Oleh Godfathers
Saya memantau masyarakat di Aceh sudah tidak peduli dengan harga BBM diturunkan pemerintah, karena semakin lama semakin sadar masyarakat selama ini hanya dijadikan objek sebagai tumbal untuk kehidupan beberapa orang saja dalam urusan bernegara.
Bentuk ketidakpedulian masyarakat (apatis) ini menurut pandangan saya karena masyarakat sudah sampai pada titik over klimak terhadap disebabkan kebanyakan kebohongan yang berlaku di pemerintah dengan ucapan-ucapan presiden namun realita yang di dapat justru sebaliknya.
Pertanyaannya kenapa hanya di Aceh, apa masyarakat di provinsi lain berbeda?
Saya melihat karakter masyarakat Aceh lebih maju dalam merespon pemerintah, mungkin karena ruh mereka sebagai masyarakat merdeka tetapi sekarang sebagai masyarakat yang korban pembohongan pemerintah bukan korban politik. Sementara masyarakat lain mungkin saja memang sudah biasa dari jaman dahulu kala menghadapi kebohongan pemerintahnya sehingga daya tahannya sudah tergolong kuat.
Begitu juga terhadap DPR, masyarakat tidak ambil peduli dengan mereka dalam hal diturunkan harga BBM oleh pemerintah.
Etika yang seharusnya didapat oleh masyarakat ada fakta-fakta kemufakatan antara eksekutif dan legislatif dalam hal menaikkan dan menurunkan harga BBM yang vital bagi hidup masyarakat seluruh Indonesia.
Idealnya begitu ada issu pastinya masyarakat sudah kasak kusuk mencari tahu kebijakan penurunan harga BBM tersebut ke orang-orang yang dianggap tahu terutama ke wakil rakyatnya. Tapi kini masyarakat merespon secara tawar issu tersebut bahkan tidak dianggap sama sekali.
Tahukah, apa yang masyarakat kita pikirkan? Tentunya masyarakat hanya merespon dan melihat apa yang menjadi issu lain yang sedang melanda penguasa.
Karena sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh pemerintah Jokowi dan sudah menjadi karakter pemerintah selama sepuluh tahun belakangan ini.
Kesimpulannya apa? Penurunan harga BBM tidak akan bisa di jadikan alat tawar menawar untuk barter terhadap issu lain yang melanda pemerintah, misal :
1. Soal keputusan MK yang tiba-tiba sadar dan membuat keputusan yang normal.
2. Persoalan issu yang menimpa anak dan menantu presiden yang menghambur kemewahan di hadapan rakyat dengan kenderaan yang digunakan.
3. Soal kegagalan mempercepat perkantoran pemerintah dan biaya pelaksanaan upacara peringatan kemerdekaan di kalimantan.
Nah, bagi masyarakat awam keburukan pemerintah yang mengendalikan DPR dengan rencana pengesahan UU pilkada, tidak bisa dibarter dengan penurunan BBM yang diyakini pemerintah sebagai kebaikannya yang seimbang.
Dalam tawar menawar ini maka masyarakat melihat dalam image sebagai apa kepada pemerintahnya. Aoakah sebagai pemerintah yang berjalan sebagai pelindung dan pelayan rakyat?
Seterusnya masyarakat melihat sebagai musuhnya karena presiden selama ini disinyalir memposisikan dirinya sebagai musuh rakyat, misalnya dalam kasus MK yang disinyalir memainkan peranan DPR untuk melakukan pengesahan UU pemilukada yang baru.
Nah bila sudah jelas positioningnya maka kebijakan yang menguntungkan dianggap sebagai trik?
Masyarakat justru mempertanyakan, keuntungan apa lagi yang mau diambil oleh pemerintah kali ini dengan momentum kebaikannya  ini ?
Bisa saja masyarakat menunggu pemerintah mengeluarkan kebijakan tambahan yang seimbang dapat meninabobokan rakyat. Misalnya pemerintah memberikan pinjaman bank dengan bunga Nol persen atau bisa saja pemerintah menambah penerima dan jumlah yang diterima penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk memelihara orang miskin mendukungnya.Â
Skema kreditnya ada tapi ketersediaan uang kredit menunggu hibah dari Uni Emiran Arab. Namanya membohongi rakyat sudah pasti menggunakan berbagai macam trik tipu daya.
Sebenarnya kalau seorang presiden membohongi rakyat secara aturan hukum sudah tidak memenuhi syarat lagi sebagai kepala negara.
Namun karena DPR sebagai anak buah pemimpin partai politik maka maka DPR tidak berfungsi untuk itu.
Sementara Pemimpin partai politik menjadi anak buahnya presiden maka Maka hak angket bagi DPR tidak berguna karena semua dipemerintahan sebagai satu kesatuan komando presiden.
Karena itulah politik komando tidak sesuai dengan kehidupan rakyat membahayakan hidupnya, sebaiknya presiden yang akan datang bisa berbalik dengan sistem pemerintahan sekarang yang kita paham benar masalahnya bukan sebatas beranggapan atau mempersepsikannya.
Dengan begitu ada sebuah harapan baru bagi masyarakat Indonesia untuk menatap kedepan demi terwujud kesejahteraannya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H