Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Kepala daerah sesungguhnya memegang peranan yang sangat vital dan fatal dalam kepemimpinannya. Karena kemampuan dan keahlian merekalah yang bisa merubah masa depan masyarakat di daerahnya. Jika kepala daerah melempem tidak mampu berbuat banyak dan terbenam dalam birokrasi maka daerah juga akan mengalami stagnasi dalam pembangunan masyarakatnya.
Sebenarnya dengan diberi kesempatan mendirikan partai politik kepada masyarakat maka harusnya daerah juga sudah harus otonom yang sebenar-benarnya otonomi, bukan sebatas kamuplase dalam sistem negara. Daerah harus bisa menentukan nasibnya sendiri, Â karena dalam kepemimpinan mengandung nilai-nilai politik yang diwarnai oleh pemenang partai politiknya.
Karena itu suatu provinsi berhasil dan tidak berhasil akan bergantung penuh pada dominasi pemikiran beberapa partai politik di daerah tersebut. Hal ini akan menjadi ujian bagi pertai politik yang mendapat kepercayaan di daerah tersebut dan biasanya mereka akan menjadi pemenang pemilu. Lantas jika ada 34 daerah sebagaimana di Indonesia maka rakyat Indonesia bisa memberi penilaian dan evaluasi terhadap partai politik yang benar-benar memperjuangkan perubahan masa depan rakyat sebagaimana tujuan konstitusi negara yakni kesejahteraan rakyat.
Dari sejumlah provinsi tersebut jika ada salah satu atau beberapa parovinsi mengalami kemajuan yang baik maka sebenarnya disinilah masyarakat bisa memberi penilaian terhadap kemampuan sumber daya manusia dalam partai politik dimaksud dan dari sanalah lahirnya akumulasi kepercayaan rakyat terhadap partai politik itu untuk dipercayakan pada kepemimpinan yang lebih besar yakni Negara dan partai itulah yang paling layak dipercaya untuk menjadi presiden.
Oleh karena itu kepercayaan rakyat sesungguhnya harus bisa dimanage secara baik tidak boleh centang perenang tanpa indikator dalam memberikan kepercayaan kepada para pemimpin politik. Jika ada kader mereka yang memimpin daerah dan gagal maka sudah sewajarnya menjadi catatan rakyat terhadap pertai politik tersebut dimana mereka menjadi partai politik yang tidak bisa dipercaya.
Namun kebiasaan yang terjadi masyarakat tidak memiliki pandangan terhadap politik dalam soalan ini maka pada akhirnya masyarakat berkesimpulan bahwa semua partai sama saja dan semua dianggap tidak becus dan hanya mengeksploitasi pemilih atau rakyat. Karena itu kepala daerahpun mereka tidak peduli dari partai politik mana mereka berasal dan kesuksesan serta kegagalan dianggap sebagai pekerjaan personal kepala daerah itu sendiri. Padahal politik di daerah tidak berdiri sendiri, jika kita rakyat ingin merubah daerah sesungguhnya perlu mencermati partai politik baik di daerah maupun dipusat dengan materi sumber daya manusianya.
Jika masyarakat bisa dan mampu melakukan evaluasi maka partai politik tidak akan sembarangan dalam mengurus rakyat di daerah karena akan mempengaruhi kepercayaan kepada partai politiknya, dimana kemudian pimpinan pusat harus menegur dan meluruskan jalan mereka di daerah agar rakyat tidak menghukum partai politik kepala daerah yang bersangkutan yang mempengaruhi kredibilitasnya di daerah-daerah lain.
Jika tidak ada evaluasi dari rakyat maka akan sulit bagi rakyat untuk menentukan pilihan terhadap pertai politik karena indikasinya tidak pernah ditemukan. Sehingga rakyat dalam melihat partai politik ibarat melihat tinta hitam yang mereka tidak bisa membedakannya. Karena itulah maka terhadap semua kader partai politik masyarakat berpandangan minus. Berikutnya karena cara melihat partai politik seperti diatas maka rakyat juga hanya mengukur keseriusan dan kepatutan partai, caleg, serta calon kepala daerah dengan besaran uang yang diberikan kepadanya. Dimana dalam konteks ini adalah korupsi. Karena itulah kemudian rakyat disuatu daerah dan negara menjadi korup.
Lalu mari kita lihat apa yang dikerjakan oleh kepala daerah dalam membangun daerahnya melalui kepala-kepala dinas (SKPA) Â yang seolah-olah setelah dipilih oleh kepala daerah mampu dan cakap dalam menjalankan tugasnya.
Pertama, kepala daerah mengadakan atau mengumpulkan kepala dinas kemudian kepada mereka diserahkan pagu anggaran masing-masing kepala dinas. Kemudian sekaligus kepala daerah memberi batas waktu untuk membuat usulan kegiatan pembangunannya sesuai bidang masing-masing.