Pernahkah anda melihat dan mendengar tentang gila kekuasaan. Sifat ini biasa mengindap pada para pengurus partai politik dan orang yang bekerja pada jabatan pemerintahan.
Dalam partai politik itu biasanya penyakit ini menyerang ketua partai politik atau yang mendapat jabatan sebagai orang kepercayaannya.
Dalam politik orang seperti ini disebut Superior Man. Dia akan menjadi ukuran semua orang dalam partai itu, dia merasa paling cakap, pintar dan sempurna dibanding manusia lain yang ada diorganisasi itu. Orang seperti ini tentunya telah melupakan kuasa Tuhan bahwa semua orang dianugerahkan memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dalam perspektif ini maka saya menganggap orang tersebut tidak cukup ilmunya untuk bisa disebut pemimpin.
Bahayanya dia akan mewakili siapa saja dalam organisasi politik itu karena dia merasa lebih paham dan mengerti segalanya, akhirnya organisasi sudah pasti tertegradasi dalam nilai-nilai yang sangat vital yang perlu dipelihara oleh yang namanya organisasi.
Lalu, apa yang terjadi berikutnya terhadap partai politik yang dipimpinnya?
Namun dikesempatan ini, kita hanya membahas secara  ringkas saja :
Ketua partai itu pasti menganggap ide dan pemikiran kadernya tidak penting karena ukuran kemampuan mereka sudah dijengkal oleh si ketua.Â
Ketua partai itu tidak akan pernah bisa menghargai varian, instrumen dan dinamika yang berkembang dalam organisasi itu. Karena kebijakan ketua pasti dilaksanakan oleh kader.
Kebiasaan kader dipartai seperti itu sudah pasti sangat rapi  menyembunyikan kekecewaannya demi memelihara penilaian baik dari ketuanya agar posisinya tidak terganggu.Â
Sehingga semua pengurus partai akan patuh pada pimpinan tapi mereka juga tidak bisa memberi dalih kepada yang mempersoalkannya dan mereka para kader seperti lembu yang dicucuk hidungnya. Si ketua tidak menyadari bahwa perintahnya dalam partai itu diterima oleh kader sebagai pemaksaan. Lalu kapan disadari kepemimpinan itu salah?Â
Setelah si ketua jatuh atau ditangkap oleh negara sebagai akibat karma atas prilakunya atas pendhaliman hak politik warga negara lain yang bergabung dalam partai itu.
Apakah saya memfitnah untuk memburukkan partai politik karena ketua telah memangkas hak politik saya sebagai kader dan warga negara? Sama sekali tidak!
Sebagai cara membenahi logika, silakan pelajari sejarah jika anda tidak bersetuju dengan Teori, bahwa tidak ada seorangpun diktator dibumi ini yang setelah jatuh dan tidak berkuasa lalu dihormati, tapi pasti mereka dipenjara, tahanan rumah, bahkan bunuh diri atau dibunuh oleh massa.
Meski tidak semua, dalam teori politik bahwa diktator itu adalah orang-orang berpikiran pendek yang mengutamakan hasil tanpa mempertimbangkan hak orang lain dalam politik kecuali soal fasilitas mewah dan upah untuk anak buahnya yang memadai, karena hal itu akan mencerminkan dirinya dihadapan publik. Dimana semua itu juga untuk kepentingan dirinya, sama sekali bukan untuk hak orang lain maka mereka bisa memberhentikan, mensia-siakan dan bahkan bisa membunuh anak buahnya.
Penilaian positif itupun hanya disampaikan pada masa kekuasaan sang diktator. Setelah tidak berkuasa pengamat biasanya akan menggali alasan pernyataannya yang setengah terpaksa disamping kepentingan untuk bayaran dan popularitasnya diprofesi itu.
Jika anda tidak mau mempelajari seseorang diktator itu tandanya bisa pada caranya membuat praktis semua persoalan, atau lebih sederhana cara melihat mereka, silakan simak pidatonya dimana dia akan memuji dan membuka kebiasaan anda karena dia merasa berkuasa terhadap anda sebagai pengikutnya.Â
Hal ini bertentangan dengan kepemimpinan demokratis yang menganggap hak anggota partai dan masyarakat adalah prioritas dalam politik dan bernegara. Selanjutnya pemimpin yang demokratis hanya menjadi kordinator dalam kepemimpinan dan tidak berlaku superior dan inferior tidak ada penundukan dengan jabatan, yang ada hanya kualitas dan dukungan anggota dalam organisasi atau warga masyarakat dalam memimpin negara dengan keputusan dan kebijakan publik.Â
Namun sayangnya di negara kita sistem pemilihan sudah bisa dikatagorikan model yang demokratis tapi orang yang dipilih yang memimpin negara dan daerah sebahagian besar masih berprilaku sebagai diktator. Partai politik juga demikian ada partai yang mengadakan pemilihan langsung pimpinannya tapi ada juga pemilihan pimpinan di daerah ditunjuk meski dinamai musyawarah.Â
Penting dan tidak penting soal pemilihan adalah bagaimana anda menghormati hak politik rakyat disitulah kita bisa mengukur seseorang pemimpin itu apakah dia pemimpin rakyat atau diktator yang tidak pernah menghormati hak orang lain atau sama dengan perampas hak politik.
Maka penulis sendiri tidak pernah meminta menjadi ketua Partai ke atas karena mengutamakan mereka yang berhak memilih untuk memperkuat peran masyarakat daerah dan kader dalam partai politik. Jika ini anda lupakan maka kesimpulannya anda sungguh tidak paham dan tanpa menyadarinya anda dapat dipastikan sebagai orang yang telah merusak daerah anda tentu dalam hal perjuangan masyarakat daerah terhadap desentralisasi dan otonomi daerah yang total.
*****
Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H