Dari penjabaran diatas, lalu pertanyaannya, apa manfaat negara jika dikelola oleh pemerintah yang kemampuannya hanya membebankan rakyatnya? Kenapa membebankan rakyatnya, tentu karena harga hasil produksi industri itu disebabkan oleh birokrasi negara dan pajak bagi pemerintah. Yang menanggung biaya itu siapa? Jawabnya rakyat jelata. Pada posisi ini maka rakyat adalah elemen yang menanggung beban kebutuhan biaya bagi negara. Lalu kalau demikian fungsi negara yang bisa dipersembahkan kepada rakyatnya, maka kesimpulannya negara justru sedang memeras rakyatnya sendiri oleh perlakuan pemerintah yang mengelola negara.
Jika, secara global harga-harga produksi pada ranah industri jauh lebih murah daripada membeli dalam negara, maka secara logika kehadiran negara sama dengan menghadirkan sistem penjajah bagi rakyatnya. Nyatanya jika warga ingin membeli mobil diluar negeri harganya Rp. 100 Juta tapi kalau mau beli dalam negara dengan segala tetek bengeknya, pajak ini dan itu harga mencapai Rp. 300 Juta. Lalu pertanyaan, apakah fungsi negara bagi rakyatnya? Jawabnya adalah untuk membiayai hidup sebahagian rakyat yang lain yang bekerja sebagai pengurus negara atau pemerintah.
Tulisan ini tidak bertujuan memprovokasi rakyat, tetapi untuk evaluasi agar kita tidak lupa diri terhadap keberadaan negara dan pemerintah memiliki tugas berat untuk menjawab tentang kehadiran negara yang mereka kelola terutama kepada rakyatnya, sehingga negara dirasakan bermanfaat bagi kehidupan warganya. Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa dilakukan di negara yang menganut sistem demokrasi yang baik. Berikutnya tentu saja pemerintah yang cerdas memahami sistem hidup yang demokratis, bukan pemerintah yang hanya bisa menggali-gali dalih untuk argumentasi yang ujung-ujungnya mengajak rakyat memaklumi hambatan kesejahteraan rakyat yang merdeka sudah menjelang seabad ini.
Jika pengelolaan negara akan terus begini bagi rakyatnya tantu saja kehadiran negara justru hanya dipaksakan kepada rakyatnya. Terutama untuk membiayai kehidupan mewah pemerintahnya, sementara rakyatnya melarat sepanjang era.Â
Kenapa penulis berargumen dan mempertanyakan hal ini, tentu karena banyak negara yang kehidupan pemerintahnya sama dengan tingkat kehidupan rakyatnya secara rata-rata. Kalau rakyatnya bersepeda maka aparatur pemerintahnya juga bersepeda. Kalau rakyat kecenderungannya hanya mampu berjalan kaki maka pemerintahnya juga akan berjalan kaki. Kalau rakyat kemampuannya naik bis kota, maka aparatur pemerintahnya naik saja bis kota sehingga pemerintah itu benar-benar pemerintah dari rakyat untuk rakyat. Begitulah seharusnya bila kita bicara demokratisasi. Wah....itu terlalu berlebihankah? Tentu saja tidak. Karena banyak negara maju yang kecenderungannya demikian dan dapat dilihat di dunia dan negara-negara itu tidak memiliki gab sosial antara pengelola pemerintah dengan rakyatnya.
Kesimpulannya, ketika kita merasakan hidup dalam negara yang tingkat kesejahteraannya tidak pernah meningkat, kemudian pemerintah hanya melahirkan konspirasi kekuasaan, wakil rakyat juga tidak berbeda. Posisi rakyat hanya terekplorasi untuk menanggung beban bagi negara melalui pajak-pajak yang dibebankan kepadanya baik dengan kepemilikan barang dan harta pribadi serta fasilitas publik. Pertanyaannya adalah rakyat sedang hidup dalam bernegara atau hidup dalam rimba raya?
Jawabnya tentu saja sama dengan hidup dalam rimba karena mereka tertindas dalam bahaya penjajahan. Mereka harus mewaspadai serangan berbagai macam binatang buas yang berkuasa atas rimba tersebut. Apalagi aturan hukum, agama, budaya, apalagi peradaban yang sama sekali tidak terasa tentu saja senpurnalah rimba raya tersebut.
Begitulah kondisinya jika negara tidak dikelola secara benar dengan konsep-konsep dasar kebangsaan, dan kita hanya terjebak dalam lingkaran memimpin bangsa ini sebagaimana kepala tukang membangun rumah tanpa tiang yang kokoh. Apalagi di daerah yang pimpinannya kepala daerah tanpa wawasan berbangsa dan bernegara. Tentu saja mereka hanya sebatas kampanye kepopulerannya untuk membodohi masyarakatnya tanpa pernah bisa memberi solusi untuk menunjukkan arah kehidupan yang lebih baik kepada masyarakatnya.Â
Alhasilnya apa? Rakyat hanya larut dalam kompetisi para petinggi politik dan dunia politik hanya menjadi hiburan dan bertaruh siapa yang menang dan siapa yang kalah. Tidak lebih dari itu, batasannya paling hanya sekedar dekat dengan pemenang kursi kepala daerah dan mereka ada yang mendapat keuntungan dari pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Namun hanya dalam kuantitas yang terbatas, sementara yang tidak mendapatkannya akan menjadi lawan berikutnya dan akan hidup dalam lingkaran hutang, kemudian jatuh miskin dan meninggal dunia. Begitulah siklusnya hidup dalam rimba, rakyat sulit mencapai tahapan sejahtera, batinnya terjajah, jiwanya terancam, akhirnya matinya juga akibat tekanan hidup.
Semoga rakyat Indonesia, tidak bernasib sebagaimana ilustrasi dalam tulisan ini.
Salam hangat
*****