Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Seiring dengan kebijakan pemerintah pusat tentang penundaan pilkada seiring itu pula kebijakan mengangkat kepala daerah menjadi suatu agenda besar di daerah terutama mereka yang memiliki hubungan dengan pemerintah pusat. Kalangan orang politik pemula yang melihat penunjukan PJ kepala daerah sebagai penunjukan teknis sebagaimana promosi jabatan dalam birokrasi.
Memang aneh juga memantau prilaku politisi pemula ini yang sepertinya tidak memahami kebijakan dalam politik. Yang sebenarnya krusial dalam indikasi politik pemerintah karena pada prinsipnya penempatan PJ kepala daerah adalah polise politik yang tidak berlaku sebagaimana lobby dalam pangkat dan jabatan birokrasi.
Lalu apa yang berlaku dalam negosiasi calon PJ dengan agen atau kaki tangan penguasa pusat yaitu: memfasilitasi pertemuan calon dengan petinggi politik di daerah. Indikatornya apa?Â
 Sanggup membayar mereka misalnya Rp.  50 juta kepada agen tersebut.  Belum lagi biaya yang disetor kemudian dalam proses penetapannya.  Lucunya hal ini dilakukan di warung-warung kaki lima di daerah yang mengesankan sebagaimana penjualan kacang goreng.Â
Kenapa hal ini bisa terjadi? Â
Pertama, Â Karena sistem kepemimipinan partai politik yang otokratif sehingga pimpinan partai politik daerah berprilaku sebagaimana mereka yang berjabatan birokratif dalam pemerintahan. Ibarat seorang pejabat pemerintah atau kepala kantor partai politik di daerah yang menjalankan semua kebijakan kantor pusat.
Kedua, Sistem kepemimpinan partai politik sentralistik dimana setiap keputusan pemerintah pusat yang berkaitan dengan partai politik maka pimpinan partai politik di daerah berkewajiban mengikuti agenda pusat, padahal partai politik di daerah seharusnya menjalankan agregasi kepentingan perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat daerah.
Ketiga, Pemahaman kekaderan partai politik yang lemah sehingga fungsi mereka terdegradasi dalam ruang lingkup birokrator yang sesungguhnya jauh dibawah pekerjaan politik.
Keempat, Â Pendidikan politik pada pimpinan politik daerah yang salah kaprah sehingga aktivitas politik hanya berkisar pada penguatan kekuasaan didaerah secara pragmatis, padahal kekuasaan politik partai ada pada sejauhmana advokasi warga masyarakat oleh cabang partai politik di daerah dan sejauhmana mereka memahami dan mendampingi masyarakat dalam menghadapi masalahnya.
Kelima, Â Kebiasaan partai politik didaerah yang hanya mencari celah dan peluang menekan masyarakat untuk bergantung kepadanya sehingga para elit politik daerah hidup secara mewah dengan memeras calon-calon pimpinan masyarakat, Â kemudian seterusnya pimpinan masyarakat tentu saja akan memeras masyarakat dengan kepentingannya yang akhirnya hidup mereka berbiaya tinggi yang berdampak pada masyarakat luas.
Begitulah kiranya awal dari kemerosotan moralitas berbangsa yang diawali oleh pelaku politik praktis karena masyarakat juga tergiur dengan jabatan pemerintahan yang dianggap memiliki fasilitas dan banyak menghasilkan uang yang terlepas dari halal dan haram, korup dan berbau negatif dalam mental dan moral negarawan.
Pada dasarnya kepala daerah adalah jabatan polise yang tidak dapat diurus sebagaimana jabatan aparatur birokrasi dan besaran sogok yang mereka berikan kepada kaki tangan pangambil keputusan dipusat sebagai kepala politik mereka di daerah. Jika sistem politik yang begini rupa maka tukang sapu pimpinan pusat akan jauh lebih berharga dari pimpinan daerah partai politik.
Awal kehancuran partai politik adalah akibat prilaku pimpinan partai politik di pusat yang korup kemudian kebijakan pengurus daerah dan prilakunya tentu saja berandil besar dalam melemahkan masyarakat daerah dan partai politik telah berubah menjadi sistem kekuasaan sebagai alat penjajahan masyarakat tanpa disadarinya.
Nah...oleh karena itu maka presiden sebagai penanggung jawab dalam pergantian dan penunjukan kepala daerah harus bisa menjelaskan kepada segenap lapisan masyarakat sampai ke daerah kenapa seseorang layak dipertimbangkan sebagai PJ kepala daerah.Â
Bagaimana presiden menjelaskannya sangat bergantung kepada bentuk komunikasi yang presiden dengan rakyat sehingga rakyat percaya terhadap kebijakan publik yang diberlakukannya dan semua itu akan memberi kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah pusat dan juga kepercayaan rakyat kepada pemerintah daerah.
Kebijakan penempatan PJ kepala daerah tentu harus terbuka dan kenapa keputusan itu dilakukan, apalagi biasanya seorang warga negara yang diposusikan dijabatan tersebut harus mengeluarkan seluruh energinya dalam berkompetisi sesama warga melasyarakat lainnya. Sementara PJ kepala daerah dengan peran dan fungsi yang sama hanya perlu melobby pemerintah pusat untuk penunjukannya.Â
Sungguh istimewa hak mereka dalam bernegara dan berwenang menunjuk mereka sudah tergolong sebagai kuasa pemilik negara ini dengan alasan apapun. Karena itulah maka cara atau sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara perlu nilai yang juga mempertimbangkan, kebersamaan, demokrasi dan kebangsaan, sehingga kepercayaan rakyat kepada pemerintah semakin meningkat.
Untuk apa nilai ini penting dalam kebijakan pengelolaan negara? Agar pemerintah tidak dilihat pemerintah sebagai alat kekuasaan yang mengatur rakyat sebagaimana cara perampok dan perampas yang memaksakan kehendaknya kepada sasaran atau sanderanya.
Salam
Gambar : istock
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H