Contoh, si Anu anaknya pejabat fulan, si Anu cucunya tokoh fulen, si Anu anaknya ulama fulan, si Anu anaknya menteri fulen. Kemudian si Anu alim, si Anu tidak dermawan, si Anu memberi fasiitas fulan dalam kampanye, si Anu lahirnya di kampung kita, si Anu istrinya model, bintang film, penyanyi. Si Anu harus kita dukung karena menyumbang lebih. (si Anu adalah kontestan politik)
Lalu, apa yang kurang dalam kualitas memilih masyarakat kita?
Jawabnya sudah pasti rakyat tidak mampu membuat pilihan dalam politik, karena pilihannya itu sangat dipengaruhi oleh faktor pertukaran bentuk bantuan dengan suara sehingga demokrasi kita masih sontoloyo, tercemar dan kotor dengan pemenuhan syarat dalam demokrasi itu sendiri.
Ketika masyarakat berkesadaran memilih tanpa dipengaruhi faktor sogokan atau mentalitas yang memilih dan dipilih berkualitas bersih maka barulah demokrasi dianggap berjalan sebagaimana mestinya. Tapi lihatlah bagaimana kita menilai demokrasi kita yang masih dipenuhi nilai-nilai yang menciderainya, sehingga masyarakat masih dalam sejumlah pertanyaan dalam suatu sikapnya kala akan memilih.
Berikutnya kenapa demokrasi kita tidak beranjak memperbaiki kualitasnya?
Pertama, karena kondisi kehidupan sosial yang serba kekurangan dalam fasilitas dan pendapatan dalam hidup masyarakat sehingga suaranyapun harus dijual untuk sekedar memperoleh bantuan kebutuhan primernya.
Kedua, mentalitas masyarakat kita juga belum memberi jaminan terhadap terselenggaranya demokrasi secara utuh, karena masyarakat meskipun dikawal secara ketat nemun mereka masih memilih disogok, karena mereka beranggapan hanya waktu itu sebagai kesempatannya.
Ketiga, politisi kita sesungguhnya belum siap berdemokrasi, karena mentalitasnya yang korup dan sangat pragmatis. Seharusnya mereka paham bahwa kesabaran para politisi untuk tidak melakukan sogok menyogoklah yang akan memperbaiki kualitas hidup rakyat.
Keempat, masyarakat secara umum belum dapat melihat bahwa pelayanan pemerintah akan maksimal bila sistem politik tidak korup. Sebagai contoh, ketika masyarakat memperoleh biaya pengobatannya atau biaya kesehatan menjadi gratis dari pemerintah atau disubsidi secara total karena sikap bijak mereka dalam menjaga pemilihan yang bersih.
Kelima, pemimpin negara dan daerah tidak memiliki visi dalam membangun politik dan demokrasi bahkan mereka ikut sebagai yang terdepan dalam penanggung jawab pelemahan pembangunan masyarakat dalam bidang tersebut. Karena kepala daerah sebahagian besar cenderung menganggap pembangunan itu sebagai pembangunan infrastruktur.
Demikianlah beberapa dalih kenapa demokrasi kita masih diwarnai berbagai masalah sehingga kualitasnya hingga sekarang masih belum menunjukkan kualifikasi yang utuh dalam politik masyarakat.