Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Jangan bangga anda yang punya saudara bupati atau punya pimpinan partai politik menjabat bupati yang mengancam dalam politik dengan santet. Hal ini sebagaimana ancaman santet oleh bupati lebak yang ketua partai Demokrat Banten kepada Moeldoko. Karena santet itu bukan pekerjaan politik orang beradab apalagi pemimpin masyarakat. Pekerjaan itu memalukan menurut penulis.
Meskipun politik kita masih dalam batasan tontonan sebagaimana menonton sinetron bagi masyarakat tentu tidak menarik. Selain merugikan masyarakat karena kali ini terjadi untuk Moeldoko kedepan akan mengancam warga masyarakat lain. Disamping itu juga tidak menarik menjadi tontonan masyarakat apalagi untuk pendidikan politiknya.
Bila saya pimpinan parpolnya maka saya akan berikan peringatan keras dan terbuka, supaya dia meminta maaf kepada rakyat. Karena hal itu adalah aib dalam syaratnya sebagai warga negara Republik Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi tidak ada satu agamapun di negara ini yang membolehkan ummatnya berkawan dengan syaitan. Dalam Islam jika seseorang menganggap setan mampu berkehendak dan orang itu memohon kepada setan digolongkan syirik atau menduakan tuhan.
Jika kita bandingkan dengan pekerjaan politik Moeldoko yang diancamnya karena dianggap merebut partai Demokrat maka politik bupati perempuan cantik ini justru cukup lebih rusak parah, bahkan rela berkawan dengan syaitan yang nyata musuhnya dalam ajaran agama. Jadi bupati ini menafikan agama dalam politiknya.
Gawat atau parah? Benar atau betul?
Maka orang politik jangan bicara sembarang memperlihatkan sebagai heroik kepada pimpinan partai politik dan masyarakatnya tapi sesungguhnya dia justru sedang melemahkan dan marusak perjuangan partainya. Kalau ia dipihak AHY, pasti AHY akan keberatan dengan kader itu sebelum ia minta maaf kepada warga masyarakat secara terbuka karena masyarakat akan beranggapan bahwa ajaran politik di partai itu juga menghalalkan segala cara.
Maksudnya bagaimana? Jika ajaran politik di partai itu menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan politiknya, maka yang dilakukan oleh Moeldoko sebenarnya menjadi sesuatu yang lazim dalam partainya. Karena tujuan politik bisa saja menggunakan cara-cara diluar konsepsi dan teori politik normatif termasuk santet sebagaimana keinginan kader yang bupati cantik tersebut.
Padahal partai politik memiliki konstitusinya tersendiri, ada Anggaran Dasar, Angggaran Rumah Tangga, ada juga Pedoman dan Petunjuk Organisasi dan Keputusaan Pimpinan disemua tingkatan yang bersinkron dengan implementasi untuk menyesuaikan dengan kondisi politik baik nasional maupun lokal.
Jika aturan-aturan itu diikuti secara baik oleh kader maka sulit kemungkin pihak lain untuk masuk dalam urusan internal partai politik apalagi menggembosnya. Karena kudeta partai oleh pihak luar hanya bisa dilakukan atas kemampuan pihak pihak lain mempengaruhi para pimpinan politik disemua tingkatan. Jika pimpinan dibawah masih terpengaruh dengan dinamika dan sentimen politik, misalnya berkait dengan misunderstanding maka itu pertanda pemimpin itu sendiri yang lemah karena tidak memberikan ajaran politik dalam komunikasi dan pengambilan keputusan kepada kadernya.
Apalagi kader dan pimpinan politik dibawah yang menjalankan aktivitas politik yang mengandalkan uang. Tentunya partai akan keropos dan rawan gembosan oleh pihak lain yang memiliki kekuatan uang. Normal saja dijaman kapitalisme partai politik gampang dipecah belah karena para pihak yang berkompetisi dalam partai itu mentalitasnya korup.