Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara Merdeka, Mentalitas Rakyat Terjajah Sama Dengan Tidak Merdeka

17 Agustus 2020   09:45 Diperbarui: 18 Agustus 2020   08:58 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisa saja lima tahun, sepuluh bahkan sampai dua puluh tahun sehingga anda akan mengabaikan kepercayaan rakyat yang non kualitatif, hingga terbentuk orang-orang dengan kesadarannya mendukung apa yang anda lakukan bukan sebagaimana dukungan yang anda temui di negeri anda yang sebahagian besar memaksa orang mendukung anda dan itu menjadi kebiasaan yang dianggap lumrah. Padahal kualifikasi dukungan itu adalah indikator suatu rakyat merdeka atau rakyat dalam belenggu sistem penjajah meskipun mereka mengelukan merdeka setiap tahunnya.

Bukankah nanti kita dianggap gagal dalam politik dan kehidupan? Jawabnya Tergantung dari cara pandang anda tentang politik dan hidup yang sempit atau normatif, jika tujuan anda sempit maka tujuan anda akan berhenti di jabatan, sebaliknya jika anda pemimpin maka pasti anda akan memilih perubahan dan hakikat hidup yakni membantu sebanyaknya orang atau merubah masa depannya dari terjajah menjadi masyarakat yang benar-benar merdeka.

Contoh paling nyata, kunjungi di diprovinsi anda akan anda temui daerah tingkat kabupaten yang karakteristik masyarakatnya dapat dipantau. Misalnya ada daerah yang pemilihnya berjumlah lebih banyak dari pemilih kabupaten lain. Namun mereka tidak memiliki wakilnya dipemerintahan. Daerah seperti ini tergolong sebagai daerah yang terbelenggu oleh kepentingan politik partai atau tokoh tertentu sehingga ia justru melemahkan tokoh lain yang berasal dari daerahnya. Daerah seperti ini tentu saja telah terjadi pembodohan sosial sehingga kehidupan mereka dibatasi oleh pola pikir tokoh-tokohnya yang mengukur kemapanan sosial, sehingga mereka murni menjadi masyarakat pencarian Tuan yang adil. Kemudian mereka hanya berpolitik dalam skala belenggu sebatas kapasitas dan kualitas tokoh-tokoh itu dan sulit menerima perubahan sosial.

Ada juga daerah yang para tokoh masyarakatnya menganut sistem kepemimpinan primordialis sempit. Daerah seperti ini biasanya ada seorang tokoh yang besar kemudian membina kekaderan dalam perspektif yang sempit. Namun bila sedang berkuasa mereka akan membuat jaring laba-laba dalam kepemimpinannya. Namun ketika mereka terjatuh maka jaring laba-laba itu akan binasa. Pola-pola ini sesungguhnya pola kehidupan penjajah dimana masyarakat akan terposisikan sebagai masyarakat terjajah akibat pembelengguan sosial. Didikan terhadap masyarakat dalam ruang konservatif dan berorietasi pada kekuasaan sempit yang tidak bisa diharapkan ada perubahan pada pola pikir masyarakatnya.

Pola-pola kehidupan masyarakat dalam kepemimpinan seperti inilah yang telah menjerumuskan masyarakat sehingga mereka akan terus tertinggal dari standar masyarakat global. Kontribusi kepemimpinan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi masyarakat dalam wilayah yang lebih besar sehingga menjadi suatu provinsi yang maju atau tertinggal dan tentu saja berkontribusi untuk pembentukan masyarakat suatu negara.

Lalu, sebagai orang yang memahami itu, apakah anda bersabar atau melakukan secara pragmatis tanpa dibebani kehidupan masyarakat lain yang terus dalam belenggu. Karena anda juga akan menjadi bahagian dari sistem penjajahan masyarakat anda. Atau sebaliknya anda ingin bersabar membuat sejarah dan perubahan kehidupan masyarakat tersebut dimana kemudian akan menentukan anda sebagai pahlawan, negarawan, atau sebatas pecundang yang memanfaatkan kondisi sosial yang bobrok dan anda memilih menjadi demagog.

Itulah pelajaran pertama ilustrasi politik perubahan sosial yang pertama, dimana kemudian saya mulai berpikir untuk itu meski nasib kita tidak seberuntung para politisi di pemerintah dan parlemen terkini.

Wassalam


fb-img-1595641341891-5f321d8ed541df640b72bb12.jpg
fb-img-1595641341891-5f321d8ed541df640b72bb12.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun