Keenam, adakah kontraktor atau supplier bidang pendidikan berkolusi dengan kepala dinas, indikasinya kepala sekolah membuat keputusan pembelian barang-barang kebutuhan sekolah yang keliru, misalnya komputer dengan merek diluar samsung isi dalam bermerek abal-abal atau merek di dalam ditempelkan.
Ketujuh, proses bantuan sekolah apakah sudah sesuai dengan prosedur atau mereka bermain dengan agen yang bukan mewakili perusahaan resmi yang ditunjuk oleh kementerian. Misalnya pengadaan barang perangkat untuk belajar seperti komputer, laptop, papan tulis electronik, para kepala sekolah membelinya melalui perusahaan pendidikan yang bersub bidang pengadaan buku.
Kenapa ada pertanyaan itu? Karena hal ini telah mereduksi nilai profesional bidang pendidikan dan menyebabkan pemborosan anggaran dan bermuara pada mentalitas korup.
Kedelapan, apakah kepala dinas menyembunyikan informasi bantuan-bantuan pemerintah pusat yang langsung ditujukan kepada kepala sekolah? Jika ini terjadi maka pengelolaan sekolah dalam kebijakan yang justru merusak sistem pendidikan itu sendiri.
Kesembilan, apakah kepala sekolah mengambil keputusan sendiri atau bermusyawarah dengan tim manajemen pengelola sekolah? Jika sendiri maka kepala sekolah itu korup, jika para guru mengetahui pengadaan barang-barang dan bantuan sekolah secara detail maka kepala sekolah dalam sistem pengelolaan yang benar.
Kali ini kita hanya mengambil sembilan indikator untuk menguji mentalitas pengelola lembaga pendidikan generasi masyarakat dimasa depan.
Kenapa hal ini penting? Karena guru apa lagi kepala guru atau kepala sekolah adalah ujung tombak pemimpin untuk membangun para pemimpin atau generasi mendatang.
Jika kepala sekolah mentalitas feodal maka generasi mendatang sudah pasti terdidik dalam sistem feodal dan korup. Sebaliknya jika kepala sekolah bermentalitas pendidik dan pemimpin maka mereka sudah diposisi yang tepat dan sudah pasti arah pendidikan masyarakat kita pada jalan yang benar.
Oleh karena itu sekolah-sekolah di wilayah kita haruslah dibebaskan dari belenggu sistem feodal, dimana dinas jangan mendikte kepala sekolah dalam bidang anggaran sekolah yang diterima dari kementerian. Sehingga mentalitas kepala sekolah itu seperti dalam sistem penjajahan dimana mereka dalam situasi terjepit dan selalu ditekan oleh arogansi personal yang seharusnya mereka hanya bisa dintervensi oleh aturan sistem pendidikan itu sendiri.
Maka ukuran kemampuan seorang kepala dinas pendidikan disuatu daerah sangat tergantung pada bagus dan jeleknya peraturan perhubungan antara dinas dan sekolah-sekolah. Jika peraturan itupun tidak ada maka kepala dinas tersebut lebih dapat disebut tidak mengelola pendidikan itu sendiri.
Lalu kenapa ada yang mendapat penghargaan kepala dinas disuatu daerah tanpa mengaturnya dengan mekanisme dan kebijakan secara tertulis berupa peraturan?