Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Banyak tulisan politik yang senantiasa kita baca terutama yang membaca artikel politik. Penulis biasanya mengangkat seorang pemimpin partai politik atau tokoh politik dan menjelaskan siapa yang ditulis tersebut dengan mengetahui informasi dan pemikiran tokoh dan pimpinan politik baik dari biodatanya maupun pernah mewawancarainya.
Pertanyaannya, apakah tulisan itu sebagai bentuk dukungan politiknya kepada tokoh politik atau pemimpin partai politik tersebut? Bisa saja benar dan bisa saja salah anda menilainya, karena setingkat propaganda politik kualitas rendah saja sebahagian besar tidak mampu membacanya apalagi propaganda politik yang kualitasnya lebih tinggi.
Ilustrasinya begini lho, jika penulis memiliki wawasan yang luas bahkan diatas pemimpin partai politik maka bisa saja politisi partai politik dan pembaca tidak akan cukup paham tentang arah penulisan artikel politik dimaksud.
Apalagi para politisi hanya mambaca satu atau dua tulisan para penulis artikel politik yang memang memiliki wawasan luas tentang politik. Maka para politisi perlu mencermati tulisan-tulisan penulis artikel politik agar mereka memahami maksud dan tujuan penulisan.
Misalnya seorang penulis pada minggu yang lalu mengangkat dan memuji seseorang pemimpin partai politik kemudian minggu berikutnya menulis dan memuji pemimpin partai politik atau tokoh politik lainnya yang justru bertentangan ideology diantara mereka. Hal ini bisa saja bermuara kepada politik riak atau mencari respon masyarakat terhadap tokoh-tokoh pimpinan partai politik. Tentu hal ini tidak berbeda dengan strategi politik riak yang dibuat oleh pimpinan partai politik itu sendiri untuk mengukur sejauhmana penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap proses rencana politiknya.
Kalau anda mengambil kesimpulan bahwa tulisan itu sebagai sikap politiknya maka anda sedang salah menilai artikel politik dimaksud. Karena anda sudah menganggap penulis juga melakukan politik pragmatis sebagaimana prilaku kader partai politik di negeri kita.
Mengangkat tokoh pimpinan partai politik bisa saja bagi penulis untuk mengadu sikap dan keseriusan mereka dalam melaksanakan komitmen politik kepada masyarakat. Berikutnya mengangkat pimpinan partai politik yang sedang berkuasa dan yang berpikir dan bertindak oposisi mungkin saja penulis ingin keseimbangan dan menghadirkan wacana demokrasi yang benar dan kepemimpinan yang terbuka.
Maka jangan pernah menilai penulis artikel politik dari apa yang disampaikan dalam tulisannya. Tetapi pantau dan lihatlah dengan kacamata yang lebih luas.
Berikutnya ada perbedaan kualitas politik antara para demagog dan pemimpin politik, bahwa para demagog mengukur pekerjaan politik hanya sebatas penyediaan dan penentuan tempat melaksanakan rapat sebagai suatu poin politik yang cukup berharga untuk pengambilan keputusan politik. Padahal bagi mereka yang memang mentalitas politisi dan memiliki wawasan dalam ilmu politik maka penyediaan tempat rapat oleh seseorang bukanlah hal yang harus diperhitungkan sebagai poin politik, apalagi mereka menjual hal itu sebagai kontribusi yang sangat menentukan keputusan politik.
Berbagai macam prilaku orang politik yang pemikirannya datar dalam politik. Misalnya mengundang rapat dirumahnya, bisa saja dianggap sebagai menguasai seseorang atau sekelompok orang yang kemudian ia jadikan alat untuk meyakinkan pemilih atau atasannya. Sementara bagi kalangan politisi yang benar sama sekali tidak akan mempolitisir sekedar tempat mengadakan pertemuan tersebut. Seorang pemimpin politik yang berilmu tidak akan menolak ketika diundang pada suatu tempat asalkan pertemuan bisa dilaksanakan sekaligus silaturrahmi, karena substansinya lebih kepada faktor pembahasan dan pemikiran politik bukan fasilitas dan lain-lain sebagaimana pikiran para demagog. Pemimpin yang memahami politik secara mendalam juga tidak akan bersentimen dan berpolitik dalam urusan yang kecil-kecil, misalnya menolak undangan teman untuk datang ke rumah. Tapi mereka yang mentalitas demagog bisa saja memutar informasi dengan fitnah dan menyampaikan informasi sesat kepada pimpinan pusat.