Sebagai contoh kejadian yang menghebohkan dilingkungan Departemen Kantor Wilayah Agama (Kanwil Depag Aceh) yang mendominasi media massa dan menjadi pembicaraan publik ditengah masyarakat dalam beberapa hari ini dapat dilihat pada link dibawah tulisan ini.
Kenapa Mutasi heboh
Sesungguhnya hakikat kekuasaan itu adalah kerjasama yang bertujuan menghasilkan kebijakan dan pelayanan publik, seseorang yang memiliki kapasitas yang baik tentunya mampu melakukan mutasi itu dengan baik yang bisa memberi dampak kenyamanan kepada semua elemen yang berkait dengan kapasitas kekuasaan dimaksud.
Dengan demikian, intinya adalah pemegang kekuasaan atau orang yang dipilih untuk memimpin dan mengendalikan kewenangan itu selama ia bisa bekerjasama (dalam arti yang sesungguhnya) termasuk dengan elemen masyarakat maka ia digolongkan mampu. Sebaliknya mereka yang melakukan tugasnya secara sembarangan yang menimbulkan banyak masalah apalagi menghebohkan maka ia tergolong sebagai yang tidak mampu memenuhi syarat sebagai pemimpin meski ia sebagai pejabat utama dilingkungan itu.
Ada kata bijak mengatakan membuat suatu keputusan menggantikan orang dalam sistem yang baik itu ibarat menarik rambut dalam tepung. Tapi kalau kita hanya bisa mengacak-ngacak sekedar memindahkan rambut dalam tepung itu tentu saja  sebagaimana prilaku anak kecil yang tidak paham dengan dampak yang dilakukannya.
Kesimpulannya mutasi yang menghebohkan dimanapun kejadiannya, di daerah atau dikantor apa saja ini dapat menjadi indikator yang menunjukkan batasan kepemimpinan seseorang yang sering dimaknai sebagai kelemahan mendasar dalam memimpin.
Karena apa? Tentu saja karena mutasi itu menjadi orientasinya dalam memimpin, sehingga semua mata akan menuju kesana. Berikutnya para pegawai dilingkungan itu juga akan diwarnai dengan mentalitas terjajah, mereka tidak mampu mencapai mentalitas profesional dalam pelayanan publik sebagaimana diamanatkan dalam UU ASN No. 15 Tahun 2014 dan semangat serta nilai dalam peraturan lanjutan dan turunannya.
Meskipun istilah lelang jabatan tidak dikenal dalam UU ASN, namun istilah promosi yang terbuka dan kompetitif digunakan dalam regulasi tersebut, terutama untuk pengisian jabatan pimpinan sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1) UU ASN. Sistem promosi dilakukan berdasarkan perbandingan yang objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas dan pertimbangan dari tim penilai kerja PNS pada instansi pemerintah, tanpa membedakan jender, suku, agama, ras dan golongan.
Dengan ada aturan main yang terbuka maka semua pegawai dapat merasakan keadilan dan memahami kekurangan dirinya dan kelebihannya sehingga mereka harus mengoptimalkan kapasitas dirinya dalam bekerja. Begitu pula bagi pemimpin aturan main secara terbuka ini adalah untuk menghindari agar tidak terjadi pendhaliman terhadap pegawai lainnya oleh kebijakan pemimpin.
Jika Sebatas Loyalitas
Dalam politik kualitas rendah dimana seseorang pemimpin yang dipilih membutuhkan dukungan, Â maka berpotensi menyeret subyektifitas dalam mutasi yang berorientasi pada loyalitas dan sering mengesampingkan faktor lain yang menekankan orientasi pada peningkatan kualitas pelayanan publik.