Saya berterima kasih dan merasa bersyukur dapat sedikit berkontribusi dalam proses pembayaran biaya sekolah meskipun tidak bisa membantu membayar biaya studi siswa tersebut yang menjadi beban keluarga itu. Sebab seharusnya pemimpin politik meringankan beban biaya pendidikan masyarakat yang mahal itu.
Saya juga tidak paham kenapa ada tambahan waktu, apakah karena diskusi yang menyudutkan sistem pembayaran sekolah yang bergeser dari esensinya atau memang ada kebijakan secara umum untuk proses itu dengan tambahan waktunya. Biarlah itu menjadi bahagian dari tugas birokrasi sekolah, pikir saya, wallahualam.
Peningkatan kualitas pendidikan idealnya secara substansi berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan siswa atau anak didiknya. Berikutnya mutu tenaga pengajar yang banyak melahirkan hasil penelitian yang bermanfaat, misalnya mengarah pada discovery dan inovasi untuk hidup masyarakat.
Tetapi jika kemajuan pendidikan itu hanya sebatas kemudahan dalam sistem pembayaran hanya berputar-putar seputaran administrasi yang tidak diberikan apapun oleh tenaga dan sasaran edukasi itu sendiri yang prioritas.
Sekolah dan perguruan tinggi memang memiliki dua bidang tenaga penyelenggaranya, yakni tenaga edukasi dan tenaga administrasi.Â
Tenaga administrasi lebih berorientasi pada pembangunan manajemen sekolah atau birokrasinya lembaga pendidikan. Sementara tenaga edukasi berorientasi pada mutu pendidikan dan pengajaran atau mutu belajar mengajar pada lembaga tersebut dan elemen ini berpengaruh sepenuhnya terhadap pendidikan.
Jika orientasi ini belum bisa arahkan oleh pemerintah maka sulit kita bayangkan, bagaimana mungkin pemerintah ingin membangun masa depan pendidikan di negara kita.Â
Selama ini kita melihat bagaimana fenomena tentang campur baurnya sistem pengelolaan lembaga pendidikan di tanah air, orang-orang yang sedianya bekerja fungsional tetapi di lain sisi harus mengelola administrasi dan manajemen politik sebagai pimpinan sekolah, akademi, dan perguruan tinggi yang jabatan itu diperebutkan setiap periodik.
Padahal guru sudah tepat digambarkan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mereka yang memilih profesi tersebut telah mengikhlaskan diri untuk pendidik anak dan generasi bangsa yang menentukan keberadaan masa depan kita semua.
Tetapi ternyata tak sedikit guru yang lebih setengah otaknya diperas untuk urusan administrasi sekolah. Mereka juga terjebak dalam persaingan jabatan kepala, wakil kepala, dan jabatan lainnya di lembaga pendidikan tersebut.
Mungkin juga ada yang lebih banyak menyiasati administrasi untuk menutupi kekurangan pengelolaan lembaga pendidikan. Oleh karena itulah mutu pendidikan kita rendah karena dalam pembangunan mengarah pada orientasi yang keliru atau salah kaprah.