Tentu saja pembodohan sosial, penundukan baik secara praktis dengan menghukum langsung yakni penjara atau ditembak mati maupun secara mentalitas. Berikutnya penjajah juga akan membenam mentalitas sosial cerdas yang protes dan berontak, penjajah akan memasang orang-orang dikalangan masyarakat untuk penundukan atau menghilangkan pengaruh si cerdas.
Maka jika mereka paksakan mereka yang paham dan cerdas itu tinggal sendiri dan dianggap oleh masyarakat sebagai pengganggu, sementara penjajah sudah pasti menganggapnya sebagai musuh negara.
Selanjutnya ketika Indonesia sudah merdeka wujud phisik penjajah praktis hilang. Tetapi mentalitas penjajah masih mewarnai kehidupan masyarakat nusantara akibat terdidik dalam waktu berabad lamanya. Sebagai realita hingga kini bangsa Indonesia masih menjalankan aturan hukum bernegara dengan aturan-aturan warisan yang bersifat menjajah masyarakatnya.
Justru karena itu kepemimpinan kita masih banyak hal yang bersifat feodalisme. Karena itu juga masyarakat harus hidup dengan pola-pola warisan dijaman kerajaan dan penjajahan. Sehingga ada kesimpulan bahwa mentalitas masyarakat nusantara di daerah-daerah sebagai masyarakat terjajah (colonized people).Â
Dalam perjalanan sejarah berikutnya mentalitas masyarakat mulai berubah sebagai masyarakat mentalitas pekerja yang sebahagian besar bermental buruh meski profesi mereka sebagai pekerja dengan pena namun dalam kedudukannya pada negara mereka sebatas buruh bagi negara tanpa harus berpikir tentang hak politiknya.
Timbullah orang-orang kaya baru yang mendapat pekerjaan karena dipelihara oleh pemerintah. Mereka menjadi pelaku dan pensupport pemerintahan dengan jumlah anggota masyarakat yang banyak bergantung hidup kepadanya di seluruh nusantara.Â
Sistem ini bertahan hingga beberapa puluh tahun lamanya tanpa masyarakat menyadari dampak jangka panjang serta pembangunan mentalitas sosialnya yang lemah sebagai warga negara yang akan bersaing secara global.
Pada masa-masa ini status sosial masyarakat diukur dengan jumlah harta bendanya, sekaligus politik juga mengikuti realita hidup masyarakat dimana pekerjaan politik yang diketahui umum adalah memfasilitasi masyarakat dengan pejabat, kemudian kesanggupan seseorang melakukan pekerjaan phisik dimata rakyat, membantu biaya dan fasilitas lain kepada masyarakat padahal semua itu bersumber dari uang negara tanpa harus mengetahui bagaimana mereka memperolehnya dan bagaimana pemerintah mengatur uang negara dan mengatur negara ini yang berdampak negatif untuk pembangunan rakyatnya. Padahal dengan kebijakan pemerintah tersebut rakyat menjadi miskin dan bermental sebagai penunggu bantuan selamanya untuk sebatas memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan sekundernya.
Padahal stagnasi pembangunan rakyat berawal dari sistem negara, sistem kekuasaan dan kebijakan pemerintah serta perlindungan hak-hak rakyat. Sistem negara bisa saja menjadi simpul yang menyebabkan rakyat dalam belenggu dan miskin serta tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Karena positoning politik pemerintah masih berpeluang menjadi penjajah meski tidak dapat dilihat secara vulgar oleh rakyatnya.
Siapa Amien Rais
Situasi dan kondisi mentalitas dan budaya sosial rakyat Indonesia yang demikian, apabila dikaitkan dengan seseorang yang membawa perubahan dalam sistem politik dimana dampaknya yang tidak secara langsung dalam pemenuhan kebutuhan rakyat tentu akan menjadi permasalahan baru dan dianggap  tidak berbeda dengan pihak politik lain yang sebatas ingin kekuasaan dan merebut jabatan pemimpin dalam pemerintah.