Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisi Bodoh, Akan Dikurung oleh Birokrasi Bila Jadi Kepala Daerah

20 Januari 2021   11:38 Diperbarui: 20 Januari 2021   12:14 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : unsplash

Tentu saja si politisi tersebut tidak memiliki ilmu yang cukup dalam politik, sehingga dia dikurung dan kebingungan dengan ilmunya birokrasi, maka dia larut dalam lautan birokrasi yang teknis, dan lupa dengan tuntutan merubah cara hidup yang baru bagi harapan rakyat yang butuh perubahan sebagaimana harapannya pada partai politik. Kalau kehadirannya biasa saja maka sesungguhnya rakyat tidak perlu berharap lebih banyak kepada politisi tersebut, karena ia enjoy bekerja sebagai birokrat dan larut dalam advis atau nasehat birokrator senior dalam pemerintahan.

Lalu, kenapa pimpinan partai politik cenderung berpikir demikian? Tentu saja karena pendidikan politik kita masih terikat dengan target-target kerja birokrasi yang hanya berorientasi pada kinerja kelembagaan yang tidak memberi dampak pada perubahan sosial, kecuali hanya dalam batasan pelayanan normatif.

Indikator lainnya untuk membuktikan hipotesa ini bisa dilihat pada tingkat establistnya lembaga partai politik dan anggotanya. Dimana partai politik menjadi lembaga elit yang berkecukupan, sementara para pengurus dan anggotanya diwarnai dengan janji dan hutang dalam hidupnya.

Anehnya hingga tahun 2021 ini, masih banyak masyarakat yang berpikir bahwa politisi dibiayai oleh negara, bahkan caleg dianggap mendapatkan uang dari negara sehingga perlakuan dan tanggapan masyarakat terhadap mereka dalam tingkat kepercayaan yang lemah dan menganggap para politisi sebagai saluran distribusi uang negara untuk masyarakat. 

Padahal caleg dan politisi untuk mengadakan uang dalam kampanyenya menjual tanah, gadaikan rumah, meminjam uang, dan dipenuhi dengan hutang-piutang, apalagi ilmu politik mereka minus maka mereka akan masuk dalam ranah jual beli suara dengan masyarakat dan penyelenggara pemilu, maka biaya memperoleh satu kursi itu melebihi 5 (lima) tahun gaji mereka. Lalu bisa dibayangkan jika mereka tidak memiliki ilmu dan wawasan politik dalam parlemen, maka mereka mencari apa, di lembaga parlemen dimaksud.

Tentu saja hanya menjadi tempat persembunyian mereka untuk mengintip peluang memperoleh pendapatan bersumber dari anggaran negara. Lalu, apa yang bisa diharap oleh masyarakat kepadanya? 

Tidak lain adalah proyek, fasilitas dan uang dari anggota DPR itu, dan mereka akan cenderung menjadi Tuan konstituen atau tempat konstituen mencari rezeki untuk mempertahankan hidupnya. Dengan pola hubungan seperti ini maka dapat dipastikan bahwa anggota parlemen perlu memelihara anak buah untuk politik agar mereka establish.

Jika anda tanyakan kepada saya, apakah pola hubungan tersebut sebagai pola hubungan politik? Tentu jawabnya benar tetapi politik di daerah dan negara kita yang masih jauh dari politik normatif sebagaimana di negara yang berbudaya demokratis yang menghargai hak-hak politik rakyatnya, dan karena pola hidupnya mereka menempatkan ilmu atau cara hidup yang lebih mudah tidak semata bergantung dengan uang.

Apakah secara kualitas, politik yang kita jalankan sekarang memenuhi kualifikasi politik yang normal? Jawabnya tidak, tetapi masih dalam kualifikasi tingkat rendah yang mengindikasikan politik tanpa arah, karena siapapun bisa menjadi anggota parlemen asalkan mereka memiliki uang untuk membeli suara pada masyarakat dan mengamankan suaranya pada KPU dan pengendalinya.

Apakah dengan kualifikasi ini parlemen berjalan normal? Jawabnya sama sekali tidak, oleh karena itu kedaulatan rakyat dan kesejahteraan yang sebenarnya sangat sulit diperoleh oleh rakyat karena kepemimpinan daerah dan negara hanya membangun positioning agar berandil dalam konspirasi besar birokrasi, yang sesungguhnya masih jauh dari nilai politik yang normal.

Indikatornya bagaimana? Ketika rakyat menghadapi prolema sosial maka sulit bagi rakyat memperoleh perlindungan karena terhambat dengan birokrasi, sementara pemimpin dibungkus dengan birokrasi karena kelemahannya. Oleh karena itu kebijakan memberi dukungan dalam politik terhadap saudara kandung atau ayahnya atau anaknya akan sama saja hasilnya.  Jika seseorang yang di dukung itu bukan politisi yang berilmu maka hasilnya pastilah kekecewaan. Karena politisi tersebut tidak mampu menghadapi sistem birokrasi dalam pemerintahan yang menggulungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun