Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lima Cara Meringankan Beban Generasi "Sandwich"

3 Desember 2020   13:06 Diperbarui: 4 Desember 2020   02:36 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tarmidinsyah Abubakar

Kehidupan masyarakat terbagi dalam berbagai profesi pekerjaan yang tidak jarang kita menemukan mereka sebagai orang yang hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarganya. Hidup yang sudah terdisiplin sebagaimana pekerjaan membuat orang hanya menjalani rutinitas hidup yang menoton sepanjang waktu.

Karena kita terikat dengan berbagai nilai baik secara natural maupun terikat dengan budaya dan dogma agama. Sehingga ada hal-hal yang mesti diutamakan dan diseimbangkan bahkan dengan dunia kerja sekalipun yang  memberinya pendapatan untuk hidup. Melanggar hukum ini tentu akan membuat seseorang hidup dalam kering kerontang tanpa makna hidup yang sesungguhnya.

Paradigma kehidupan keluarga tidak lepas dari berbagai problema kualitas saling asah-asih dan asuh, sebagaimana seorang bayi yang dilairkan ia membutuhkan perawatan intensif dari ayah ibunya dan kakaknya. Sehingga nantinya ia tumbuh secara baik dan sehat serta cerdas sebagaimana harapan keluarganya terutama ayah dan ibunya.

Demikian hingga mereka memasuki masa kanak-kanak dan tumbuh sebagai remaja serta orang dewasa masih tetap membutuhkan perawatan, pembinaan oleh keluarganya meski tanpa disadarinya.

Setelah dewasa si anak berkeluarga yang juga masih dalam perantara orangtuanya meskipun ia sudah memiliki pekerjaan dan pendapatan untuk membiayai hidupnya bersama keluarga baru yaitu istri dan anak-anaknya.

Kenapa penulis menceritakan prosesi pembinaan seorang anak, mulai dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan membangun keluarga baru keluarganya sendiri yang terpisah dari keluarga orang tuanya.

Pertama, logika balas budi, mengingatkan beban yang dilalui orang tuanya yang berat sejak anak lahir hingga menjadi dewasa mengawal pendidikannya hingga ia berhasil dalam karirnya, sehingga siapapun mereka harus mengutamakan orang tua dalam hidupnya. 

Kedua, Logika ajaran agama yang mengajarkan hubungan orang tua dan anak sebagai pengabdi, bahkan dalam Islam diajarkan bahwa syurga dibawah telapak kaki ibu. Mereka yang bertentangan dengan kaidah penempatan orang tuanya tersebut dikatagorikan durhaka dalam terminology agama.

Dua sisi ini memenuhi keharusan karena dalam logika hidup yang masuk akal ditambah ajaran agama yang suci yang bertumpu ke atas atau kepada tuhan yang maha esa sebagai pencipta yang akan menyediakan dunia terakhir yang hidup abadi dalam dua tempat yakni syurga dan neraka. 

Justru karena itulah setiap orang akan menghadapi masa-masa orang tuanya yang akan mengganti peran dan fungsinya sebagaimana dirinya dirawat sejak kecil hingga dewasa, apalagi beban tanggung jawab itu harus dipikul sendiri olehnya karena berbagai dalih, misalnya saudara lain baik tempat tinggal yang jauh, pekerjaan yang menyita waktu dan lain-lain, mereka inilah yang populer disebut sebagai generasi "sanwich" dalam terminology yang beredar dalam kompasiana. Maksudnya adalah generasi yang dilimpahi merawat orang tuanya, tidak hanya persoalan finansial tetapi berkait dengan nilai psikis dan sebagainya. 

Lalu bagaimana cara meringankan beban para generasi sandwich ini supaya bisa menghadapi kehidupan dengan baik? 

Pertama, Penguatan nilai agama dalam keluarga, sehingga anak dan orang tua saling memahami keberadaan mereka, dengan ajaran agama generasi Sanwich tidak merasa terbebani jika orangtuanya bersama mereka untuk dirawat karena ada Tuhan yang melindunginya. Demikian pula istrinya jika mereka sama-sama taat dalam menjalani agama dan mempercayai (beriman) secara benar tentu merawat orang tua adalah pintu syurga baginya dan keluarganya. Mereka tidak perlu menunggu akhirat untuk melihat manfaat mengabdi kepada orangtua dan mertuanya. 

Dalam kehidupan masyarakat berstatus Generasi Sanwich ini sudah pasti mendapat nilai lebih pada masyarakat, dan tentunya mereka tidak sendiri dalam hidup meski di kota besar. Karena secara logika manusia itu adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.

Kedua, Pendidikan dini yang mendasar dalam keluarga tentang nilai hidup yang tidak bisa dilihat secara vulgar oleh anak-anak, selain dengan nilai agama juga nilai-nilai budaya dan kehidupan, kasih sayang, sopan santun, adab. berbuat baik, mencegah kejahatan, hukum karma, resiko prilaku dan dampak baik dan buruk bagi dirinya dan keluarganya serta seluruh keturunannya. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai macam materi, bisa dongeng dan cerita-cerita yang membentuk mereka sebagai orang yang baik.

Di samping pendidikan dini untuk anak juga dibutuhkan suatu standar pengetahuan dan wawasan dasar orang tua, hal ini sesungguhnya perlu menjadi program negara untuk membangun generasi Indonesia masa mendatang. Minimal ada informasi yang intensif kepada orang tua baik melalui iklan televisi maupun buku dan media lain agar anak pada usia tertentu perlu diberikan pemahaman standar pembentukan mentalitasnya secara bertahap dan hal itu menjadi tanggung jawab utama para orang tua dalam masyarakat.

Ketiga, Membangun suatu wadah, organisasi Generasi Sanwich untuk profesional menghadapi dan meringankan beban dengan banyaknya informasi dan saling membantu psikis dan lainnya. Di negeri lain biasanya profesi dan bidang hidup masyarakat kebanyakan terorganisir dalam inisiatif warga sehingga mereka bisa memperjuangkan lahirnya peraturan negara untuk meringankan kehidupan masyarakatnya. Jika dihambat oleh penguasa maka kesatuan organisasi tersebut dengan mudah bisa membangun emosional pemilih dalam politik. Kemudian generasi sanwich dapat menjadi salah satu faksi yang dipertimbangkan masyarakat untuk mengisi kursi parlemen dan berjuang untuk kualitas perbaikan hidup keluarga Indonesia.

Jika anda kurang yakin dengan pekerjaan besar kemanusiaan ini, maka lihat bagaimana masyarakat di Amerika yang bisa memperjuangkan faksi hidup masyarakat akibat lahir dan pengaruh lingkungan, misalnya ada house representatif, atau anggota DPR yang urusannya mengoptimalkan perlindungan kaum itu dalam peraturan bernegara. 

Dalam perspektif masyarakat timur hal ini menjadi aneh dan tidak sesuai dengan agama dan budaya tetapi karena mereka berjumlah banyak di negara lain, hal itu harus ditampung oleh negara sebagai aspirasi rakyatnya.

Keempat, Anak-anak yang sukses dalam pekerjaannya dan standar kehidupannya baik, perlu berinisiatif memberi perhatian kepada orang tuanya tentang budaya membaca, mereka harus paham dengan banyak membaca bidang yang disukainya maka orang tua akan berkonsentrasi pada pemikirannya dan mereka hanya sedikit memiliki waktu mengurus intrik yang biasanya membuat kacau rumah tangga anaknya. Hal ini biasanya berlaku pada keluarga yang orang tuanya tidak memiliki nilai ajaran agama dan wawasan pengetahuan lainnya. Akhirnya orang tua sampai setua-tuanyapun masih berorientasi pada kekuasaan atas anaknya atau mengeksploitasi anaknya sehingga terhadap istrinya diposisikan harus memilih dengan orangtuanya.

Kelima, Memilih pasangan hidup. Setiap warga yang berpotensi menjadi Generasi Sanwich perlulah memilih pasangan dari kelompok calon suami atau istri berkatagori mumpuni, berwawasan dan memiliki kematangan sikapnya terhadap orang tua, dapat dilihat dalam kehidupan keluarga dan lingkungannya, bukan soal harus dari keluarga berada karena uang tidak menjadi indikator utama yang menentukan manusia mumpuni.

Demikian setidaknya beberapa cara mengurangi beban anak terhadap perawatan orang tuanya diusia senja sementara ia memiliki keluarganya. Sesungguhnya dapat dilakukan dengan melewati ambang batas yang terpikir secara normal jika seseorang anak mampu melihat dalam perspektif yang berbeda. Semua tergantung pada tingkat wawasan dan pengetahuan mereka dalam pertumbuhannya. Maka pembinaan keluarga sesungguhnya menjadi tujuan negara yang paling utama, karena keberadaan negara itupun lahir dalam inisiatif averaging kepentingan keluarga-kaluarga. Sementara pemerintah yang memahami pembangunan negaranya tentu secara ideal bisa membuat kebijakan publik untuk mengatur performan dan profil standar suatu keluarga di negaranya.

Berlebihankah? Lalu kenapa di negara lain yang lebih maju hal itu dapat dilakukan dengan baik meski dengan pendekatan profesi maupun perhatian kepada anak dan generasi dalam membangun sumber daya bangsanya sejak dini.

Sekian
*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun