Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Biaya Pendidikan di Daerah Berandil Miskinkan Rakyat, Biaya Pembangunan dan Seragam Lebay Kebijakan Bisnis

16 November 2020   21:04 Diperbarui: 16 November 2020   21:14 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
khazanahrepublika.co.id

Akibat perekonomian masyarakat dan sistem pengadaan pekerjaan oleh pemerintah menganut sistem kapitalis murni sehingga kreatifitas dan produktifitas masyarakat menjadi rendah. Kalau meja kursi untuk kantor pemerintah sudah menggunakan sistem e-katalog maka bayangkanlah nasib para pekerja dibidang itu didaerah-daerah.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya pemerintah pusat maupun daerah melakukan evaluasi besar-besaran terhadap sistem pendidikannya terutama dalam soalan biaya pendidikan yang dirasakan memberatkan masyarakat luas.

Jika dibiarkan kebijakan tersebut menjadi kebijakan pimpinan sekolah secara lokal atau pemerintah daerah maka tidak ubahnya pemerintah membiarkan berlakunya hukum rimba dalam sistem pembiayaan pendidikan anak bangsa. 

Jika yang bantah bahwa, itukan biaya pendidikan non pemerintah, pertanyaannya adalah, apakah lembaga pendidikan boleh sesuka hati pemiliknya. Apakah pemerintah tidak cukup kewenangannya untuk mengatur biaya standar pendidikan yang berlaku bagi semua lembaga pendidikan yang bersifat standar? 

Standar pendidikan saat ini sudah seharusnya SD sampai dengan sarjana (S1). Sehingga biaya Perguruan Tinggi pada tahap pertama itu sudah seharusnya lebih ringan. Karena pertimbangan peningkatan sistem pendidikan yang lebih merakyat. Jangan sampai terjadi kesenjangan dalam sistem pendidikan standar anak bangsa. Bahwa hanya anak-anak orang berada yang dapat menyelesaikan pendidikan anaknya pada tingkat sarjana.

Stakeholder Seharusnya Sekolahkan Anaknya pada Sekolah Rakyat

Berikutnya, perihal yang paling menuntut perhatian pemerintah dalam urusan pendidikan adalah wujud tanggung jawab stakeholdernya. 

Seharusnya, demi membangun sistem pendidikan yang konsentratif dengan APBN 20 persen ke dunia pendidikan, maka penanggung jawab pendidikan seperti Menteri Pendidikan dan aparaturnya, kepala dinas pendidikan di daerah beserta seluruh aparaturya diwajibkan mensekolahkan anaknya di sekolah rakyat. Sehingga mereka dapat merasakan mutu atas tanggung jawab mereka dalam mendidik masyarakatnya.

Jangan sebagaimana kita saksikan fenomena hingga sekarang, para stakeholder pendidikan pemerintah mensekolahkan anak-anak mereka keluar negeri. Maka sekolah rakyat dipandang dengan perhatian terbatas. 

Jika kebijakan ini dibiarkan maka jangan berharap lembaga pendidikan di negeri ini dapat berkembang menjadi lembaga pendidikan terbaik. Tetapi akan terseret ke ranah industri, yakni bagaimana lembaga pendidikan itu bisa menghasilkan pendapatan pengelolanya. Berkaitan dengan kualitas pendidikan hanya menjadi prioritas dalam bahasa-bahasa laporan pertanggung jawaban para pimpinannya. Karena sesungguhnya mereka berkonsentrasi pada keberadaan lembaga pendidikan anaknya diluar negeri.

Biaya Seragam Lebay, Kebijakan Konyol

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun