Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menag Fachrul Razi Dibunuh Karakternya? Politisi Menangis untuk Rakyat tapi Tak Ada Air Mata

11 September 2020   07:32 Diperbarui: 11 September 2020   08:17 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu kenapa kebijakan pembatalan penambahan dana bos yang 100.000 Rupiah pimpinan Komisi VIII DPR merasa sedih dan ingin menangis meski tanpa air mata? Apakah karena mereka sedih kepada rakyat? Bagi kita yang memahami mentalitas serta moralitas DPR tentu saja rakyat dapat menjawab dengan nurani masing-masing. Berikutnya rakyat juga sudah pasti mengenal mereka sebagai negarawan ataukah hanya sebatas Demagog yang seakan mengedepankan rakyat.

Pembunuhan Karakter Menteri Fachrul Razi

Pembunuhan karakter (character assassination) terhadap seseorang dalam politik dan pemerintahan kerap terjadi ketika ada kepentingan para pihak yang terusik. Ringkasnya dapat kita analisa ketika pemerintah dan menteri agama setelah mengumumkan membatalkan pelaksanaan Haji tahun 2019.

Banyak mereka yang mengeksploitasi Islam dan memancing emosional ummat bahwa pembatalan itu dianggap sebagai upaya merusak Islam serta menuduh komunis kepada pejabat tersebut. Menurut penulis hal ini dapat digolongkan sebagai bahagian dari pembodohan ummat. Berikutnya menghadapkan menteri dengan masyarakat daerah asalnya yang seakan-akan menteri memakan uang Bos di Aceh adalah pola politik adu domba (bring into conflict) yang sempurna untuk menarik simpati rakyat kepada sipelaku bisa jadi akibat banyak kesalahan yang dilakukan atas kader politik di Aceh yang diketahui publik.

Padahal ketika ada pemaksaan kehendak seharusnyalah masyarakat memahami sumber permasalahan mendasar. Misalnya, apakah penyelenggaraan Haji ditengah covid 19 yang dibatalkan oleh pemerintah telah mengganggu bisnis dan pemasukan uang bagi mereka yang memaksakan? Kita paham berapa Trilyun negara menyiapkan anggaran yang bisa dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan dibidang perjalanan haji, catering dan lainnya sementara mereka telah menerima bagi hasil sebelum ibadah itu dilaksanakan. Disini butuh kecerdasan sosial dalam memahami siapa yang menyayang rakyat dan siapa pula yang menangis dan sedih karena bisnis mereka gagal dan harus membayar hutang kepada pihak ketiga.

Oleh karena itu tanpa kecerdasan politik rakyat akan selalu dibodohi dan diprovokasi oleh para politisi demagog sehingga rakyat justru menghukum mereka yang sesungguhnya membelanya dan karena itulah si jahil selalu menang karena terorganisir dengan rapi dan yang benar dianggap senantiasa bersalah karena ia tidak merekayasa. Akibat itu pula negara ini selalu dan selalu bisa di obok-obok oleh sipenjahat yang memperlihatkan kepahlawanan palsunya kepada rakyat yang awam. Sehingga meskipun sudah direformasi oleh Prof. Amien Rais maka tetap saja negara ini terpuruk dibawa dalam kepentingan sempit sesempit wawasannya.

Tuduhan Membuat Kegaduhan

Salah satu perkataan atau argumen politisi bermental otoriter adalah menuduh pihak lain membuat kegaduhan ditengah masyarakat. Kenapa? Karena mereka tidak biasa berdiskusi dan menghargai pendapat dan pemikiran orang lain dalam politik dan pemerintahan. 

Jadi politisi yang mentalitasnya otoriter itu kemampuan bodohnya adalah membuat semua orang diam dan tidak boleh berpendapat.  Sehingga ia selalu menuduh pihak lain yang berbeda pendapat dengannya dengan sebuah alasan "membuat kegaduhan rakyat". Tentu saja hal ini efektif untuk membunuh karakter lawan politiknya yang menggaggu kenyamanannya. Namun perlu diingat hal ini hanya bisa dilakukan ditengah masyarakat tertinggal yang tidak memahami demokrasi dalam politik maupun pemerintahan.

Tujuan politik mereka adalah lebih ditekankan untuk menghalangi orang lain dalam membuat perubahan terhadap cara pikir masyarakat. Logikanya ketika ada perubahan cara pikir sudah pasti ruang ekspresi dan apresiasi akan terbuka dan tentu saja masyarakat berpeluang membuka kebobrokannya serta prilakunya yang berdinamika membungkam hak-hak rakyat dalam politik dan bernegara.

*****
Sekian

Sumber: dok. pribadi
Sumber: dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun