Bandung.
Aku belum pernah menetap dalam jangka waktu panjang selain di kota ini.
Dulu sekali, aku sempat ingin pergi dalam rangka melarikan diri. Merasa bahwa kota ini telah tergenang cita yang tak dapat kuraih lagi. Rasanya tempat ini mendadak sempit dan udara bebas berkeliaran terasa sukar kuraih. Aku sesak nafas, dimana saja.
Pada akhirnya, aku memang tak kemana-mana, tetap disini seraya melihat tempat ini berbenah dan mengembangkan diri. Jalanan semakin padat, menyebrang di zebra cross saja sulit sekali, harus bertanding melawan kendaraan roda dua yang tak takut mati. Kota ini menjadi “kota-aku” dimana mereka mementingkan ke-aku-annya. Mengerikan.
Pernahkah kau merasa
Berdiri diri tempat yang sama
Seperti saat ini ku ada
Rindukan nyaman ku ingin sendiri pulang
Kemudian, aku disekelilingi oleh pendatang dari beragam penjuru negeri.
Sekilas aku menyoraki, namun aku iri.
Ada sesuatu yang mereka nanti: pulang.
Melepas rindu pada yang mereka sayang. Merasakan lagi suasana yang mengingatkan masa kecil, kenangan aroma kayu putih yang diusap ibu di rumah, dimarahi ayah karena pulang malam di tempat mereka pulang.
Ada sesuatu yang mereka harap: pulang.
Kembali bercanda tawa, bertengkar dengan anggota keluarga yang tak sering lagi mereka lakukan. Bertemu kekasih hati dan membayarnya dengan sejuta kecupan dan pelukan.
Hari ini sayang aku akan pulang
Berlabuh di dekap cintamu
Karna pelukmu akan selalu
Membuat diriku jatuh cinta
Kelak, aku ingin pulang.
Duduk manis di kursi kereta api lalu menelepon, “Halo sayang, nanti kita makan pecel ayam ya.”
Terinspirasi lagu Pulang dari Andien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H