Saya paling suka wisata pegunungan, hawanya sejuk pemandangannya indah menawan. Apalagi ditemani kekasih tercinta, serasa berada di surga nirwana.
Wisata pegunungan terdekat dengan domisili saya di Subang, adalah obyek wisata Gunung Tangkuban Perahu (GTP), Lembang, Bandung. Lokasinya berada di perbatasan Subang dan Bandung.
Saya sering berkunjung ke Tangkuban Perahu. Banyak kenangan indah di sana. Karena itu saya tak pernah bosan berkunjung ke Tangkuban Perahu.
Kenangan indah, unik dan seru di Tangkuban Parahu ini saya bagi menjadi tiga bagian: Kenangan unik dan seru dengan teman sekolah, kenangan indah dengan kekasih dan kenangan indah dengan anak-istri.
Kenangan Unik dan Seru dengan Teman Sekolah
Kenangan unik dan seru di GTP ini saya alami dengan tiga orang teman sekolah pada tahun 1992 silam. Kami berempat tertinggal dari rombongan Study Tour SMA Purwadadi di GTP.
Kami berempat harus berjalan kaki dari puncak GTP sampai ke jalan raya. Dan cari tumpangan dari GTP ke rumah kami masing-masing. Capek tapi seru!
Begini ceritanya :
Setelah turun dari bis yang membawa rombongan Study Tour GTP, semua siswa berhamburan menuju ke beberapa lokasi kawah GTP yang indah dan eksotik.
Kami berempat (Saya, Wawan, Epul dan Sunara) memisahkan diri dari rombongan besar, menuju sebuah kawah yang katanya masih aktif. Lokasi kawah tersebut agak jauh dan tersembunyi dari pusat area wisata. Untuk sampai ke sana kami harus menuruni jalan stapak yang berkelok-kelok dan cukup terjal.
Akhirnya kami berempat sampai juga di lokasi kawah. Benar saja kawah tersebut masih aktif, tampak letupan-letupan magma di beberapa titik. Bau belerang terasa menyengat. Pemandangannya indah sekali. Tak ada pengunjung lain selain kami berempat di lokasi kawah tersebut.
Kami turun mendekati kolam-kolam air panas yang tampak mendidih. Setelah puas menikmati pemandangan di sekitar kawah yang tampak sunyi tersebut, kami berempat memutuskan segera kembali ke lokasi parkir bis.
Di tengah perjalanan, saya melihat sebuah akar pohon yang tampak unik, seperti ular yang melilit batang pohon. Saya berhenti dan coba menarik akar tersebut. Ternyata tak bisa, akar itu harus dipotong dulu. Saya dibantu teman-teman mencari-cari pisau atau golok di sebuah gubuk kosong di pinggir jalan. Eh, ternyata saya menemukan sebuah golok. Mungkin bekas orang yang jualan di gubug itu.
Mulailah saya memotong akar pohon yang unik itu. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk memotong dan mangambil akar pohon itu. Setelah saya berhasil memotong akar pohon tersebut, kami berempat bergegas menuju tempat parkir bis.
Langit tampak mendung, sepertinya tak lama lagi akan turun hujan. Kami setengah berlari mendaki jalan setepak yang menanjak dan berkelok-kelok. Tak lama kemudian, hujan turun. Makin lama hujan makin lebat. Kami terus berlari agar segera sampai di lokasi.
Sesampainya di area parkir, dengan napas yang masih tersengal, kami berempat kaget bukan kepalang, bis yang tadi parkir di sana, sudah tak ada. Kami coba mencari-cari di area perkir lain, juga tak kami temukan. Kami berempat mengambil kesimpulan, bahwa bis yang membawa kami ke GTP sudah pulang dan kami ketinggalan.
Yang kami tak habis pikir, mengapa panitia study tour tidak mengabsen dulu dan memastikan semua siswa sudah masuk ke bis sebelum pulang?
Tapi kami berempat berpikir positif tentang kejadian unik ini. Kami anggap perjalanan pulang kami akan menjadi petualangan yang seru dan asyik.
“Gimana nih, kita pulang?” tanya Wawan.
"Ya. udah kita pulang cari tumpangan aja”, kata Sunara.
Dua orang teman saya itu tergolong anak yang periang, cuek kadang nyeleneh. Beda dengan saya dan Epul yang serius dan pendiam.
Saya, Epul dan Wawan setuju dengan usul Sunara, kita berempat akan cari tumpangan untuk pulang. Dengan tubuh basah kuyup diguyur hujan, kami memulai petualangan pulang, meninggalkan Gunung Tangkuban Perahu nan indah dan eksotik.
Kami harus berjalan beberapa kilometer dari pusat obyek wisata kawah GTP ke jalan raya. Sesampainya di jalan raya, kami terus berjalan sambil sesekali menyetop truk dan mobil bak terbuka yang lewat. Akhirnya ada juga sopir yang baik hati memberi kami tumpangan.
Kami sampai berganti tiga kali tumpangan untuk sampai di rumah kami masing-masing yang beda desa tapi masih satu kecamatan, kecamatan Purwadadi kabupaten Subang.
Sesampainya di rumah sekitar jam 7 malam, orang tua saya panik, mencari saya kesana-kemari dan menanyakan ke teman-teman sekolah saya yang ikut study tour. Yang kasihan ibu, ketika saya sampai di rumah, dia sedang nangis, khawatir terjadi apa-apa dengan anaknya. Ketika melihat saya datang, ibu langsung memeluk saya sambil menangis haru dan bahagia.
Setelah kejadian itu, saya beberapa kali berkunjung kembali ke GTP dengan teman-teman. Kadang rombongan naik mobil atau menggunakan sepeda motor.
Kenangan Indah dengan Sang Kekasih
Lima tahun kemudian saya kembali berkunjung ke GTP. Kali ini bukan dengan teman sekolah tapi dengan teman istemewa, sang pujaan hati belahan jiwa, kekasih tercinta.
Kami pergi berdua dengan sepeda motor. Asyiknya naik motor berdua sambil menikmati udara sejuk dan pemandangan indah di sepanjang perjalanan. Jarak yang jauh terasa dekat, bahkan terasa terlalu singkat.
Sesampainya di GTP, kami berjalan berdua bergandengan tangan menyusuri pinggiran kawah. Setelah capek menyusuri pinggiran kawah, kami duduk berdua di pinggir kawah, ngobrol dan bercanda sambil menikmati indahnya pemandangan di sekitar kawah. Udara yang dingin terasa hangat karena ada sang kekasih duduk disamping saya. Bau belerang yang menyengat terasa wangi bunga, karna hati saya berbunga-bunga.
Karena kecapaian, sang kekasih merebahkan diri di pangkuan saya. Dia tak peduli dengan pandangan orang-orang lewat dan duduk di sekitar kami berdua. “Dunia serasa milik berdua”, memang bukan sekedar basa-basi, kami benar-benar merasakannya. Ooh...indahnya.
Kenangan Indah dengan Istri dan Dua Putri Kami
Libur lebaran kemarin, saya dengan istri dan dua putri kami (Vania dan Rahma) berkunjung kembali ke obyek wisata Gunung Tangkuban Perahu (GTP). Ini untuk pertama kalinya saya berkunjung ke GTP dengan anak dan istri. Sedangkan dengan istri, ini kunjungan yang kedua kalinya. Kunjungan pertama kami berdua 13 tahun yang lalu saat kami masih pacaran, seperti yang saya ceritakan di atas. Jadi bagi saya dan istri ini kunjungan nostalgia, mengenang indahnya masa pacaran dulu.
Kami berempat berjalan-jalan menyusuri pinggiran kawah. Tidak banyak yang berudah sejak kunjungan terakhir kami 13 tahun yang lalu. Bedanya, sekarang area parkir di pusat obyek wisata sudah diperluas, pedagang suvenir dan makanan semakin banyak di sepanjang jalan pinggir kawah.
Kami tidak bisa berjalan cepat menyusuri pinggiran kawah, karena si kecil Rahma (4 tahun) kesulitan melewati jalan berbatu yang di beberapa bagian cukup terjal. Namun, Rahma tak mau digendong, dia tampak sangat senang meniti jalanan berbatu itu. Sesekali saya dan kakaknya harus membantu Rahma melewati batu besar yang tak bisa dia naiki.
“Mah, dulu kita duduk berdua di seberang sana, mamah masih ingat nggak?” tanya saya, sambil menunjuk ke arah pinggir kawah di seberang sana. Saya teringat kenangan indah masa pacaran 13 tahun yang lalu.
“Iya, ya, pah dulu kita jalan-jalan sampai ke sana,” Kata istri, sambil tersenyum. Sepertinya dia juga teringat kenangan masa pacaran dulu ketika jalan-jalan dan duduk berdua di pinggiran kawah GTP.
Sekarang, kekasih yang sangat saya cintai itu sudah menjadi ibu dari dua puteri cantik buah hati kami.
Ketika kami sedang asyik menikmati pemandangan di sekitar kawah, Rahma merengek-rengek ingin naik kuda yang banyak lalu-lalang di jalanan. Setelah tawar-menawar dengan sang pemilik kuda, akhirnya Rahma dan Vania naik kuda berdua, jalan-jalan di sekitar kawah. Rahma tampak gembira dan sumringah bisa naik kuda seperti yang biasa dia lihat di Televisi.
Karena hari sudah semakin sore dan cuaca tampak mendung, walaupun belum puas menikmati indahnya panorama kawah GTP, sore itu kami memutuskan untuk pulang.
Jangan hanya membayangkan, silakan berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu. Ajak orang-orang yang anda cintai untuk ikut menikmat keindahan panorama dan suasananya.
Meski sudah sering berkunjung, saya selalu rindu ingin kembali.
Gunung Tangkuban Perahu yang penuh kenangan indah, suatu saat nanti saya akan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H