Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemimpin dan Partai Politik Lemah Menyeret Agama sebagai Alat Politik

29 Januari 2022   23:46 Diperbarui: 29 Januari 2022   23:50 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Ada banyak cara para pimpinan politik menghidupkan pengaruhnya untuk merebut kekuasaan dalam suatu negara. Mereka yang memiliki ilmu politik yang dalam tentu akan menggunakan ilmu politiknya secara optimal dan mengajarkan pengikutnya dengan ilmu politik yang tujuan utamanya merebut kekuasaan.

Perhatikanlah mereka yang berasal dari militer tentu saja  akan menggunakan sistem komando dalam berpolitik,  manajemen yang mereka gunakan mudah ditebak tentu saja mereka mengajak rakyat menjadi anak buahnya atau orang yang kapan saja bisa diperintahkan untuk mencapai tujuan organisasi politiknya. Lalu apa saja modal (politic of capital) yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain supaya mengikuti tujuan politiknya, antara lain sebagai berikut :

Pertama, sebahagian mereka berangkat dari latar belakang tentara berprestasi dan sukses memperoleh peran dan finansial dalam hidupnya. Biasanya dilalui melalui berbagai jabatan dalam birokrasi ketentaraannya. Dari pelaksanaan tugas-tugas disetiap jabatan itu mereka memiliki bawahan yang dalam hukum militer disamakan dengan anak buah atau yang mengikuti perintahnya. Setelah sampai dipuncak karirnya tentara ini masuk dalam tataran sebagai salah seorang pembuat keputusan dalam negara (Desicion Maker) tentu saja pada bidang tugasnya keamanan nasional.

Mulai dari pangkat Kapiten, Mayor dan seterusnya hingga Jenderal ia mengumpulkan anak buah yang setia dan berjasa kepadanya. Dari akumulasi pengikutnya yang banyak kemudian ia berpikir untuk lebih berkuasa (kecenderungan alami manusia). Ketika harga dirinya terganggu, ketika kenayamanannya terusik, ketika ia kurang dihargai maka sudah pasti timbul keinginan untuk membangun politik untuk bisa berperan optimal dalam making desicion dalam suatu negara. Lalu sudah pasti ia akan mencari jalan yang praktis untuk kekuasaan politik. Dari situlah kebanyakan petinggi militer di Indonesia mendirikan partai politik atau menguasai partai politik. Kecenderungan seperti ini terjadi tidak hanya dinegara kita tetapi disemua negara yang kepemimpinan sipilnya lemah. Para petinggi militer ini melihat masih berpeluang rakyat itu diperintah dengan sistem komando (Military Sistem).

Kedua, di negara-negara yang politik sipilnya maju pengikut politik itu berada pada tataran pemikiran bagaimana logika membangun bangsa dan negara yang kuat dengan kesadaran, tanpa memaksakan kehendak tetapi akumulasi pemikiran yang membentuk suatu kepercayaan (trust).

Pemikir sipil dalam politik hanya berpikir tentang pembangunan kepercayaan (trust building) publik dengan kesadaran kepentingan bersama. Dimana keberadaan suatu bangsa dan negara dapat digunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat. Dengan pemikiran dan ilmu ini mereka mengajak rakyat merebut kekuasaan atas kepercayaan (trust)  terhadap dirinya.

Sipil yang bagaimana yang sampai pada tahapan politik dan mendirikan partai politik? Tentu saja mereka yang terlibat dalam organisasi dan cukup memahami kekuasaan dan ilmu politik. Kemudian mereka memiliki keahlian yang bisa membantu kehidupan banyak orang untuk memperbaiki kondisi hidupnya.

Sementara tahapan proses yang membentuknya tidak ubahnya sebagaimana birokrasi yang dilalui dalam militer. Mereka juga biasanya menguasai ilmu tatanegara, menguasai juga ilmu legislatif yang baik, sehingga konsentrasi mereka hanya pada kualitas untuk membangun kesejahteraan sosial secara terbuka dan tentu mereka memiliki strategi dan trik dalam pengembangan sosial yang lebih baik. Karena mereka memahami kondisi sosial dan permasalahannya pada substansinya maka mereka biasanya memiliki tujuan dalam perubahan sosial yang paling kuat diantara elemen lain yang menjadi pemimpin politik.

Ketiga, Berangkat dari seseorang yang memiliki kekayaan yang besar dan minatnya berkuasa lebih leluasa lalu mereka mendirikan partai politik. Lantas bagaimana mereka pengaruihi rakyat, atau apa alat yang digunakan untuk mengajak orang lain mengikutimya dalam politik? Tentu saja fasilitas dan uang yang mereka bisa melakukan pengabdian, berbuat untuk kepentingan sosial, namun orang-orang mengikuti dirinya karena ingin memperolah uang dari politiknya. Nah ketika ia tidak mampu memberi pada akhirnya para pengikutnya juga hilang bahkan berbalik menyerangnya dan menganggap mereka pelit.

Keempat, seorang pemimpin politik yang ingin mempengaruhi pemilih dengan cara praktis dan berbiaya sangat murah bahkan gratis. Mereka mempelajari fenomena sosial dan melihat keterikatan masyarakat dan kecenderungannya. Biasanya mereka mempelajari budaya,  adat istiadat dan agama adalah issu yang paling depan dan sangat mudah dipengaruhi dan dipadukan dengan kepentingan politiknya.

Para pemimpin politik seperti ini akan menggunakan fasilitas sosial yang biasanya menjadi bahagian dari fasilitas agama yang kemudian secara bertahap mereka distorsikan menjadi alat politiknya. Mereka akan menyerukan sikap primordialis yang kental sebagai suatu ikatan yang solid. Padahal ikatan tersebut lebih sebagai jembatan mereka dalam pencapaian tujuan politiknya. Ketika tujuan tercapai maka hanya nasib pemain politiklah yang berubah,  sementara para pengikut biasanya akan dibuat kecewa.

Tau, kenapa? Karena sebahagian besar politisi yang bergabung dalam partai seperti ini bukanlah orang-orang produktif dalam menjalani usaha-usaha dalam prosesi menghadapi hidup, mereka diuntungkan oleh persatuan organisasi induknya yang berafiliasi dan mengedepankan agama bahkan dengan dalih memperkuat agama mereka memperoleh pendapatannya.

Politik sebagai tahapan advance dalam perjuangan karirnya untuk mencapai hidup mapan. Sementara pemikiran mereka hanya berorientasi pada agama dalam jualan politiknya. Seharusnya jika mereka beragama secara baik dan benar maka nilai-nilai agama yang harus mereka tanamkan kepada dirinya dan masyarakat dalam bernegara, bukan dengan cara menggunakan agama sebagai tameng untuk mengharuskan orang mendukungnya. Karena sebenarnya prilaku seperti ini tergolong juga munafik (hipokrit).

Diantara keempat elemen pemimpin partai politik tersebut yang berada dalam negara yang lebih sejahtera (negara maju) dimana masyarakatnya rata-rata sudah tergolong mapan dan cerdas, kemudian kecenderungan pemimpin politik atau partai politik tersebut bertahan di negara yang sudah merdeka dalam waktu yang lama. Dinegara yang masyarakatnya sudah lebih lama bernegara dan masyarakatnya melek politik hanya ada dua elemen pimpinan politik atau latar bdlakang partai politik, yaitu :

pertama, orang kaya yang uangnya sudah lebih dari cukup dimana negara bisa saja bergantung kepadanya melalui pinjaman (loan) atau hibah (grand).

Kedua, adalah mereka yang berasal dari sipil yang melalui organisasi politik dan suatu keahlian sehingga banyak membantu orang atau masyarakat dalam kehidupannya.

Kenapa hanya dua jenis partai politik dan pemimpin politik yang bisa establish dinegara maju dan negara yang sudah lama merdeka? Karena masyarakatnya tidak bisa lagi dipengaruhi dengan "Sentimen" politik tetapi mereka butuh kepastian dan logika pemenuhan janjinya. Sedikit sekali masyarakat di negara maju percaya pada kampanye politik yang menghadapkan syurga dan neraka (heaven and hell) tetapi orientasi mereka lebih kepada logika dan pemikiran yang rasional tentang tahapan pencapaian kesejahteraan hidup rakyat dalam bernegara.

Lalu, apakah mereka tidak beragama? Mereka bahkan lebih taat dalam ibadahnya dan mereka lebih kuat dalam kepercayaannya tetapi mereka beragama secara substantif dan fokus untuk berkomunikasi dengan tuhan bukan sekedar memperlihatkan kepada manusia lain bahwa mereka paling taat. Namun kualitas ketaatan mereka hanya dapat diukur dengan prilakunya yang baik dan penuh pertimbangan untuk kebaikan hidupnya.

Salam

Gambar : paradise (Pixels) 


 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun