Mohon tunggu...
Ridha Harwan
Ridha Harwan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Linguistik dan terjemahan, Bandung. https://tarjiem.com/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Analisis Status Facebook Pak SBY Hari Ini

28 April 2015   18:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:35 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (Pak SBY) memiliki halaman penggemar (fanspage) di facebook dengan jumlah 4.560. 342 pada saat tulisan ini dibuat. Status fanspage Pak SBY memang menarik jika diikuti. Salah satunya adalah status hari ini yang membuat saya mencoba-coba untuk membuat sebuah analisis dalam konteks bahasa tulisan. Lebih spesifiknya dalam kajian analisis wacana tulisan. Status facebooknya ada di https://www2.facebook.com/SBYudhoyono/posts/940176109381664.

[caption id="attachment_413414" align="aligncenter" width="590" caption="Lokasi Tautan dan Tanggal Tulisan Fanspage Facebook Pak SBY"][/caption]

Sebagai pendukung tambahan, status atau tulisan ini muncul pada saat Indonesia telah berhasil menyelenggarakan peringatkan 60 tahun konferensi Asia Afrika di Jakarta dan Bandung pada tanggal 19-24 April 2015. Pada saat itu Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono sama-sama memberikan pidato di hadapan tamu atau negara-negara undangan dalam rangka memperingati 60 tahun KAA. Hanya saja yang cukup banyak disorot adalah pidato Bapak Presiden Joko Widodo yang membahas soal IMF (International Monetary Fund atau Dana Moneter Internasional) atau dengan kata lain membahas hutang luar negeri Bangsa Indonesia.

Kutipan tulisan dalam bentuk teksnya yakni:

SBY: Utang Indonesia ke IMF Lunas Tahun 2006Saya terpaksa menanggapi dan mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi menyangkut utang Indonesia ke IMF. Kemarin, tanggal 27 April 2015, harian Rakyat Merdeka memuat pernyataan Pak Jokowi yang intinya adalah Indonesia masih pinjam uang sama IMF. Berarti kita masih punya utang kepada IMF. Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah US$ 9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp. 117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF.

Saya masih ingat mengapa keputusan untuk melunasi semua utang IMF 4 tahun lebih cepat dari jatuh temponya itu saya ambil. Memang, sebelum keputusan final itu saya ambil, sejumlah pihak menyarankan agar lebih baik pelunasannya dilaksanakan secara bertahap, agar tidak mengganggu ketahanan ekonomi Indonesia. Tapi saya berpendapat lain. Lebih baik kalau utang itu segera kita lunasi. Ada 3 alasan saya mengapa keputusan dan kebijakan itu saya ambil. Pertama, pertumbuhan ekonomi kita waktu itu telah berada dalam tingkatan yang relatif tinggi. Jadi aman untuk menjaga ketahanan ekonomi makro dan sektor riil kita. Di sisi lain, disamping kekuatan fiskal kita aman, dari segi moneter cadangan devisa kita juga relatif kuat. Kedua, dengan telah kita lunasi utang IMF tersebut, kita tidak lagi didikte oleh IMF dan negara-negara donor. Tidak didikte dalam arti perencanaan pembangunan kita, termasuk APBN dan juga penggunaan keuangan kita, tidak harus mendapatkan persetujuan dari IMF. Saya tidak ingin pemerintah disandera. Kita harus merdeka dan berdaulat dalam mengelola perekonomian nasional kita. Saya masih ingat, ketika masih menjadi Menteri Pertambangan dan Energi (tahun 1999-2000), saya harus “melaporkan” dulu kepada negara-negara donor yang tergabung dalam forum CGI berkaitan dengan kebijakan dan rencana kementerian yang saya pimpin, utamanya menyangkut APBN. Situasinya sungguh tidak nyaman. Pernah saya diminta untuk menaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik secara serentak dengan angka yang sangat tinggi. Hal itu saya tolak, karena pasti ekonomi rakyat akan menjadi lebih buruk. Sedangkan alasan yang ketiga, selama Indonesia masih punya utang kepada IMF, rakyat kita merasa terhina (humiliated). Dipermalukan. Di mata sebagian rakyat, IMF diidentikkan dengan penjajah. Bahkan IMF-lah yang dianggap membikin krisis ekonomi tahun 1998 benar-benar buruk dan dalam.

Setelah utang IMF kita lunasi, saya juga ingat ketika para pemimpin IMF (Managing Director) satu-persatu berkunjung ke Indonesia dan menemui saya di kantor Presiden, mulai dari Rodrigo de Rato (2007), Dominique Strauss-Kahn (2011) hingga Chistine Lagarde (2012). Saya menerima kunjungan mereka dengan kepala tegak. Bahkan, pada kunjungan pemimpin IMF tahun 2012, IMF berharap Indonesia bisa ikut menaruh dananya di IMF karena kita telah menjadi anggota G20, dengan peringkat nomor 16 ekonomi besar dunia. Pasalnya, IMF kekurangan dana untuk digunakan membantu negara yang mengalami krisis berat dan perlu penyelamatan dari IMF. Artinya, tangan kita tidak lagi berada di bawah, tetapi sudah berada di atas.

Jika yang dimaksudkan Presiden Jokowi, Indonesia masih punya utang luar negeri, itu benar adanya. Utang Indonesia ada sejak era Presiden Soekarno. Meskipun, ketika saya memimpin Indonesia (2004-2014) rasio utang terhadap GDP terus dapat kita turunkan. Jika akhir tahun 2004 rasio utang terhadap GDP itu sekitar 50,6 %, di akhir masa jabatan saya tinggal sekitar 25 %. Artinya, jika dulu separuh lebih GDP kita itu untuk menanggung utang, maka tanggungan itu telah kita turunkan menjadi seperempatnya. Tetapi, kalau yang dimaksudkan Pak Jokowi bahwa kita masih punya utang kepada IMF, hal itu jelas keliru. Kalau hal ini tidak saya luruskan dan koreksi, dikira saya yang berbohong kepada rakyat, karena sejak tahun 2006 sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa Indonesia tidak berhutang lagi kepada IMF. Rakyat pun senang mendengarnya. Saya yakin Pak Jokowi yang waktu itu sudah bersama-sama saya di pemerintahan, sebagai Walikota Surakarta, pasti mengetahui kebijakan dan tindakan yang saya ambil selaku Presiden.

Ditulis oleh Susilo Bambang Yudhoyono


Analisis bahasa tulisan akan dilakukan secara berurutan di mana kata atau kalimat itu muncul. Penggunaan angka dalam analisis data digunakan untuk memudahkan pengurutan datanya.

Analisisnya bahasanya, yakni:


  1. “Saya terpaksa … ”

    • Pak SBY mengawali tulisannya dengan dua buah kata, “Saya terpaksa ..”, setidaknya itu berarti beliau ingin mengatakan kepada publik kalau beliau mau tidak mau ikut bersuara. Bisa dilihat di kalimat selanjutnya. Ada yang mengatakan Pak SBY memiliki moto “a thousand friends and zero enemies.” Beliau sendiri memiliki latar belakang militer, jadi beliau tahu betul apa itu nilai sebuah perdamaian. Informasi kata “terpaksa” menulis juga bisa dilihat penekannya di akhir tulisan yang menginformasikan tulisan “Ditulis oleh Susilo Bambang Yudhoyono”.

  2. “… tanggal 27 April 2015, harian Rakyat Merdeka memuat pernyataan Pak Jokowi …”

    • Latar belakang mengapa Pak SBY menuliskan statusnya. Pak SBY lebih menekankan lagi kalau sumbernya berasal dari ucapan yang keluar dari Bapak Jokowi (Presiden RI Ke-7 saat ini).

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
    Lihat Bahasa Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun