Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aceh, Kenapa Otsus Semakin Lemah?

22 Juli 2020   11:44 Diperbarui: 22 Juli 2020   12:07 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara adalah organisasi yang paling besar dalam suatu wilayah kependudukan yang terdiri dari daratan dan lautan, Indonesia mulai daratan dan lautan Sabang hingga Maroeke.

Karena sebagai bentuk organisasi maka pengelolaan negara itu juga dengan mekanisme organisasi.

Organisasi itu mulai dari lembaga swadaya masyarakat yang kecil hingga negara sebagai organisasi utama dapat dilihat secara terang benderang dalam cara pengelolaannya.

Sistem kepemimpinan itu secara garis besar ada 2 macam yang saling berkontra. Pertama Sistem Otoriter dan yang Kedua Sistem Demokratis.

Dalam suatu organisasi kecil, anda menjadi anggota tentunya melihat status keanggotaan, apakah anda memiliki hak dalam organisasi tersebut. Jika tidak ada hak maka tentu anda hanya menjadi alat pihak pimpinannya mengatur anda sesuka hati sesuai kepentingan mereka.

Jika hak anda terbuka dan bisa memiliki hak sebagaimana pimpinannya maka organisasi itu tergolong dalam sistem demokratis, tapi jika hak anda dibatasi dan diatur oleh orang tanpa mengacu pada keputusan bersama maka sistem kepemimpinannya itu otoriter.

Dalam pertaruhan kedua sistem itu maka seringkali terjadi tarik ulur antara pimpinan organisasi yang tidak jujur menginginkan organisasi itu dikuasai secara dominan, maka dibuat kebijakan yang menjadi jalan menarik hak-hak anggota menjadi hak pimpinan.

Kemudian terjadilah masalah dalam organisasi dan anda sebagai anggota menggerutu namun anda harus menjalaninya krn tidak ada pilihan.

Padahal banyak kesempatan menjaga supaya hak anda tidak dikuasai (dikoloni) oleh pimpinan tetapi dalam pembahasan anda lambat memahami kebijakan pimpinan sehingga anda menyetujui hal tersebut.

Negara juga demikian, dimana organisasi dibawah negara itu ada provinsi yang memiliki sebahagian wilayah negara dimaksud. Idealnya kepemimpinan provinsi itu adalah sebagaimana Negara Bagian atau standar otonom yang sesungguhnya. Di Indonesia hal itu sedang berlaku namun kualitas penyelenggaraannya tergantung pada mentalitas kepemimpinan provinsi.

Bagaimana para pimpinan negara yang otoriter mengobok-obok masyarakat daerah?

Sangat mudah bahkan mereka tidak perlu bekerja untuk itu, pekerjaan tersebut akan dilakukan oleh masyarakat daerah itu sendiri jika  mentalitas masyarakat daerah sebagaimana sekarang ini yang tidak pernah berpikir untuk menerapkan standar demokratisasi terhadap organisasi politik dan organisasi masyarakat. Apalagi masyarakat tidak paham batasan lobby dan menjilat ke pusat pemerintahan.

Baik, saya akan menjelaskan beda lobby dan menjilat dalam organisasi, ini biasa dilakukan oleh calon ketua organisasi politik dan ormas ke petinggi organisasi pusat.

Pertama Lobby:
Lobby itu melakukan komunikasi dan pendekatan agar anda menjadi bahagian dari sistem yang tidak merusak sistem demokrasi dalam organisasi di daerah anda. Lobby itu batasan persyaratannya adalah kebijakan yang mempertahankan sistem organisasi di daerah anda yang tidak merusak hak warga lain dalam organisasi.

Kedua, Jilat:
Jilat itu dalam organisasi adalah mekakukan komunikasi dengan meminta atau mengajak petinggi pusat melakukan kebijakan anomaly untuk mengkoloni (menjajah) dan merusak tatanan organisasi didaerah yang inti kebijakan itu mengarah pada menghilangkan hak warga daerah untuk memilih pemimpin organisasi dan menggantikan dengan kebijakan penunjukan anda sebagai pemimpin.

Inilah pola yang telah melemahkan Otonomi Khusus baik terjadi terhadap organisasi politik, ormas maupun organisasi negara secara langsung sebagaimana pemerintah provinsi maupun kabupaten dan kota.

Lalu anda bertanya, bagaimana pengaruh organisasi politik dan ormas dalam melemahkan otonomi khusus Aceh?

Pimpinan politik daerah itu akan mempengaruhi kebijakan pengaturan masyarakat provinsi melalui DPR-DPRnya di parlemen yang merupakan anggota partainya. Demikian juga di level kabupaten dan kota semua kebijakan negara di daerah untuk pengelolaan masyarakat itu sumbernya dari partai politik.

Lalu Ormas bagaimana? Sebahagian besar ormas itu terpengaruhi oleh partai politik baik personal maupun kelembagaaan meski ormas itu profesinya terlihat profesional.

Kemudian anda bertanya, bagaimana melemahkan outsus, jawabnya petinggi organisasi politik dan ormas di daerah itulah yang merusak tatanan organisasi dan hak masyarakat daerah sehingga pemerintah organisasi politik dan ormas pusat bisa melakukan perusakan total terhadap demokrasi pada organisasi politik dan ormas di daerah untuk kepentingan kekuasaan yang salah kaprah. Hal ini juga bisa berlaku bagi organisasi negara terhadap pemerintah daerah.

Ketika organisasi politik dan ormas tidak lagi otonom dan hanya menjilat kepusat maka otomatis masyarakat daerah juga posisinya akan lemah dan tidak berdaya. Yang pintar akan diam yang tak paham apalagi, paling-paling bicara,  menggerutu bahkan memaki di pos jaga dan warkop.

Sekarang, anda tanya pada saya. Apakah pemerintah pusat yang melemahkan otinomi daerah? Jawabnya : Mereka akan melakukan apabila ada peluang melakukannya dan mereka tidak pernah mau terlihat untuk itu.

Lalu, siapa pelaku utamanya? Jawabnya : Calon pemimpin organisasi politik dan pemimpin organisasi politik yang kedudukannya dari hasil jilat tanpa berpikir terhadap tatanan demokratis dalam sistem masyarakat daerah. Ketika demokrasi tidak lagi terpelihara maka kepentingan pihak ketiga adalah jawaban terhadap fungsi organisasi itu.

Lalu, anda bicara tentang peradaban?? Kalau sistem dan nilai pengelolaan organisasi masyarakat kita tidak paham, bagaimana mungkin kita bicara tentang peradaban, maski saban pilkada ada calon kepala daerah bicara peradaban secara simbolik tapi hal itu hanya pepesan kosong.

Lalu anda masyarakat daerah mengatakan, pemerintah semua hanya janji tidak pernah ditepati, padahal yang terjadi adalah kelemahan para pelaku organisasi terutama organisasi politik karena tidak lagi berorientasi pada kemampuan berpikir tetapi nilai sudah bergeser pada lobby dan uang.

Akibatnya semua anggota organisasi politik lemah berpikir karena kebijakan pemimpin maka terkadang anda melihat sesuatu yang aneh dalam prilakunya namun anda menganggap sebagai strategy karena dia pimpinan partai politik padahal yang sesungguhnya memang Konyol karena dia Banyolan.

Apakah masyarakat daerah dirugikan dengan prilaku organisator semacam itu? Jawabnya Rugi Total karena telah meruntuhkan tatanan kehidupan masyarakat daerah. Oleh karena itu kalau anda anggap otonomi khusus itu sekarang hebat.

Biasa ajalah,,,,,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun