumah adek!”

Tiba-tiba dengan senyum penuh keceriaan mamanya datang menghampiriku, “Aduh cantik…, udah kangen ya sama masnya!” Dengan muka malu-malu mas Doni merangkulku. Aku bahagia melihat kekasihku, tapi aku gemes juga melihat tingkah mamanya. Lalu aku bilang, “Ini tante oleh-oleh dari Solo.”

Dengan munafiknya dia bilang, “Kok repot-repot sih banyak banget bawainnya!”

Dasar munak loe!!! Ni semua juga kan daftar list yang loe sodorin ke gue!!!

Mas Doni tampak marah denganku. Dia marah kenapa mesti membawa oleh-oleh sebanyak ini. Dia takut aku repot dan kelelahan membawa semua ini di jalan. Tapi aku nggak mau bilang kalo ini semua pesanan mamanya. Aku takut dia marah sama mamanya.

Sore hari, aku pulang sambil mengantar mas Doni kembali ke akademinya. Di perjalanan dia bilang, kalo minggu depan dia harus ke Surabaya untuk mengikuti lomba renang se akademi di Indonesia. Aku senang, karena dia terpilih menjadi atlet renang perwakilan dari akdeminya. Berarti dia memiliki prestasi yang baik. Dengan penuh semangat aku mensuport dia.

Tiba saatnya mas Doni berangkat ke Surabaya.

Siang itu aku masih di sekolah, mas Doni menelfonku dan mengabarkan kalo siang ini dia berangkat ke Surabaya. Pukul 14.00 dia keluar dari akdeminya. Aku nggak bisa datang ke akademinya untuk sekedar melepasnya, karena siang itu aku sedang dalam Try Out untuk ujianku kelak. Mas Doni bilang, nggak papa, yang penting dia sudah pamit dan memintaku untuk mendoakan serta untuk menjaga diriku baik-baik disini.

24 jam berlalu. Malam itu sekitar pukul 03.00 dini hari, mas Doni meneleponku, dia mengabarkan kalo dia sudah sampai dan maaf baru menghubungiku karena sesampai di sana dia langsung harus melaksanakan apel dan mendapatkan instruksi-instruksi lanjutan tentang jadwal pertandingannya kelak.

Aku senang, dia menyempatkan waktu untuk menghubungiku. Dia juga mengatakan, bahwa mungkin akan susah berkomunikasi denganku, karena dia ada di asrama Angkatan Laut, berada dipinggir laut dan di sana sinyal HP sangat susah didapat. Aku bilang nggak papa, yang penting dia jaga kesehatan di sana. Aku di sini akan terus berdoa untuk kelancarannya.

1 hari, 2 hari berlalu, tiba-tiba ada SMS dari mamanya mas Doni, yang memintaku untuk mengirim pulsa ke HP mas Doni. Aku kaget, kenapa mas Doni sampe minta pulsa ke aku? Tanpa menunggu lama, aku langsung pergi ke counter untuk membelikannya pulsa. Setelah petugas counter bilang bahwa pulsa sudah terkirim, aku SMS mas Doni dan menanyakan apakah pulsanya sudah masuk? Wajar kan aku menanyakan itu. Niatku hanya mengkonfirmasi saja, siapa tau petugas counter-nya salah memasukkan nomer dan tidak terkirim ke nomer mas Doni.

Dan tiba-tiba, sekitar 30 menit kemudian, mas Doni menjawab SMS ku dan bertanya, “Lho, kok adek tau mas habis beli pulsa?” Dengan lugunya aku menjawab, “Ya tau lah, kan adek yang beliin pulsa, gimana sih mas? Hehe….”

Tiba-tiba SMS mas Doni berbeda, “Lho, kok adek yang beliin pulsa? Kan mas tadi minta pulsa sama mama. Karena di sini mas kehabisan pulsa dan mas nggak bisa keluar dari asrama untuk beli pulsa. Gimana sih si mama ni?”

Lalu aku kembali menjawab SMS nya, “Tadi tu adek di SMS sama mama, mama bilang untuk beliin mas Doni pulsa. Ya udah kan adek nurut aja!”

Aku tunggu agak lama, mas Doni nggak bales SMS ku juga. Tiba-tiba HP ku bergetar, setelah aku buka, ternyata SMS dari mama mas Doni, “Tresya, kalo nggak ikhlas beliin mas Doni pulsa lain kali bilang sama tante. Nggak usah dibeliin! Baru beliin mas Doni pulsa segitu aja udah ngadu ke mas Doni!”

Bersambung…

Sebelumnya (#13)

Selanjutnya (#14)

Awal (#1)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun