Mohon tunggu...
Tareq Albana
Tareq Albana Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Nominee of Best Citizen Journalism Kompasiana Awards 2019. || Mahasiswa Universitas Al-Azhar, Mesir. Jurusan Hadits dan Ilmu Hadits.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

3 Penyebab Banyak Orang Gagal Meraih Beasiswa Luar Negeri

9 April 2019   15:53 Diperbarui: 9 April 2019   20:55 2870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak ingin mendapatkan beasiswa luar negeri? Saya yakin bahwa semua pelajar Indonesia pastinya sangat ingin mendapat beasiswa untuk berkuliah di luar negeri.

Bagaimana tidak, bisa berkuliah di negara lain saya akui memang sangat menyenangkan. Kita bisa melihat segala sesuatu yang baru, mulai dari masyarakatnya, wilayah negaranya yang Indah bahkan yang sebelumnya hanya bisa kita lihat dari Internet saja. Selain itu kita bisa menikmati pendidikan yang biasanya lebih baik dari Negara kita, terlebih jika berkuliah di negara maju dan semua itu kita nikmati secara gratis.

Bagi saya pribadi, sebenarnya tidak masalah apakah tempat kita berkuliah itu negara maju atau berkembang, yang terpenting adalah kita sudah berhasil berkuliah di negara asing yang benar-benar baru bagi kita sendiri. Sehingga membuat kita banyak belajar hal baru dan tentunya pengalaman yang sangat berharga, secara gratis.

Hal inilah yang memotivasi puluhan ribu pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk berkuliah ke luar negeri. Terlihat setiap tahunnya mereka berbondong-bondong mencari info beasiswa ke luar negeri, mulai dari beasiswa Sarjana, Pasca Sarjana, Doktoral ataupun Post Doktoral.

Pilihan beasiswa yang bisa mereka pilih pun sangat banyak, mulai dari beasiswa LPDP, Australia Awards, Turkish Scholarship, Beasiswa Kemenag dan masih banyak lagi pilihan beasiswa yang tersedia.

Saya sudah akrab dengan dunia beasiswa sejak beberapa tahun belakangan, dimulai saat saya memimpin Organisasi Mahasiswa Minang se-dunia sejak tahun 2017 lalu, nama organisasinya adalah Ikatan Pelajar Minang Internasional (IPMI).

Selama memimpin organisasi tersebut, saya mendapatkan banyak pengalaman menarik mengenai dunia beasiswa luar negeri, karena ratusan anggota IPMI adalah para penerima beasiswa di puluhan negara di dunia. Lalu saya juga bertemu dengan ribuan siswa dan mahasiswa calon pelamar beasiswa saat mengadakan seminar-seminar study luar negeri di berbagai kota.

Pengalaman saya semakin bertambah banyak setelah mendirikan lembaga bimbingan beasiswa luar negeri online yang bernama Halo Beasiswa, hingga saat ini.

Selama membimbing ratusan siswa dan mahasiswa calon pelamar beasiswa luar negeri, baik saat memimpin IPMI ataupun di Halo Beasiswa, saya menemukan berbagai macam kesulitan umum yang dihadapi para calon pelamar beasiswa luar negeri.

Uniknya, kebanyakan para pelamar beasiswa tersebut memiliki satu kesulitan yang sama satu sama lainnya, dan ini selalu terulang setiap tahunnya tanpa terkecuali. Masalah yang umum dialami para calon penerima beasiswa ini ialah: Tidak Percaya Diri dan Pesimis.

Dua hal inilah yang sering saya temui pada acara seminar ataupun di kesempatan lainnya.

Terlihat sepele memang, namun sikap ketidakpercayaan diri ini serta diikuti dengan rasa pesimistis sebenarnya sangat mengganggu para pelamar beasiswa dalam menggapai mimpinya. Ini terlihat jelas saat saya berbincang dengan peserta seminar beasiswa luar negeri di beberapa kota di Sumatra Barat.

Peserta seminar yang saya temui tesebut mengaku tidak percaya diri untuk mengikuti seleksi beasiswa, bahkan mereka juga pesimis akan berhasil di seleksi beasiswa. Mengetahui hal tersebut, akhirnya saya dan teman-teman sepakat untuk menambah sesi motivasi disetiap seminar study luar negeri yang kami adakan, dengan harapan bisa meningkatkan rasa percaya diri dan optimisme para peserta seminar.

Sikap negatif ini berbahaya bagi pelamar beasiswa, jika tidak diatasi dengan cepat, maka akan membuat pelamar beasiswa mudah putus asa dan pesimisme, sehingga mereka tidak maksimal saat mengikuti rangkaian seleksi wawancara. 

Padahal Kepercayaan diri dan sikap Optimis adalah modal utama para pencari beasiswa untuk menggapai impiannya meraih beasiswa kuliah di luar negeri. Sikap percaya diri ini nantinya akan membantu mereka untuk lolos berbagai macam seleksi beasiswa.

Setelah ditelusuri, sebab dari rendahnya tingkat kepercayaan diri para pelamar beasiswa Indonesia ini tidak terlepas dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghinggapi mereka. Kebiasaan buruk inilah yang membuat mereka merasa tidak siap dalam menghadapi seleksi beasiswa.

Lalu pertanyaannya, apa saja kebiasaan buruk yang menghambat kita untuk mendapatkan beasiswa?

Disini akan saya terangkan beberapa kebiasaan buruk yang seringkali dilakukan oleh para pencari beasiswa, sehingga menghambat mereka untuk mendapatkan beasiswa luar negeri:

Malas Membaca dan Mencari Informasi Beasiswa
Rajin berselancar mencari info di Internet dan membaca semua informasi memang syarat mutlak jika ingin mendapatkan beasiswa, akan tetapi sebagian pencari beasiswa malas mencari dan membaca informasi, padahal semua info yang mereka butuhkan sudah tersedia di internet.

Tidak hanya itu, semua info beasiswa juga sudah banyak yang berbahasa Indonesia sehingga semakin memudahkan para pencari beasiswa untuk mencari tahu seluk beluk beasiswa yang ia inginkan.

Namun sebagian pencari beasiswa malas mencari informasi di internet, sehingga banyak diantara mereka yang ketinggalan informasi beasiswa.

Lalu ada juga pencari beasiswa yang ingin informasi instan yang bisa didapatkan dengan bertanya kepada orang lain. Memang tidak salah bertanya ke orang lain, akan tetapi banyak pencari beasiswa menanyakan hal-hal sepele yang sebenarnya bisa mereka dapatkan dengan mudah di mbah google.

Pertanyaan sepele yang sering saya dapatkan seperti berikut:

"Kak, apakah ada beasiswa kuliah ke Mesir?"
"Saya ingin ke Mesir, apa saja syaratnya kak?"
"Bagaimana cara mendaftar ke Mesir kak?"

Pertanyaan diatas itu bukan pertanyaan bersifat teknis dan bisa didapat dengan mudah, sehingga pertanyaan ini hanya akan menghabiskan energi orang yang kita tanyakan dan kita pun terkesan tidak serius mencari informasi .

Seharusnya, pertanyaan itu diajukan kepada orang lain setelah kita sudah berusaha mencari dan menemukan kesulitan. Sehingga mentor atau senior yang kita Tanyakan bisa memberi solusi yang tepat terhadap kesulitan tersebut.

Jadi bagi para pencari beasiswa, jangan bermalas-malasan mencari dan membaca Informasi beasiswa, agar kamu tidak ketinggalan informasi.

Terakhir saran dari saya, biasakan banyak membaca dari sekarang, karena jika kamu berhasil kuliah ke Luar Negeri, kamu akan dituntut membaca lebih banyak disana nantinya.

Jarang Melatih Kemampuan Berbahasa Asing
Kemampuan bahasa asing merupakan harga mati bagi setiap pemburu beasiswa. Hampir seluruh jenis beasiswa memberi syarat kemampuan bahasa asing setiap tahunnya, dan bahasa yang paling umum diminta sebagai adalah kemampuan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

Sebagian besar pencari beasiswa memang sudah bisa berbahasa Inggris baik pasif maupun aktif, bahkan sudah banyak pelajar SMA yang sudah memiliki sertifikat TOEFL atau IELTS. Namun sertifkat saja tidak cukup, pencari beasiswa harus tetap melatih kemampuan bahasa asingnya sembari menunggu hasil seleksi berkas keluar.

Karena kemampuan bahasa Inggris kita akan diuji secara lansung oleh pewawancara yang biasanya adalah Native Speaker atau orang asing yang berasal dari Negara tujuan kuliah kita. Terkadang Native speaker tersebut memberikan pertanyaan yang sulit dijawab saat tes wawacara, sehingga jika kita tidak memiliki kemampuan bahasa asing yang mumpuni, maka pertanyaan dari penguji tentunya akan sulit dijawab.

Salah seorang teman saya yang berhasil mendapatkan beasiswa ke Australia mengaku bahwa dia sudah melatih kembali kemampuan bahasa Inggrisnya 3 bulan sebelum pendaftaran beasiswa dibuka. Ia berlatih dengan temannya selama beberapa jam dalam sehari, sehingga dengan keteknunan ia melatih kemampuan bahasa Inggrisnya akhirnya teman saya ini berhasil mendapatkan beasiswa ke Australia.

Bagi kalian para pemburu beasiswa, jangan puas dengan sertifikat bahasa saja, namun teruslah berlatih sehingga kamu bisa maksimal ketika tes wawancara dan bisa meyakinkan penguji untuk meloloskan kamu ke Negara Impian.

Pasif, Minim Prestasi dan Minim Pengalaman Organisasi
Seluruh lembaga pemberi beasiswa memberikan beasiswa kepada anak muda Indonesia tentunya tidak sekedar member saja, namun mereka memiliki harapan agar para awardee atau penerima beasiswa ini bisa menjadi tokoh dan pemimpin bangsa di masa depan kelak.

Oleh karena itu, selain mensyaratkan kemampuan bahasa, lembaga pemberi beasiswa juga menginginkan para pendaftar beasiswa ini memiliki segudang prestasi dan keaktifan di berbagai event nasional maupun internasional.

Bagi kamu yang tidak memiliki prestasi akademik, jangan khawatir, kamu bisa memburu prestasi di luar akademik, seperti olahraga, music ataupun di bidang literasi. Tidak hanya itu, kamu juga bisa memperbanyak pengalaman organisasi dengan cara mengikuti berbagai kegiatan BEM di Kampus atau kegiatan volunteering social.

Salah seorang teman saya yang berhasil mendapatkan beasiswa kuliah ke Turki mengaku, bahwa salah satu penyebab ia lolos beasiswa turki karena ia sering mengikuti berbagai program volunteering membantu korban bencana semasa berkuliah, sehingga pengalaman menjadi relawan inilah yang membuatnya berhasil mendapatkan beasiswa.

Ada juga teman saya yang lain mendapatkan beasiswa ke Australia karena ia pernah mengikuti konferensi pemuda di Amerika Serikat. Ia mengaku bahwa pengalaman berkegiatan didalam forum internasional sangat membantu kita untuk mendapatkan beasiswa Magister ke Australia.

Pak Eko Prasetyo, direktur LPDP pernah mengungkapkan bahwa tidak masalah jika mahasiswa memiliki IP 3.0 asalkan pernah punya pengalaman sebagai ketua BEM Kampus, maka ia berpeluang mendapatkan beasiswa ke luar negeri yang disediakan oleh LPDP.

Itulah bukti kenapa pengalaman organisasi itu sangat penting dan berguna untuk membantu kita mendapatkan beasiswa. Karena pemberi beasiswa lebih percaya kepada orang yang punya berbagai pengalaman disbanding orang yang hanya sibuk belajar.

Karena selain akademik, yang dinilai dalam seleksi beasiswa adalah Sikap, kepedulian dan kepemimpinan, dan tiga hal tersebut bisa dibuktikan dengan rekam jejak karir organisasi kita.

Oleh sebab itu, saya menyarankan kepada para Mahasiswa, jika ingin melanjutkan studi Magister di luar negeri, maka perbanyaklah prestasi dan pengalaman organisasi, karena dua hal ini yang akan memudahkan kamu untuk mendapat beasiswa ke luar negeri.

Itulah 3 kebiasaan yang dapat menghambat impianmu berkuliah ke luar negeri. Kamu bisa berlatih untuk menghilangkan kebiasaan buruk itu mulai dari sekarang.

Selamat berjuang, semoga teman-teman semua bisa menggapai impiannya berkuliah di luar negeri dengan beasiswa, amin.

Tareq Albana, Kairo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun