Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Joko Widodo adalah presiden pertama yang dipilih oleh rakyat dari kalangan rakyat sipil dan masyarakat biasa bukan dari kalangan bangsawan politik Indonesia. Sepantasnya masyarakat perlu mengawal secara baik agar budaya ini dapat dipelihara sehingga dimasa yang akan datang kepercayaan politik terhadap rakyat sipil ini dapat diteruskan oleh warga masyarakat lain untuk menjadi presiden Indonesia.
Budaya baru bagi masyarakat Indonesia ini adalah suatu kemajuan demokrasi dalam tataran cara pandang masyarakat terhadap pemimpinnya dari rakyat biasa.
Pada dasarnya sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, dimana bangsa dan negara ini dalam kepemimpinan rakyat sipil dengan menempatkan Soekarno sebagai presiden pertamanya. Demikian pula demokrasi sudah seharusnya menjadi makanan utama rakyat sebagaimana konstitusi negara yang dirancang oleh funding fathernya.
Keberadaan presiden dari kalanngan rakyat sipil ini tentunya dapat menjadi preseden buruk apabila prilaku dan kebijakan presiden yang dipercayakan rakyat dimaksud tidak cukup paham memperlakukan rakyat, apalagi sikapnya menunjukkan gejala positif dalam sistem kepemimpinan militeristik.
Faktor pertimbangan pemilih dalam persepsi sipil militer besar pengaruhnya, bisa jadi sebagai proses uji dari ketahanan kepemimpinan sipil, karena diperiode reformasipun yang sebelumnya masyarakat masih saja memilih pemimpin dari kalangan militer yakni Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Padahal 32 tahun Indonesia dipimpin Jenderal Soeharto dengan sistem kepemimpinan yang otoritarian.
Dalam perspektif kader militer hanya Prabowo Subianto yang diproyeksi sejak awal namun masih mangalami kegagalan dalam mencapai kursi presiden dan berhasil dipotong kalangan rakyat sipil yang bernama Joko widodo.
Karir politik Jokowi boleh disebut hampir sempurna, yaitu dari mulai Walikota Solo, Gubernur DKI dan Presiden dalam waktu yang cukup singkat karena perjalanannya tidak melalui petinggi negara atau belum dikenal dalam perpolitikan nasional sebelumnya.
Merawat budaya kepemimpinan sipil tersebut maka setidaknya Jokowi dan rakyat perlu bekerjasama secara baik agar kepemimpinannya tidak terdegradasi dalam sistem yang justru berlawanan dengan masyarakat sipil itu sendiri.
Jangan sampai kepemimpinan sipil justru militeristik, sementara kepemimpinan dari kalangan militer justru civilian dan karena itu akhirnya sipil tidak bisa diharap dan rakyat kembali kemasa lalu untuk lebih percaya kepada kalangan militer untuk memimpin negaranya.
Salah satu alat terbesar dalam membangun rakyat sipil yang dimiliki presiden Jokowi adalah yang penulis sampaikan diatas, dan hal ini akan menjadi sejarah dalam kepemimpinan pembangunan rakyat. Karena dalam sejarah pembangunan bangsa di dunia orang atau pemimpin jahat dan pemimpin baik sama populernya dan diingat oleh rakyat dimasa depan menjadi pelajaran sejarahnya.