Mohon tunggu...
Tarisa ElviraTrisna
Tarisa ElviraTrisna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 5 jurusan Ilmu Komunikasi

Seorang mahasiswa yang memiliki minat pada bidang Jurnalisme, Penulisan Naskah, Perencanaan Konten, dan Media Digital. Selain menjadi mahasiswa di Universitas Islam Balitar (UNISBA), ia juga menjalani magang di divisi humas dan produksi podcast di Universitas Islam Balitar sebagai jurnalis intern, script writer, dan penanggung jawab podcast mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Putu Bumbung Makin Langka, Siswanto Jaga Warisan Rasa

3 Desember 2024   19:41 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:47 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuuttt tuuuttt. Suara uap dari gerobak pedagang putu bersautan dengan suara adzan Maghrib di depan SMAN 1, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Pria paruh baya itu berhenti untuk melayani warga yang tengah membeli kue putu.

Siswanto (55) mengaku dirinya sudah berjualan kue putu sejak tahun 1987. Usaha yang awalnya ia jalankan dengan cara dipikul tersebut kian berkembang, hingga akhirnya bisa berjualan menggunakan sepeda motor berkeliling kota yang akrab disebut kota Patria ini. 

"Saya aslinya dari Wonogiri, ke Blitar tahun '94. Disini ngontrak, kadang sama keluarga (istri sama anak). Pulang pergi Blitar -- Wonogiri", kata Siswanto saat ditemui pada Rabu (9/10/2024).

Pria paruh baya tersebut mengatakan dirinya sempat berjualan mie ayam, namun omset yang didapat lebih banyak ketika berjualan kue putu. Harga yang dipatok untuk kue putu yang Ia jual pun hanya Rp. 12. 000/bungkusnya.

"Jualan itu sama aja, jualan mie ayam juga gitu-gitu aja. Namanya jualan kadang sepi kadang rame. Tapi kalo kue putu kan lebih hemat biaya pembuatan dan ga terlalu sulit", ujarnya.

Makanan yang dijualnya itu terbuat dari bahan-bahan alami tanpa pengawet seperti tepung ketan, tepung beras, garam, dan gula merah, dikukus menggunakan bambu sebagai cetakannya, menjadi alasan Siswanto tetap berjualan kue putu di tengah maraknya makanan modern.

Selanjutnya, kue putu dikukus hingga matang dan disajikan diatas daun pisang dengan taburan kelapa parut. Perpaduan kelapa parut dan adonan kue putu yang lembut membuat perpaduan rasa manis dan gurih.

Ketika ditanya alasan kue putu nya yang berwarna putih bukan hijau seperti kebanyakan penjual, ia mengungkapkan kebanyakan kue putu sekarang tidak menggunakan pewarna alami pandan melainkan menggunakan pewarna makanan kemasan.

"Putu ada dua warna, putih sama hijau pandan. Saya suka yang alami, sekarang banyak yang pewarna ga asli pandan jadi ga ada aromanya. Biar beda sama yang lain", ungkap Siswanto.

Kue putu yang dijual Siswanto masih menggunakan alat tradisional berupa bumbung (bambu) tidak seperti penjual lain saat ini yang menggunakan cetakan besi. Hal ini dilakukan agar cita rasa, aroma, dan kualias kue putu tetap terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun