Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Mantan Pemimpin Partai Politik

Semua orang terlahir ke dunia dengan tanpa sehelaipun benang, maka yang membedakannya adalah pelayanan kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sulit Menjelaskan Pemimpin Pintar kepada Masyarakat Awam, Sehingga Lahir Selalu Pemimpin Masyarakat Bodoh

4 Desember 2023   20:52 Diperbarui: 30 Agustus 2024   08:19 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarmidinsyah Abu (dokpri)

Sulit Menjelaskan Pemimpin Pintar Kepada Masyarakat Aliran Yang Tidak Paham Politik Normatif

Oleh :
Tarmidinsyah Abubakar
(Godfathers)

Pernahkah anda menyaksikan fenomena kehidupan masyarakat tertinggal disuatu daerah? Dimana secara garis besar mereka pasti rutin menjalankan kebiasaan yang turun temurun yang tidak bisa dikritisi atau disentuh. Mereka sering mensucikan ritual yang dianggap turun-temurun dimaksud bahkan kebiasaan itu diyakini sebagai ritual yang berkait erat dengan keharusan dari sang penciptanya. Kebiasaan yang menjadi rutinitasnya tentu saja menjadi karakteristik bagi masyarakat tersebut yang tanpa disadari meski tradisi tersebut merugikan hidup mereka.

Akibat sudah menjadi prioritas dan aktivitas rutin yang bahkan disucikan dalam kehidupan mereka maka daya tahan tradisi itupun bertahan cukup lama dalam kehidupan mereka. Seiring dengan keberadaan tradisi maka kondisi masyarakat itupun akan terus tertinggal dengan ritual dan rutinitasnya sehari-hari. Bahkan orang lain melihatnya aneh namun menjadi suatu keunikan dan langka (scarcity) yang hanya dihargai karena faktor itu dan sebagai budaya lokal (local wisdom) yang cenderung meski dihargai dalam etika sosial global.

Begitulah awal mula terjadi ketertinggalan masyarakat yang pada akhirnya mereka didefinisikan sebagai masyarakat tertinggal, meskipun diantara mereka justru lebih pintar dari masyarakat dinegara yang maju sekalipun. Tetapi apakah mereka paham bahwa seseorang itu adalah orang yang memiliki kepintaran diatas rata-rata mereka?

Sebahagian besar mereka tidak paham karena orang yang memiliki kepintaran ilmu pengetahuan biasanya bukan seseorang yang arogan dan hidup yang serba progresif dalam berbagai sisi.

Yang mudah diketahui hanya orang yang memiliki harta atau kekayaan dan menjadi tuan atau tempat mereka meminta bantuan ditengah masyarakat. Karena itu ditengah kehidupan masyarakat tertinggal yang selalu dibutuhkan adalah Tuan Yang Adil bukan pemimpin sebagaimana kebutuhan kehidupan demokrasi.

Apakah pada masyarakat tertinggal dapat diharapkan demokrasi berjalan secara baik? Jawabnya tentu saja tidak, karena mereka bukan tergolong orang yang cukup alasan dalam bersikap terhadap suatu pilihan karena banyak faktor yang mempengaruhi mereka dikiri dan kanannya masih berada pada tahapan pemenuhan kebutuhan yang sangat primery.

Hukum demokrasi menganut standar rata-rata (averaging) dalam melihat performance dan profile masyarakat. Misalnya sebahagian besar masyarakat Aceh pendidikannya dibawah rata-rata nasional, maka performance rakyat (indeks) ya dibawah indeks nasional meski ada diantara mereka melebihi dari indeks nasional. Misalnya tingkat kepintaran masyarakat dalam rata-rata daerah standarnya dibawah nasional meskipun ada diantara mereka lebih tinggi dari indeks nasional tetap saja yang menjadi ukuran standarnya pada rata-rata (averaging).

Karena itu kecenderungan sosial dalam demokrasi pada suatu masyarakat hanya bisa terjadi jika pemahaman rata-rata masyarakat lebih kurang setara. Kecenderungan sosial adalah hirarkhi tertinggi dalam demokrasi sebagaimana terjadi tuntutan perubahan pada saat reformasi. Masyarakat pada umumnya mengharapkan adanya perubahan dan hal itu menjadi kecenderungan yang tidak bisa dihambat dengan strategi politik.

Karena itu maka sulit bagi mereka yang pintar diatas rata-rata menjadi pemimpin ditengah masyarakat yang biasa-biasa saja. Karena kepintarannya tidak mampu dibaca oleh sebahagian besar masyarakat. Apalagi banyak masyarakat yang bisa menghargai hanya dengan bantuan sembako kepada mereka yang di grassroot, sementara orang yang pintar hanya bisa memberi kontribusi dalam pemikirannya yang cemerlang, tanpa bisa memberi kontribusi dalam hidup masyarakat secara instan.

Orang pintar hanya bisa memberi pemikiran dalam rancana mengatur masa depan jika kekuasaan ada pada mereka dalam hukum kompetisi kekuasaan. Kalau dia hanya masuk dalam sistem maka sudah pasti terjadi fitnah dan pembunuhan karakter karena orang disekelilingnya bahkan pemimpinnya tidak mampu menjangkau pemikirannya.

Oleh karena itu seorang pemimpin yang pintar untuk kemajuan daerah atau negara hanya bisa dilahirkan jika terjadi kecenderungan sosial yang menuntut perubahan total terhadap kehidupan masyarakatnya.

Terhadap suatu daerah akan terjadi perubahan dan tuntutan dalam skema kecenderungan sosial ketika masyarakat mengalami kebosanan sosial atau tidak melihat jalan keluar maka mereka menanamkan keyakinan bahwa sesuatu yang baru sebagai pilihan perubahan demi memberi sanksi dalam etika politik para pejabat yang pernah dan sedang berkuasa atau dengan kata lain daripada itu-itu saja mending kita beri kepercayaan kepada yang baru mungkin akan membuka peluang untuk lebih baik. Padahal mereka tidak mau tahu dengan perubahan atau perubahan dalam perspektif yang bagaimana yang diinginkan sesungguhnya.

Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa perubahan bukan sebatas membawa keinginan golongan atau aliran, yang justru membuat batasan-batasan dalam masyarakat sebelum perubahan akan dimulai.

Maka di negara maju partai politik aliran tidak dianggap partai politik yang punya misi dan visi dalam pembangunan bangsa mereka. Tidak ada partai politik aliran yang bisa tumbuh sebagai kekuatan politik rakyat di negara maju. Karena logikanya adalah bahwa urusan rakyat dalam bernegara berkaitan dengan hak dan kewajiban beserta tuntutan keadilan penyelenggara negara, jika dibatasi oleh sentimen kelompok sebagaimana aliran dalam bergama tentu terjadi diskriminasi terhadap golongan yang lain dan kontra dalam sistem hukum keadilan dalam pelayanan negara.

Ada anggapan bahwa mereka pimpinan partai politik aliran justru membohongi masyarakat sebelum mereka berkuasa sekalipun, karena dari basic politics thinking (pemikiran politik) sudah merencanakan membohongi rakyat secara berencana dan masif.

Karena itu maka di Indonesia beberapa partai politik aliran justru mati suri dan mereka bagaikan partai kerdil kecuali hanya beberapa daerah yang bisa berkembang. Karakteristik politik masyarakat dapat dilihat dalam pembangunan masyarakat yang stagnan maski uang banyak.

Karena masyarakat pada umumnya dan para elitnya sibuk mengurus urusan aliran dalam peribadatan sedikit pikiran dan tindakan untuk pembangunan kesejahteraan. Itulah logika partai politik aliran maka di Indonesia sendiri partai-partai sejenis ini paling tinggi prestasinya hanya menjadi partai menengah bawah kemudian partai ini akan ciut dan mati.

Salam
Penulis adalah Ketua Presidium Liga Rakyat Bangkit (LRB)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun