Mohon tunggu...
Tarisa Amelia Putri
Tarisa Amelia Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

This is me trying

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yang Naik Tak Selalu Baik: Rapor Merah Korupsi

21 Juni 2022   13:25 Diperbarui: 21 Juni 2022   13:35 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberitaan mengenai korupsi di Indonesia memang tidak pernah kehabisan topik. Beragam motif korupsi yang muncul dipermukaan selalu berhasil memantik suasana geram dari masyarakat. 

Mulai dari suap menyuap, pemerasan, penggelapan anggaran, gratifikasi, benturan kepentingan, hingga yang terbaru adalah manipulasi saham. Belum lagi motif-motif lain yang tidak pernah terungkap oleh media. 

Dalam beberapa kasus, upaya penindakannya seolah-olah terkesan seadanya saja, tak ada keseriusan yang berarti untuk mengusut tuntas kasus-kasus tersebut atau bahkan memang sengaja tidak diusut tuntas hanya karena diboncengi kepentingan pihak tertentu.

Melihat dari Hasil Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2021 yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), ditemukan sebanyak 533 kasus korupsi sepanjang tahun 2021 dengan 484 kasus baru atau sekitar 90,8%. 

Nilai ini meningkat dari tahun sebelumnya, yang mana ada sebanyak 444 kasus yang ditemukan ICW pada tahun 2020 dengan 374 kasus baru atau sekitar 84,2%.

Dalam laporan itu juga, ICW menilai bahwa kinerja penindakan kasus korupsi sepajang tahun 2021 oleh Aparat Penegak Hukum (APH) mendapatkan nilai D dengan poin 24% saja atau bisa dikatakan buruk.

Sektor yang menjadi langganan korupsi sejak tahun 2015 adalah anggaran dana desa. Bahkan korupsi dana desa ini menjadi kasus yang paling banyak terjadi daripada sektor lainnya. 

Angkanya mencapai 129 kasus dengan 172 orang tersangka yang ditemukan oleh ICW pada tahun 2020. Kemudian, meningkat lagi di tahun 2021 dengan kasus yang ditemukan sebanyak 154 dengan 245 tersangka. 

Dana desa memang sesuatu yang sangat menggiurkan dan strategis bagi para pegiat korupsi karena ranah wilayahnya kecil dan kurang ketatnya pengawasan. Jadi, korupsi terkait dana desa ini mudah luput dari penindakan.Apalagi anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk desa tergolong besar, bahkan mencapai Rp68 Triliun di tahun 2022 ini.

Tentunya pemerintah harus melakukan antisipasi secara ekstra agar kasus korupsi dana desa ini tidak kembali mengalami kenaikan di tahun 2022. Mengingat dana desa seharusnya digunakan untuk tujuan pembangunan infrastruktur dan kemajuan desa.

Tren kasus korupsi yang meningkat ini berimplikasi langsung terhadap potensi kerugian negara yang juga meningkat. ICW mencatat bahwa pada tahun 2020 negara memiliki potensi kerugian sebesar Rp 18.615 Triliun akibat kasus korupsi. 

Nilai ini kemudian melesat jauh hingga mencapai angka Rp29.483 Triliun di tahun 2021. Hal ini selanjutnya menjadi catatan penting bagi Pemerintah bahwa pengawasan terhadap kemungkinan tumbuhnya kasus-kasus korupsi baru dan pengelolaan anggaran belum dilakukan secara optimal.

Namun, apakah masih mungkin catatan merah ini bisa diperbaiki oleh Pemerintah di tahun-tahun berikutnya, jika di tahun 2022 saja sudah  diawali dengan munculnya kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik dengan motif yang tidak jauh-jauh dari proyek pengadaan barang dan jasa serta suap. Motif tersebut tampaknya sudah menjadi lahan basah yang subur bagi politikus untuk melancarkan aksinya. 

Masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan karena tujuan utama Pemerintah dari proyek pengadaan barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan barang dan jasa yang berkualitas. 

Sementara itu, dananya malah dikorupsi sehingga berdampak langsung pada menurunnya kualitas barang dan jasa yang akan didistribusikan ke masyarakat.

Belum berhenti sampai disitu, masyarakat harus disuguhkan lagi dengan drama melonjaknya harga minyak goreng  curah maupun kemasan. Di kutip dari Suara.com, pada 17 Maret 2022 minyak goreng kemasan per dua liter mencapai Rp44 ribu hingga Rp49 ribu di swalayan. Artinya, harga per liter berkisar Rp22 ribu hingga Rp24.500. 

Melambungnya harga minyak goreng ini ternyata juga merupakan buntut dari kasus korupsi yang melibatkan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag dan juga beberapa korporasi. 

Lemahnya pengawasan Kemendag terhadap potensi suap yang dilakukan oleh korporasi untuk melancarkan kepentingan mereka berujung pada langkanya pasokan minyak goreng di Indonesia hingga harganya melambung tinggi beberapa bulan terahir ini.

Tidak selamanya sesuatu yang naik akan selalu baik. Hal ini berlaku juga bagi angka kenaikan kasus korupsi di Indonesia setiap tahunnya. Tren kenaikan kasus korupsi yang mungkin akan berlanjut di tahun ini sungguh sangat tidak diharapkan. Meningkatnya korupsi hanya akan menjadi beban bagi perekonomian negara dan kesejahteraan masyarakat. 

Dikutip dari Kemenkeu.go.id, Presiden Joko Widodo sendiri yang menegaskan bahwa korupsi merupakan extraordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa. Oleh sebab itu, korupsi juga harus ditangani secara extraordinary.

Upaya penindakan kasus korupsi memang harus dilakukan secara serius dan profesional, serta perlu untuk memastikan bahwa tidak ada pihak lain dengan kepentingan tertentu yang turut ikut campur dalam penindakannya. 

Pertanyaan mengenai 'akankan korupsi mati?' akan selalu menjadi tanda tanya besar. Namun, penurunan kasus korupsi masih bisa diusahakan dengan memperkuat sistem hukum dan pengawasan yang ketat terhadap segala bentuk kemungkinan motif korupsi pada sektor-sektor strategis. 

Diperlukan juga evaluasi terhadap kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) dalam perannya memberantas korupsi serta upaya-upaya pelemahan terhadap lembaga pemberantas korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membutuhkan perhatian lebih.

Pemberantasan korupsi ini tentunya menjadi tangggung jawab bersama yang harus digiatkan tidak hanya oleh pemerintah saja, tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia karena menyangkut kesejahteraan bangsa. 

Masyarakat harus turut andil dalam memantau transparansi anggaran dan mengkritik kejanggalan-kejanggalan tertentu yang terjadi di sekitar mereka. 

Dari pihak Pemerintah sendiri wajib untuk melindungi masyarakat yang melaporkan dugaan tindakan korupsi agar mereka tidak takut untuk buka suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun