Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembunuhan Karakter terhadap Prof. Amien Rais Sudah Lama Terjadi, Sejalan dengan Pembodohan Rakyat Dalam Politik

19 Maret 2021   13:31 Diperbarui: 19 Maret 2021   22:01 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecerdasan seorang pemimpin politik diharapkan untuk berjuang bagi hak-hak politik masyarakat. Memang tidak mudah kita dapatkan di suatu negeri. Karena mereka akan berhadapan dengan resiko dan pendhaliman oleh penguasa politik yang telah dipercaya rakyat.

Terkadang penghargaan tokoh politik rakyat juga tidak pernah setimpal dengan pekerjaan mereka, maka perubahan suatu bangsa sulit dicapai bahkan membutuhkan waktu ratusan tahun bahkan abad sebagaimana sejarah bangsa-bangsa di dunia.

Tulisan ini bertujuan meluruskan pemikiran terhadap tokoh atau pemimpin politik yang berjuang untuk perubahan rakyat yang dibunuh karakternya. Penulis menyampaikan logika dengan pemantauan terhadap kredibilitas seorang Profesor Politik Lulusan Perguruan Tinggi Al-Azhar University, Cairo, Mesir (1981) Chicago University, Chicago, USA (1984) George Washington University (postdoctoral degree, 1988-1989) dan kiprah politiknya berorientasi pada penguatan politik ummat Islam dunia, yaitu Prof. Amien Rais.

Dalam salah satu teori politik disebutkan masyarakat pemilih tidak pernah berterimakasih, jika hari ini anda memberikan sesuatu (dalam parspektif politik) besok dan lusa anda bisa menyajikan apa lagi?

Maka partai politik harus bisa terus memberi harapan untuk mencapai tahapan perbaikan hidup kepada pemilihnya. Hal ini menjadi sesuatu yang aneh bagi pemilih awam karena dianggap memberikan harapan. Padahal setiap hari masyarakat menyaksikan para politisi menyampaikan pendapat dan sikapnya yang ringkas melalui statemennya di media sosial. Itulah sesungguhnya bahagian dari harapan yang tidak pernah disadari oleh pemilih apalagi mereka menyimpan dan mempermasalahkannya bahkan masyarakat cuek dan tidak peduli dengan statement politik para politisi.

Maksudnya bagaimana? Misalnya presiden membuat kebijakan publik yang bertentangan dengan rakyat, maka para pemimpin lain dibutuhkan sikap yang menentang atau berbeda haluan maka sesungguhnya mereka sedang menyampaikan bahwa jika kepemimpinan politik pada kekuasaan presiden maka mereka tidak akan membuat dan melakukan pekerjaan seperti itu. Perihal bagaimana mereka akan melakukan mereka tidak perlu menyampaikannya karena hal itu tugasnya mereka yang menduduki jabatan tersebut, itulah kritik dan mentalitas oposisi secara normatif.

Tetapi pertanyaannya, apakah rakyat secara dominan paham yang dilakukan oleh pemimpin politik dan para politisi?

Kalau rakyat paham tidak mungkin para politisi diam dan tidak membela rakyat. Karena mereka akan kuatir pada pemilu rakyat tidak memilihnya. Tapi realita politik di negeri kita bagaimana? Ya tentu saja terbalik dari ilmu politik yang sesungguhnya. Justru karena itu orang berpolitik tidak ubahnya seperti jaringan bekerja pada pemerintah karena jika tidak begitu mereka tidak mendapatkan bahagian dan fasilitas negara bahkan mereka akan kesulitan berpolitik dengan cara menyogok rakyat.

Bagaimana dengan Prof. Amien Rais?

Amien Rais berpolitik membela hak-hak rakyat sehingga penataan negara menjadi normal sebagaimana ilmu politik dan ilmu negara yang benar sebagaimana teori, ilmu dan pilihan yang sulit dengan kondisi rakyat Indonesia.

Sehingga pemahaman rakyat yang kabur dalam politik dan bernegara apalagi buta politik mengganggap Amien Rais membuat kekacauan dengan pembelaan-pembelaannya terhadap kelompok politik yang tertindas dan hak rakyat yang terdhalimi. Apalagi rakyat tidak terbudayakan dengan sistem politik demokrasi yang terselewengkan oleh pemimpin politik di negeri ini.

Lalu, sulit dipahami oleh masyarakat umum tentang apa? Misalnya hak untuk memperoleh perhatian dan perlindungan  pemerintah dalam pembangunan, hak partisipatif, hak orang miskin dan kaum terlantar, hak menyampaikan pendapat secara bebas, hak kenyamanan rakyat, hak pembangunan sosiologis rakyat. Penulis yakin bangsa ini belum sampai kasana. Jika tidak demikian tentu tidak mungkin rakyat dan pemimpin pemerintah sering tidak solid dalam membangun negeri ini.

Tidak solid bagaimana? Jadi begini, Perhatikanlah atau pelajarilah bahwa setiap rezim berkuasa selalu saja menimbulkan pertentangan dengan pemuka masyarakat Islam yang dominan di Indonesia. Fenomenanya apa? Mulai demo besar-besaran, masalah dalam kehidupan yang tidak dipedulikan pemerintah sebagaimana bangsa lain, bahkan hingga menimbulkan people power dalam anti sikap terhadap penguasa. Hal ini belum juga menjadi catatan rakyat dalam politik.

Pertanyaannya, Tetapi sudah ditempatkan Wapres dari kalangan ulama? Jawabnya adalah ulama tidak memahami sepenuhnya politik sosial, mereka rata-rata tidak keluar untuk mempelajari ideologi, sehingga mereka hanya menjadi obligasi moral. Bahkan kelemahan dalam politik pada tokoh masyarakat dapat menjadi alat penjajah yang efektif juga bisa membodohi rakyat. Ibarat seorang petinju yang ibunya di ancam, jika dia tidak mengalah. Begitu logika politiknya maka politik jangan sampai rakyat terbodohi dengan simbolik.

Lihatlah bagaimana pemimpin bangsa lain mendeteksi sumber masalah rakyatnya, mereka membangun manajemen untuk mengawal rakyatnya dalam berbagai sisi hidupnya, mereka akan dipertanyakan apakah mereka yakin dengan kondisinya jika apatatur pemerintah pergi darinya? Jika tidak yakin mereka akan tetap mengawal jika sudah yakin benar barulah polisi atau intelijennya pergi. Hal ini juga bisa disaksikan dalam film luar bukan hanya dengan membaca buku.

Gerakan-gerakan politik yang dilakukan oleh Amien Rais dalam membangun kekuatan politik rakyat dan sedikit dari kadernya dan rakyat yang memahami, maka akhirnya Amien Rais sendirilah yang menjadi korban dalam politik. Padahal Amien Rais telah membuat perubahan besar untuk merubah rakyat Indonesia dalam menata negara ini dengan berbagai konsep politiknya ditengah kehidupan rakyat dalam sistem yang feodalisme yang mendewakan raja.

Tetapi memang sulit menjelaskan kepada masyarakat awam tentang kelemahan sistem kerajaan dan menempatkan manusia dalam hukum rimba. Jaman dahulu mungkin masih sesuai karena wawasan sosial masih sangat lemah dan belum merata. Tapi setelah ditemukan sistem penataan negara dan masyarakat yang lebih baik maka sistem kerajaan dan pola-pola kerjanya harus ditinggalkan karena dapat melemahkan pengembangan manusia. Tidak yakin dengan hal tersebut?

Lihatlah negara-negara yang menganut sistem kerajaan, para raja atau kekuasaan yang turun temurun itu hanya diberi kewenangan secara simbolik dalam kepemimpinan pemerintahan dan mereka mendapat fasilitas jaminan hidup yang nyaman tanpa masalah dengan uang dan fasilitas. Tetapi yang mengurus pemerintahan atau kepala pemerintahan atau yang berpolitik adalah Perdana Menteri. Jika disuatu negara yang dikuasai suatu rezim politik dengan wacana presiden seumur hidup tidak berbeda dengan mengembalikan sistem kerajaan yang justru paling lemah di dunia, Kenapa?

Karena sistem kerajaan memiliki perangkat perdana menteri sebagai pemimpin, sedangkan presiden seumur hidup adalah raja dari segala raja karena berkuasa atas rakyat dan pemerintahan secara absolut sebagaimana Firaun dan Namrud. Jika rakyat tidak menyoalkan dan hal ini terjadi maka rakyat Indonesia sedang proses menuju jaman batu kembali.

Dinegara Indonesia hal ini kemudian disoalkan oleh Prof. Amien Rais dan ribut dan ramailah menanggapinya. Warag yang pintar dan paham akan mendukung, warga yang bodoh dan menjilat penguasa akan melawan bahkan membunuh karakter Amien Rais dengan opini-opini sebagai pengacau.

Padahal secara logika orang berpolitik dan bermental pemimpin tentu akan mengganggu kenyamanan politik mereka yang berkuasa, sedangkan mereka menyebut diri sebagai politisi yang sesungguhnya tidak berpolitik tetapi sekedar berdagang dan bekerja pada pemerintah, maka mereka akan diam dan mencari aman dengan mendapat manfaat dari penguasa dan ingat mereka senantiasa menyogok rakyat untuk sekedar bertahan dalam jabatannya. Terus hingga kapan? Hingga seumur negara atau hingga negara itu bubar karena bangkrut dan dijajah bangsa lain. Terus nasib mereka bagaimana? yach mereka memang mentalitasnya budak dan dari dulu juga hidupnya memang dalam sistem penjajahan dan mereka aman karena posisinya sebagai tuan demang meski penjajah bangsanya silih berganti baik dijajah oleh bangsa sendiri maupun bangsa asing.

Sistem inilah yang ditentang oleh Prof. Amien Rais dalam aktivitas politiknya sehingga ia banyak menyoalkan perkara-perkara publik yang dalam kajian keilmuan politik normatif jelas berseberangan.

Karena sikap dan ilmunya tersebut Amien Rais menjadi penghalang dalam berbagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse power) yang masyarakat umum dan para politisi birokrasi tidak cukup memahaminya. Karena pemahaman politik dikalangan ini hanya bekerja pada negara bukan kapasitas kepemimpinan suatu bangsa dan negara.

Lalu, apa resiko yang paling berpotensi diterima oleh sosok pemimpin politik perubahan seperti Prof. Amien Rais?

Pertama, pembunuhan karakter (character assassination), yang memposisikan obyek sebagai pengacau, pemberontak, pengganggu dan opini itu dimanage secara sempurna. Siapa yang melakukannya? Lembaga yang memiliki cukup alat untuk itu selevel organisasi pemerintah.

Kedua, membodohi masyarakat dengan menyogok dengan bantuan populis untuk membangun sikap anti tesis untuk menjawab pemikiran pembawa perubahan.

Ketiga, menyogok dan berkonspirasi dengan kader politiknya yang bermental pengkhianat yang sikapnya bisa ditukar dengan uang dan jabatan.

Keempat, menyekap atau mengendalikan orang dekatnya atau pemimpin partai politiknya dengan menyimpan rahasia kebobrokan sebagai bom waktu.

Kelima, mencari orang-orang yang merasa dirugikan baik dari dalam maupun masyarakat diluar untuk membangun opini yang melemahkan atau menyepelekannya.

Begitulah pola pembunuhan karakter seorang pemimpin atau tokoh politik rakyat dalam politik pragmatis yang melakukan segala cara. Pemimpin yang melakukan ini tergolong politisi kelas demagog yang lebih membutuhkan popularitas dan simpati rakyat semata sementara pembangunan rakyat sebagaimana konstitusi negara tidak pernah bisa dicapainya.

Salam

Gambar : mainotes.com dan Amien Rais Official

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun