Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hidup Liar Jadi Budaya, akibat Kepemimpinan Negara

30 November 2020   14:35 Diperbarui: 3 Desember 2020   17:51 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika sikapnya dapat diorganisir dengan metode politik maka mereka termasuk warga negara yang terpelihara dalam ideology politik dan masuk dalam perangkap pembodohan sosial tanpa mereka menyadarinya dan pelaku politikpun bisa saja tanpa menyadarinya. 

Tetapi kita melihatnya dalam positioning hidup berbangsa dan bernegara secara normatif dan dalam konteks pemberdayaan konstituen dalam politik.

Dalam hal ini penulis bukan menuduh kelompok tersebut sebagai konstituen yang diorganisir tetapi mereka berpeluang besar dipengaruhi dalam politik, jika mentalitas mereka tidak bisa melihat kewajiban negara kepada masyarakat miskin sebagaimana UU yang berlaku.

Di samping elemen masyarakat yang penulis ilustrasikan diatas, maka sebahagian besar masyarakat lainnya hidup secara liar dengan berbagai profesinya. Bahkan banyak masyarakat yang tidak berpengaruh terhadap hidupnya dalam bernegara. Mereka tidak percaya bahwa keberadaan pemerintah sebagai elemen negara yang bisa memberi pelayanan dalam kehidupannya.

Berikutnya mereka yang tertinggal tanpa keahlian dan pekerjaan dalam hidupnya justru hidup secara liar tanpa arah, dimana pemikirannya hanya sebatas bertahan hidup untuk mendapatkan kebutuhannya sehari-hari yang jumlahnya tidak sedikit di Republik ini. 

Pertanyaannya, apakah semua masyarakat tersebut tidak memiliki potensi dalam hidupnya?  Tentu saja jawabnya tidak semuanya demikian. Bahkan diantara mereka ada yang memiliki wawasan dan pengetahuan tapi karena sistem yang tidak mendukung sehingga peluang mereka tidak bisa bangkit dalam keterpurukannya.

Metode penanganan sosial terhadap masyarakat yang rentan ini belum terlihat penanganannya secara serius oleh pemerintah, padahal mereka yang tergolong dalam elemen tersebut bisa saja menjadi warga masyarakat unggul jika sistem keadilan dalam permodalan masyarakat berorientasi pada potensi bukan pada sistem industri yang berciri kapitalisme yang mengamankan pemilik modal untuk berandil dalam tanggung jawab sosial. 

Jika ini anggapan ini dianggap keliru maka kita bisa menggunakan logika terhadap kebijakan perbankan dan lembaga permodalan yang berkembang ditengah masyarakat kita yang mentalitas kebijakan lembaga tersebut sebagai safety player dalam sistem ekonomi. Demikiian pula lembaga permodalan dengan simbol-simbol syariah yang ketika kita kaji landasan operatifnya justru tidak berbeda dengan lembaga keuangan konfensional.

Lalu, kenapa lembaga-lembaga keuangan itu bersifat safety player dalam ekonomi? Tentu saja lembaga ini tidak disentuh oleh kebijakan pemerintah secara esensinya sebagai wujud pelayanan permodalan rakyat Indonesia. 

Sementara yang dilakukan pemerintah justru hanya melebarkan sayap kekuasaan dalam perbankan dengan lahirnya OJK. Namun kebijakan yang memberi manfaat, misalnya 20 sampai dengan 30 persen jumlah dana yang terkumpul pada suatu bank wajib memperhatikan usulan masyarakat yang mempertaruhkan resiko bank itu sendiri dengan mengawal masyarakat dalam melakukan usahanya atas dasar ide dan pemikiran meski tanpa assetnya yang dipertaruhkan. 

Maksudnya lembaga perbankan perlu melihat warga negara yang mengandalkan otaknya atau intelektualitasnya dalam membangun usaha masyarakat itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun