Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Sesungguhnya Hubungan Para Politisi, Wakil Rakyat Dengan Rakyat

13 November 2020   23:05 Diperbarui: 14 November 2020   08:21 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Selama ini masyarakat menjalani kehidupan dalam dunia politik, sebagaimana standar kehidupan dalam pergaulan sehari-sehari. Jika terjadi kesepakatan lintas teman politik sesungguhnya hanyalah suatu konspirasi yang jauh dari nilai politik yang sesungguhnya. Hal ini lebih menyerupai komitmen genk yang hidup di lorong-lorong kota besar atau metropolitan.

Tulisan sederhana ini penulis turunkan berdasarkan pengalaman memantau secara langsung dan bahkan memanage pengurus partai politik dan wakil rakyat.

Jika di daerah kesepakatan politik hanya didasarkan atas kedekatan sesama teman, maka mereka lebih bergantung pada cara hidup yang konspiratif. Oleh karena itu siapa yang banyak uang  dan berkontribusi akan menjadi panutan atau pemimpinnya meskipun berlainan partai sekalipun. Apalagi mereka yang sedang menjabat sebagai anggota legislatif. Mereka akan berkompromi secara personal termasuk untuk menghambat kebijakan partai yang dianggap merugikan mereka dilegislatif.

Pada strukrur masyarakat seperti ini begitu mudah ditundukkan oleh politik para pembesar dan memiliki banyak uang. Mereka hanya sebatas menurunkan uangnya untuk mempengaruhi seluruh masyarakat yang menjadi pemilihnya. Strategi ini kemudian yang banyak digunakan oleh partai politik yang membangun kekaderan terlepas dari ilmu politik dan lepas dari kebenaran dan hati nurani pengikut yang dibawah.

Dengan sistem pergaulan dalam dunia politik yang dipersepsikan sebagaimana hubungan dalam kehidupan masyarakat yang bahkan diseret dalam hubungan dagang, tanpa pernah memprioritaskan tugas politiknya tentu saja pemikiran dan semangat memperjuangkan perbaikan hidup masyarakat yang sesungguhnya menjadi sering terlupakan.

Sistem ini juga dapat melemahkan masyarakat daerah dalam politik dan berkontribusi dalam membagun bangsa dan negaranya. Mereka masih berpolitik hanya mempertahankan hidup tanpa mempertaruhkan sikap idealis sebagai orang-orang yang mengutamakan perubahan dan kehidupan rakyat yang sejahtera sebagaimana tujuan bernegara dalam konstitusinya.

Lalu, jika orang menanyakan kepada anda, apakah partai politik melakukan tugas dan fungsi politik bernegara? Jawabnya menurut penulis jarang sekali partai politik melakukan tugas-tugas politiknya dalam urusan mengambil sikap dalam rangka memperbaiki kehidupan masyarakat dan tentu saja sedikit dari mereka yang berpikir atas landasan kepentingan negara.

Tapi yang dilakukan oleh partai politik adalah sebatas kordinasi pengurus untuk mencari celah dalam mengambil manfaat untuk mencari kehidupan yang layak. 

Maka sebahagian besar politisi kita tidak dikenal sebagai tokoh yang memahami dan menguasai ilmu politik tetapi mereka lebih terposisi sebagai orang yang punya jabatan dipemerintahan kemudian bernilai plus karena kedermawanannya.

Ketika ada persoalan rakyat yang menghadapkan rakyat dengan pososinya dalam bernegara, mereka hanya sebatas menyatakan prihatin dan mereka dalam posisi aman meskipun rakyat berhadapan dengan krisis sesuatu yang mendesak kehidupannya.

Sebatas Kemapanan Diri

Kader partai politik yang kita lihat sekarang justru dalam perspektif pwmbebasan dirinya sebagai orang yang berkecukupan dan memenuhi besaran modal untuk dibarter dengan suara pada pemilu ke depan. Sementara karyanya dalam legislasi tidak pernah menjadi pertanyaan oleh masyarakat. Kemudian kelompok-kelompok ekstra parlemen ditengah masyarakat kini semakin berkurang sehingga tidak ada lembaga masyarakat yang membuat filter terhadap mereka yang maju sebagai caleg pada pemilu. Kalau masa lalu ada sejumlah kelompok ekstra parlemen yang kemudian mengkampanyekan politisi hitam atau putih yang kemudian disebarkan kepada masyarakat agar mereka paham calon-calon dimaksud.

Ketika seseorang sudah mapan dalam status sosialnya, meski ia sama sekali tidak memahami politik dan urusan pemerintah tetapi dalam keseharian tugasnya cukup hadir dan berdiam diri dan mengumpulkan uang untuk membeli jabatan tersebut. Begitulah standar politisi kita teelepas dari beberapa orang yang tampil sebagai tokoh politik yang memahami masalah carut marutnya pengelolaan negera ini.

Lalu, ada pertanyaan yang timbul, apakah mereka tidak peduli dengan masalah yang dihadapi rakyat? Sesungguhnya mereka peduli tetapi apa yang dipedulikan itu kemudian dibatasi oleh kemampuan mereka mempengaruhi kebijakan negara karena kalangan eksekutif  lebih memiliki pengetahuan karena disokong oleh aparatur pemerintah dan konsultan yang lebih berkualitas termasuk untuk menghadapi legislatif. Selain itu kelemahan mereka sendiiri yang juga lebih banyak beraktifitas memperluas pergaulan dengan kalangan elit negara untuk kemudian memudahkan kehidupanya dimasa yang akan datang. Maka sempurnalah kesulitan mereka berbicara yang menyinggung apalagi ekstrim dan berkesan memperjuangkan masalah sosial meski diketahui sumber masalahnya. 

Lalu, bagaimana dengan partai politik? Sebagai kader dan pengurus mereka yang terpilih sebagai wakil rakyat tentu disegani kader lain apalagi mereka sanggup memberi kepada kader yang lemah secara finansial. Tetapi partisipasi aktif dalam berpartai hanya sebatas mencari nama dan pendekatan dengan pemimpin utamanya. Sikap politisi kita tersebut dapat digolongkan sebagai demagog dalam kelas politisi. Mereka belum bisa digolongkan sebagai negarawan dan tokoh yang bersikap untuk berada bersama rakyat, apalagi sebagai tokoh yang keberadaannya untuk membuat sejarah tentang perubahan sosial dalam kehidupan mereka.

Sebenarnya sumber utama kelemahan  partai politik itu ada pada pemerintah sendiri, dimana partai tidak pernah dianggap asset negara, seharusnya partai politik mendapat pembiayaan yang cukup untuk pendidikan kadernya karena pada saat mereka menjadi anggota legislatif tentu saja mereka menjadi mitra kerja emerintah yang paham persoalan rakyat dan negara. Oleh karenanya kebijakan pemerintah yang mengalokasikan anggaran kepada partai politik yang pertanggung jawabannya berkisar pada pembelian barang fisik dikantor dan sejenisnya seharusnya hal itu justru tidak perlu menjadi perhatian pemerintah, karena hal itu sebenarnya bukan urusan politik. Tetapi pemerintah mengeluarkan anggaran untuk mendukung peningkatan sumber daya kader partai politik di Indonesia.

Sehingga ketika mereka terpilih sebagai anggota legislatif dan kepala daerah memiliki kapasitas yang cukup dalam ilmu kepemimpinan dan pemerintahan bahkan mentalitasnya perlu diutamakan sehingga mereka tidak menjadi pejabat kagetan, dimana biasanya mengurus pakan ternak tiba-tiba jadi pejabat yang menuntut sikap dalam pembuatan kebijakan publik tentunya butuh wawasan dan pengetahuan, dimana sebelumnya tidak pernah mereka hadapi diluar sana.

Mentalitas Pedagang dan Feodalis

Para politisi yang tidak cukup modal politik dalam dirinya akan selalu memelihara jiwa feodalizem dan secara mental mereka sudah pasti dalam belenggu tersebut. Hal ini terilustrasi ketika menghindari berhadapan dengan memperjuangkan hak politik rakyat dan mereka cenderung nyaman dengan posisinya sendiri bagaikan tidak memiliki beban sebagai wakil rakyat. Posisi rakyat lemah dalam negara bisa dilihat bagaimana negara lain memperlakukan rakyatnya ketika menghadapi covid 19, sementara negara ini bersikap ambivalen dan tidak total untuk rakyatnya ketika dihadapkan untuk mengalihkan anggaran yang dibutuhkan rakyat padahal kejadian ini langka terjadi bahkan bisa dihitung dengan jari sejak negara ini berdiri.

Lalu, siapa yang bersuara dan partai apa yang sikapnya tegas untuk rakyat, padahal posisi rakyat terjepit, aktivitas usaha ditutup oleh pemerintah, lalu diperintahkan dirumah saja. Bayangkanlah bagaimana mereka hidup dengan kebutuhan keluarganya. Tetapi dinegeri orang ketika perintah yang sama dilakukan maka warga masyarakat dihitung jumlahnya maka ke setiap rekening kepala keluarga mendapat transfer biaya setiap minggu atau bulanan. Padahal biaya itu hanya dengan menunda pembiayaan pembangunan dua gedung atau biaya perjalanan seluruh para pejabat. Sudah cukup untuk membiayai hidup rakyat selama darurat covid 19. 

Tapi lihatlah uang untuk menyogok orang dengan asumsi miskin begitu mudahnya digelontorkan karena mendapat akses simpati dan berproses secara mental untuk memilih saat pemilu. Siapa yang berani menentang perhatian pemerintah terhadap orang miskin sudah pasti tidak akan populer seumur hidupnya. Lalu bagaimana kita mengajak aparatur pemerintah dan wakil rakyat berpikir dengan program dan konsep pemberdaaan sosial yang bukan uang kontan atau cash money sebagai alat penggeraknya? sulit sekali tentunya ketika mentalitas politik dan birokrasi sudah terdegradasi nilainya.

Kebiasaan hidup kita dalam masyarakat sistem kepemimpinan feodal maka peran kader yang terpilih sebagai wakil rakyat senantiasa mengutamakan pangkat dan jabatannya dalam berkomunikasi dengan masyarakat maupun dengan kader lainnya. Akibat beban ajaran-ajaran kepemimpinan dimasa lalu maka jarang-jarang kita menemukan mereka yang menyingsingkan bajunya, memutar otaknya untuk sebahu bersama masyarakat dalam merancang suatu misi dan visi bagi konstituennya. Akibat lemahnya dalam bidang pengetahuan dan wawasan maka pembinaan konstutuen sebatas tema cash money juga, yang kemudian mengajarkan rakyat untuk bicara politik sesederhana jualan kerupuk atau pisang sale khas Panton Labu Aceh.

Kerendahan sikap pada wakil rakyat hanya berdasarkan pertimbangan agar tidak dianggap sombong oleh masyarakat dan teman-temannya. Idealnya wakil rakyat itu memiliki program pendekatan dengan konstituen dan rakyat lain sehingga mereka bisa membawa masalah kehidupan rakyat diparlemen. 

Minimal pekerjaan ini menjadi suatu harapan bagi masyarakat dengan wakilnya tersebut. Memang selama ini banyak juga wakil rakyat yang mengadvokasi masyarakat tetapi lebih banyak dalam hal pembangunan fisik, seperti membangun jalan, jembatan dan rumah dhuafa. Padahal hal-hal yang bersifat kebutuhan prima tersebut tanpa wakil rakyat, pemerintah berkewajiban membangunnya karena perintah konstitusi negara. Apabila wakil rakyat terfokus tugasnya dengan hal fisik seperti ini maka peran serta itu biasanya berbuntut pada penerimaan komisi kepada mereka.

Jika pekerjaan mendampingi rakyat terhadap jalan rusak, jembatan yang hampir patah, maka cukup masyarakat didampingi oleh wartawan untuk mengangkat soalan dimaksud ke publik jika eksekutif tidak melakukannya maka dapat dipastikan mereka dianggap tidak peduli kepada rakyat.

Lantas bagaimana sebenarnya peran wakil rakyat dalam pembinaan konstituen, tentu mereka dapat mengorganisir konstituennya kemudian menghadapi problem sosial bersama, dimulai dari perencanaan hingga ending tahapan program yang mengarah pada pencapaian tahapan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Sehingga bila perencanaan itu belum selesai maka wakil rakyat tersebut akan diperjuangkan oleh mereka untuk melanjutkan kursinya dipemilu untuk lima tahun berikutnya.

Hal itulah yang dilakukan misalnya oleh  pengacara sosial yang kemudian menjadi orang-orang yang dipercaya di negaranya karena intensitas mereka bersama rakyat dalam menghadapi masalah rakyat sehari-hari. Dengan begitu maka mereka sebagai wakil rakyat memiliki konsep-konsep legislasi untuk memperjuangkan aturan daerah dan negara guna melindungi masyarakatnya, tidak hanya memperjuangkan peraturan politik atau peraturan untuk memperkuat kekuasaan serta menciptakan jalan mulus untuk dirinya kembali ke parlemen.

Dengan aturan yang melindungi rakyat itulah kehidupan mereka menjadi bertambah baik dan hal itu pada masanya akan menjadi budaya dan peradaban. Atas kerja yang kreatif bersama wakil rakyat maka kehidupan rakyat akan lebih teratur dan tertib. Sehingga masyarakat merasa berpartisipasi bagi negara. Semoga!!

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun