Mohon tunggu...
Tarjum Sahmad
Tarjum Sahmad Mohon Tunggu... Administrasi - Sambil bekerja, menekuni dunia marketing dan jalani hoby menulis.

Suka sekali menulis di blog dan media online. Blog pribadi: Curhatkita.com Blog Kesehatan: Sentradetox.com. Akun Facebook: Tarjum Sahmad. WA: 0896-3661-3462 - Call/SMS: 0823-2066-8173. Menulis buku psikologi, bisnis & novel.

Selanjutnya

Tutup

Money

Saya Diusir Manager HRD

29 November 2013   20:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:31 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_281000" align="aligncenter" width="520" caption="Ilustrasi: www.mensjourneyid.com"][/caption]

Ini pengalaman saya 5 tahun lalu, ketika melamar pekerjaan ke sebuah perusahaan garment Korea. Saya masih ingat kejadian itu, bulan Juni 2008. Waktu itu saya baru saja mengundurkan diri dari perusahaan tempat saya bekerja.

Karena belum ada rencana untuk melamar kerja ke perusahaan lain, saya berniat memulai usaha kecil-kecilan. Rencana saya waktu itu, memasarkan hasil-hasil komoditi pertanian.

Langkah awalnya, saya akan menggarap tanah milik orang tua untuk ditanami mentimun. Saya memilih mentimun karena cara perawatannya yang mudah dan masa tanamnya yang singkat, hanya 30 hari sudah bisa dipanen hasilnya.

Siang itu saya dan bapak sedang membuat bedengan-bedengan tanah untuk ditanami mentimun. Baru separuh dari bagian lahan yang sudah selesai dikerjakan dan siap ditanami.

Tiba-tiba adik ipar saya datang seperti terburu-buru, lalu menghampiri saya.

“Aa, dicari Pak Kades. Tadi Pak Kades nyusul Aa, ke rumah katanya!” kata adik ipar.

“Pak Kades? Emangnya ada apa dia nyari-nyari saya? tanya saya kaget bercampur penasaran.

“Aa, katanya sekarang suruh ngelamar ke pabrik ada lowongan.”

“Ngelamar ke pabrik? Aa kan, gak pernah ngomong mau kerja di pabrik sama Pak Kades?”

“Gak tahu ya. Pokoknya Aa, pulang aja dulu lah, ngomong langsung sama Pak Kades, soal gimana-gimananya, saya juga gak ngerti.”

“Gimana nih Pak?” aku berpaling ke arah Bapak, minta pendapatnya.

“Ya, udah, kamu pulang aja dulu, temuin Pak Kades. Soal mau ngelamar apa nggaknya, ya, terserah kamu. Jawab bapak, seperti biasa selalu bersikap bijak dan penuh pertimbangan.

Akhirnya saya pulang dengan hati masih bimbang, karena saya memang sama sekali gak ada niatan untuk melamar kerja ke pabrik. Niat saya, walaupun belum bulat, mau merintis bisnis pertanian. Dan sudah memulainya dengan mengolah tanah untuk menanam mentimun.

Sesampainya di rumah, istri tercinta tergopoh-gopoh menghampiri. Dia cerita, bahwa tadi ada Pak Kades ke rumah mencari saya. Istri bilang, Pak Kades nyuruh saya sekarang juga datang ke pabrik untuk melamar kerja.

Setelah bertukar pikiran dengan istri, saya memutuskan untuk mencoba memenuhi permintaan Pak Kades. Gak enak juga klo menolak tanpa alasan. Paling tidak, saya harus ketemu dulu dengan Pak Kades, menanyakan lebih jelas soal lamaran kerja ke pabrik.

Setelah mandi,  dan memakai baju yang cukup bagus, tak lupa pake sepatu, saya berangkat ke balai desa untuk menemui pak Kades. Kebetulan Pak Kades ada di ruangannya. Saya langsung menghadap dan menanyakan beberapa hal, “Pak Kades, emang ada lowongan bagian apa di pabrik, sampe Pak Kades, nyari-nyari saya?”

“Ada lowongan staff HRD,” kata Pak Kades, “Dan menurut saya, kamu sangat cocok untuk mengisi lowongan itu, soalnya kamu pinter komputer. Lagian, kamu gak cocok kerja di sawah. Masak mantan orang kantoran kerja di sawah?”

“Pak Kades, tadinya saya mau merintis usaha agrobisnis. Tapi, gak apa-apalah saya coba aja dulu. Klo cocok saya lanjutin, klo gak cocok paling saya keluar lagi. Gak apa-apa kan Pak Kades?”

“Iya, gak apa-apa. “Klo menurut saya sih, kamu lebih cocok kerja di kantor. Kamu kan udah pengalaman kerja di kantor. Saya gak tega kalau kamu sampe harus kerja di sawah. Sekarang kamu ke pabrik aja, temuin pak Budi (nama samaran) dan bilang kamu disuruh saya melamar kerja di sana,” kata Pak Kades memberi arahan.

“Oke, Pak, saya sekarang langsung ke sana ya."

Singkat cerita, saya langsung menuju area pabrik yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari kantor desa.

Sesampainya di pabrik, saya melapor ke security dan menjelaskan bahwa saya diminta Pak Kades untuk menemui Pak Budi, manager HRD perusahaan. Security meminta saya menunggu sebentar di loby kantor, sementara dia masuk ke kantor menemui pak Budi.

Beberapa menit kemudian security tadi keluar dari ruangan kantor bersama seorang pria berbadan tinggi besar, usianya sekitar 35 tahun, dialah Pak Budi, manager HRD perusahaan tersebut. Securiti dengan setengah berbisik, menyampaikan ke Pak Budi, tentang siapa saya dan maksud saya datang ke pabrik. Security juga bilang ke Pak Budi, klo sayapelamar titipan Pak Kades.

Pak Budi menghampiri saya, memandang saya dari atas ke bawah. Lalu dia meminta berkas lamaran yang saya bawa, dia periksa satu persatu.

“Berkasnya belum lengkap nih,” kata Pak Budi, “Lengkapi dulu berkas lamarannya. Klo udah lengkap, kamu kembali lagi ke sini hari Senin. Karena hari Senin semua staff office akan menempati gedung baru.”

Iya, Pak. Jadi nanti hari senin saya ke sini lagi ya Pak. Nanti ketemu bapak langsung?” tanya saya, meminta kejelasan.

“Ya, nanti ketemu saya lagi untuk tes. Bisa komputer kan?”

“Bisa Pak!” jawab saya tegas. Lalu saya pamit pulang.

Sepulang dari pabrik saya langsung menemui Toto, seorang sahabat yang saat itu menjadi Ketua Karang Taruna desa. Kami berdua ngobrol santai selayaknya dua orang sahabat yang lama tak ketemu. Ternyata, dia yang memberitahu ke Pak Kades ada lowongan staff HRD di pabrik dan mengusulkan saya untuk mengisi lowongan tersebut. Dan Pak Kades langsung mencari saya, karena dia kenal dekat dengan Pak Budi, manager HRD yang tadi saya temui.

Toto memperhatikan penampilan  saya yang sangat rapi. Saya pakai kemeja putih dipadu celana hitam dan sepatu hitam, persis seperti pekerja kantoran. Ya, namanya juga mau melamar kerja, masak pakaiannya asal-asalan.

Toto komentar, “Pakaiannya gak usah terlalu rapi kayak gini, norak tahu? Emangnya kamu mau melamar bagian produdksi apa? Pakaiannya biasa aja nyantai. Gak usah pake sepatu, pake sandal aja.”

“Ah, masak sih norak?” sanggahku, “Mau melamar kerja dan ketemu manager HRD, gak sopan kan, pake baju asal-asalan.”

“Iya, tapi gak harus terlalu rapi kayak gini!”

“Jadi, aku harus pake pakaian yang kayak gimana?” tanyaku bingung. Maklum, belum pernah melamar kerja secara resmi ke perusahaan.

“Gini aja, kamu pake kemeja lengan pendek dan celananya tetap yang ini, tapi bajunya jangan dimasukin. Gak usah pake sepatu, pake sandal aja, jelas?”

“Iya, deh, kali ini aku ikutin saran kamu. Tapi, klo sampe penampilanku dipermasalahkan saat tes nanti, kamu tanggung jawab ya!”

“Oke, gak masalah! Orang aku kenal dekat kok sama Pak Budi.”

Hari Senin, sekitar jam 07:30, saya sudah berada di area pabrik. Setelah lapor ke security, saya diantar ke loby Office. Gedung kantor baru itu, diapit dua factory yang juga baru selesai dibangun. Saya diminta menunggu di loby office.

Sekitar 10 menit kemudian saya dipanggil masuk menemui Pak Budi, manager HRD yang tempo hari menyuruh saya datang hari ini. Ruang kantor yang cukup luas itu hanya disekat-sekat dengan pembatas untuk masing-masing departemen. Saya dipersilakan untuk menghadap Manager HRD yang duduk di ujung kursi. Ya, saya masih ingat wajah dan perawakannya, dia Pak Budi, yang tiga hari lalu menemui saya.

Pak Budi memperhatikan saya yang berdiri mematung dengan jarak sekitar dua meter di hadapannya. Sejenak dia memperhatikan saya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia mengerutkan dahi.

“Tarjum!” dia memanggil saya dengan nada suara tinggi. Ternyata dia masih ingat nama saya.

“Iya, Pak.” Jawab saya, sedikit gugup.

“Kamu ini gimana, mau melamar kerja apa mau main?” tanyanya dengan sorot mata tajam memandang saya.

“Mau melamar kerja Pak!”

“Mau melamar kerja, masak pakaian kamu kayak gini! Pake sandal lagi. Kemarin, waktu pertama kali nemuin saya, pakaian kamu rapi gak kayak gini!”

“Iya… maaf Pak Budi.” Jawab saya. Dalam hati saya ngedumel, ”Gimana sih, si Toto, katanya gak apa-apa dengan gaya santai kayak gini. Nyesel mau ngikutin sarannya."

“Jadi gimana sekarang saya Pak?” tanya saya dengan perasaan bersalah.

“Sekarang kamu pulang dulu! Ganti bajunya pake yang pantes. Pake sepatu, jangan pake sandal!”

“Jadi,  saya pulang dulu sekarang Pak?”

“Ya! Pulang, ganti baju, dan balik lagi ke sini!”

“Iya, Pak. Saya pamit pulang dulu, terima kasih atas waktunya." Lalu saya ngeloyor keluar dari ruang HRD dengan perasaan malu. Gara-gara mengikuti saran Toto, saya diusir pulang sama Pak Budi. Gak bener nih, si Toto.

Setelah ganti baju dan celana dengan yang lebih bagus, dan mengenakan sepatu hitam, saya kembali lagi ke pabrik menemui manager HRD. Diantar security saya langsung menemui Pak Budi.

“Nah, gitu dong, kan kelihatan seperti niat kerja. Gak kayak tadi seperti mau kondangan atau mau main.” Kata Pak Budi. Saya disuruh duduk di salah satu kursi kosong di samping seorang staff yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Sementara Pak Budi, memeriksa kelengkapan berkas lamaran saya. Lalu dia menyodorkan satu lembar soal yang harus diisi sebagai tes awal. Setelah tes tertulis, saya diberi selembar tes yang harus saya buat di komputer.

Alhamdulillah, saya bisa mengerjakan semua soal tes dan tes praktik komputer dengan baik dan sesuai waktu yang ditentukan.

Selesai tes, aku kembali menghadap ke meja Pak Budi. Setelah memeriksa jawaban tes dan hasil tes komputer saya, dia menyatakan bahwa saya lulus tes. Karena sekarang baru pindah kantor baru dan masih beres-beres, dia memberi tahu, nanti akan dihubungi via telepon, kapan saya harus mulai bekerja di pabrik tersebut.

Dua hari kemudian, ada panggilan telepon masuk ke HP, ternyata itu nomor pabrik. Yang menelepon recepsionis pabrik, dia memberitahu bahwa saya diminta datang untuk mulai bekerja hari itu juga.

Maka mulailah saya bekerja di perusahaan garmen Korea. Yang tadinya hanya coba-coba, eh malah keterusan sampai sekarang. Sampai hari ini saya sudah bekerja di pabrik ini selama 5 tahun 5 bulan.

Rekan-rekan Kompasianer, itulah sekelumit kisah saya ketika melamar kerja di sebuah perusahaan modal asing (Korea).

Bagi rekan-rekan yang masih berburu pekerjaan, jangan berhenti berusaha, apalagi sampai menyerah. Teruskan ikhtiar, sampai anda menemukan pekerjaan yang di idamkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun