Mohon tunggu...
Hasiati Kimia
Hasiati Kimia Mohon Tunggu... Penulis - Bukan seorang penulis profesional, tetapi menulis dapat membuka wawasanku

Banyak bermimpi dan mencoba langkah baru kadang selangkah mendekatkanmu dengan mimpumu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Rose RTC] Senyum September

15 September 2016   07:29 Diperbarui: 15 September 2016   16:34 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan menaiki angkot, Susi tetap mendampingiku sampai di pelabuhan dengan kapasitas muatan kapal 300 penumpang dan terbuat dari bahan viber. Dilema memang membiarkanmu mengantarku, disatu sisi khawatir bagaimana kau pulang nanti dan disisi lain senang karena kau tetap bersamaku hingga kapal akan meninggalkan tempatnya berlabuh.

Stom kapal berbunyi dua kali yang mengisyaratkan penumpang harus bersiap lantaran kapal akan berlayar. Tak tau aku harus berkata apa padamu, sejuta rasa dalam benak namun tak satupun yang tersirat dalam kata di lidah ini.

“jaga dirimu baik-baik” dan senyum termanis yang kau beri di pertemuan terakhir kita, merubah gurat galau di wajahku menjadi senyum tanggung kala tangan ini harus melepas genggamanmu di pelabuhan.

Rasa gelisah didalam kapal semenjak berlayar kali ini membuatku tak nyaman, senyummu selalu membayangi kala ku memejamkan mata. Hingga dua jam kemudian sebuah SMS menggetarkan ponsel genggamku.

Isi pesannya singkat dan jelas namun menghancurkan hidupku, ingin ku teriak tapi suara ini tertahan, kakiku lemas bagai tak bertulang hanya air mata dan perasaan seperti tercekik yang kuingat.

Hingga kapal berlabuh di kampung halamnku. Kaki ini bingung hendak melangkah ke mana? Tak mampu melangkah akupun terduduk di tepi pelabuhan, hingga ada suara yang menyadarkanku.

“ada apa Ren, kamu ngapain nangis disini?” Tanya Heno sahabat seperjuanganku saat kuliah dulu dengan wajah penuh khawatir.

Tak mampu berkata aku menyodorkan ponsel yang berisi pesan singkat dari Dewi adiknya Susi

Bang, Kak Susi udah nggak ada lagi.

Meninggal karena kecelakaan saat di angkot.

Entah bagaimana caranya, akupun sudah sampai dirumah. Heno menceritakan apa yang terjadi padaku kepada keluargaku, adiku yang paling bungsu langsung pingsan karena terkejut. Dia yang paling akrab dengan Susi sejak ku mengenalkannya kepada keluargaku. Apa yang keluargaku rencanakan aku sudah tak tahu, yang ada dalam pandanganku hanya senyumanmu saat melepas kepergianku di pelabuhan tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun