Ketiga, keterlibatan tokoh secara terbuka juga menjadi indikator kualitas demo dan kesungguhan, berbeda dengan aksi demo ada udang dibalik batu, dimana tokoh tidak memperlihatkan dirinya bahkan mereka membiayai secara tersembunyi. Demo seperti ini tentu kualitasnya dapat diukur apalagi oleh mereka masyarakat yang paham propaganda dan politik di negara tersebut.
Ketiga indikator ini sudah dapat mengetahui arah dan tujuan demo, apakah demo tersebut sebagai propaganda politik atau demo yang bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak.
Pada dasarnya demonstrasi massa yang kualitasnya standar itu hanya terjadi pada situasi pemegang mandat atau pemangku kewenangan yang wawasan dan pengetahuannya sempit dan mereka tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan publik secara bijaksana. Jika pemimpin atau pembuat kebijakan publik cerdas dan bijaksana tentu tidak ada tuntutan aksi demo karena pemimpinnya aspiratif dan keterlibatan rakyat dalam membuat keputusan sudah terpenuhi.
Oleh karena itulah maka kebiasaan demo massa yang besar terjadi pada negara yang pemimpinnya lemah atau harus menggadaikan rakyat. Dan kecenderungan tersebut tentu saja melanda negara-negara ketiga. Logikanya adalah pada masyarakat yang sejahtera langka terjadinya protes massal dan mereka tidak cukup waktu dan tidak ingin membuang energi untuk hal tersebut.
Kesimpulannya adalah demo hanya terjadi pada pemerintahan yang mis uderstanding dalam membuat kebijakan publiknya, pemerintah dalam kebijakannya yang bertentangan dengan kecenderungan sosial dan hal ini sebagai ciri-ciri negara tertinggal dan pemerintahan itu sebahagian besar sebagai pemerintahan yang dipimpin secara otokratif atau pimpinan utamanya lemah intelektualitasnya.
Apakah demonstrasi massa berpengaruh terhadap suatu pemerintah? Tentu saja berpengaruh besar terhadap kredibilitas kepercayaan publik meskipun secara konstitusi pemimpin utama pemerintahan tidak dipecat (impeact). Bahkan yang perlu diingat bahwa dua kali demo massa yang besar yang membawa issu kecenderungan sosial maka sesungguhnya pemerintah tersebut sudah tidak bisa berbuat dalam pembangunan rakyat Karena mereka sudah tidak mendapat kepercayaan rakyatnya secara kualitatif.
Biasanya pemimpin di negara dengan budaya sosial yang memelihara budaya malu akan mundur dan harga diri yang tinggi maka dengan sendirinya mereka terpaksa mengundurkan diri daripada membahayakan rakyat secara keseluruhan, Â tetapi di negara yang tidak memiliki budaya malu dan lemah sumber daya manusia kebangsaannya tentu tidak pernah ada kata mundur dalam jabatannya dan terus maju! kenapa? Karena tidak mampu berpikir tentang dampak kepemimpinan dengan sunber daya manusianya. Sebagai catatan penting lainnya adalah mereka mengutamakan jabatannya sendiri yakni "Kekuasaan daripada pembangunan rakyatnya".
Salam
Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H