Mohon tunggu...
Tarinda Afridatul Muafatika
Tarinda Afridatul Muafatika Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Mahasiswi Psikologi Univesitas Gajayana Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bias Optimisme, Ilusi Optimistik yang Tidak Realistis

15 Juli 2022   07:32 Diperbarui: 15 Juli 2022   08:03 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kalanya penting juga untuk memiliki sikap optimis. Optimisme juga emotivasi kita untuk mengejar tujuan kita. Sikap ini mendorong kita untuk bertahan, bahkan dalam menghadapi kesulitan maupun penolakan. Hal itu mendorong kita untuk percaya pada kemampuan kita sendiri dan fokus kepada hal positif tanpa sibuk dengan hal negatif. Akan tetapi, kita secara sadar juga harus memahami bahwa penting untuk menyadari bagaimana optimisme kita dapat membutakan kita terhadap hasil negatif dan mengakibatkan kita mengambil keputusan yang cenderung merugikan.

Sementara para peneliti sibuk berusaha untuk membantu orang mengurangi bias ini, terutama dengan menggalakkan perilaku sehat dan mengurangi perilaku beresiko, mereka telah menemukan bahwa mengurangi atau menghilangkan bias sebenarnya cukup sulit. Dalam studi yang melibatkan upaya untuk mengurangi bias optimisme melalui tindakan seperti mendidik subjek tentang faktor risiko, mendorong sukarelawan untuk mempertimbangkan contoh berisiko tinggi, dan mendidik subjek mengapa mereka berisiko, peneliti telah menemukan bahwa upaya ini menyebabkan sedikit perubahan dan dalam beberapa kasus sebenarnya meningkatkan bias optimisme.

Seorang ekonom pemenang hadiah nobel, Daniel Kahneman, telah meneliti secara luas bias optimisme dan mengusulkan 2 cara yang berbeda untuk mengurangi pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan, yaitu dengan mengambil sudut pandang dari luar, dimana kita harus melihat tarif dasar untuk perkiraan kita seolah-olah sedang melihat peluang orang lain. Sedangkan pendekatan lainnya adalah pendekatan post mortem, di mana anggota tim memprediksi bagaimana sebuah proyek bisa gagal dan kemudian bekerja mundur untuk mengevaluasi apa yang salah dan mengapa hal itu bisa terjadi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bias ini sering menyebabkan kita melebih-lebihkan kendali kita atas lingkungan kita. Kita semua bisa berhubungan dengan apa yang disebut Kahneman sebagai kesalahan perencanaan atau planning fallacy, dimana kita berasumsi bahwa kita akan menyelesaikan sesuatu lebih cepat daripada yang sebenarnya kita lakukan. Dia menyarankan untuk menanggulangi kecenderungan ini dengan mengambil sudut pandang dari luar terhadap apa yang kita kerjakan dan mencari tarif dasar.

Tarif dasar adalah statistik yang ada dari situasi relevan yang menyediakan data kuantitatif untuk menopang penilaian kita. Hal ini dapa menjadi probabilitas suatu peristiwa dapat terjadi, rata-rata yang dibutuhkan oleh sesuatu, atau angka apapun yang sesuai dengan situasi selama tarif dasarnya berasal dari data yang ada.

Kahneman mengusulkan mengambil perspektif luar melalui tiga langkah berikut:

  • Identifikasi kelas referensi yang sesuai, seperti mencar kategori umum untuk memasukkan tugas kita. Bisa berupa belanja bahan makanan, merenovasi rumah, atau mengerjakan suatu proyek
  • Dapatkan statistik untuk kelas referensi ini, dapat dilakukan dengan mencari statistik tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan jenis tugas yang sudah kita tentukan sebelumnya secara rata-rata, ini adalah tarif dasar kita.  
  • Gunakan informasi spesifik tentang kasus untuk menyesuaikan prodiksi dasar, misalnya jika terdapat sebuah hal konkret tertentu untuk dapat diubah prediksinya menurut kita, gunakan penilaian tersebut untuk membuat penyesuaian prediksi

Langkah-langkah ini berlaku secara langsung pada perencanaan dan manajemen waktu, penggunaan tarif dasar dapat menjadi alat utama untuk memerangi bias optimisme dan membuat kita menjadi lebih realistis.

Pendekatan premortem disarankan oleh Kahneman sebagai alat bagi organisasi untuk mengatasi bias optimisme. Pendekatan premortem ialah latihan bagi tim untuk memprediksi are potensi kegagalan saat memulai proyek. Semua orang dalam satu tim diinstruksikan untuk membayangkan satu tahun dari sekarang dan proyek telah gagal. Mereka kemudian diinstruksikan untuk menulis apa yang salah dan mengapa. Dengan membuat skenario untuk anggota tim mempertimbangkan hasil negatif, kita dapat menahan pandangan picik dan terlalu percaya diri.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun