Mohon tunggu...
Abdul Halim Rimamba
Abdul Halim Rimamba Mohon Tunggu... wiraswasta -

Mendambakan Perdamaian sejati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Feodalisme dan Fir’aunisme

10 Desember 2010   10:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:51 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Potret Buram Sejarah Kemanusiaan"][/caption]

Indonesia sebagai negara demokrasi adalah negara yang dibangun dari sisa peninggalan sistem feodalisme kerajaan-kerajaan Nusantara, bukan hanya itu, feodalisme sejati yang tertanam kuat dalam karakter bangsa inipun dijajah oleh Bangsa “Feodal” yang juga mengaku “Demokratis” yaitu Belanda dan Jepang.

Sejak awal berdirinya Republik yang kita Cintai ini oleh Founding father kita Soekarno-Hatta telah menancapkan pilar demokrasi sebagai bentuk dan roh pemerintahan. Tersebutlah Soekarno, Soeharto sebagai presiden yang memiliki kesempatan berkuasa cukup lamapun akhirnya menunjukkan “karakter” aslinya, yaitu berupaya sampai titik darah penghabisan mempertahankan kekuasaannya bahkan berupaya mewariskan kekuasaannya kepada kerabat terdekatnya (anak, menantu, ipar dan lain-lain) dan inilah sejatinya “Feodalisme”, kalau saja ucapan dan kata-katanya adalah undang-undang maka jadilah Feodalisme-Monarchi yang otoriter.

Lalu “wahyu” dari mana datangnya hingga Demokrasi menjadi dewa baru yang begitu dipuja dan diagungkan oleh para penyelenggara negara kita, meski tabiat dan sifat dasar mereka adalah memiliki karakter dan sifat raja yang “Feodal”? ternyata Demokrasi yang kita kenal ini adalah konsepsi ketatanegaraan dari jaman Socrates yang menjadi lawan atau kebalikan dari Feodalisme.

Dari fakta yang kita temukan tersebut dapat disimpulkan bahwa feodal atau feodalisme dari sisi psikologis dapat dipahami segai tabiat dasar manusia yang ingin merebut otoritas ketuhanan, Tabiat yang memasuki “otoritas Tuhan” ini adalah sesuatu yang diharamkan dalam agama.

Meskipun Feodalisme adalah tabiat dasar manusia yang cenderung mengkarakter pada tiap-tiap penguasa (besar dan kecil) namun haruslah menjadi musuh bersama, diperangi dan diberantas.

Perang terhadap feodalisme adalah perang panjang sejak awal peradaban manusia hingga saat ini, Kulminasi dan puncak sifat feodalisme adalah mengaku menjadi Tuhan seperti fir’aun Laknatullah. Fir’aun mengangkat diri menjadi Tuhan karena kekuasaan yang sangat besar dan tidak ada perlawanan Politik dari rakyat. Kekuasaan tanpa kontrol, tak terkontrol atau tidak mau dikontrol adalah kekuasaan yang mencirikan kekuaasaan dan pemerintahan “Fir’aunisme simbol tertinggi feodalisme”, meskipun dalam riwayat kesejarahannya Fir’aun bukanlah turunan Raja yang berdarah biru. Dia adalah orang biasa yang merebut kekuasaan secara culas, lalu menjadi raja dan memper-Tuhankan diri sendiri.

Fir’aun terhadap lawan politik yang selevel atanpun mantan kolega yang menjadi pesaingnya sudah di-almarhumkan terlebih dahulu, setelah semua beres tak tersisa maka giliran berikutnya adalah membunuh cikal-bakal semua calon lawannya, maka dalam kekuasaannya tersebutlah masa pembunuhan bayi laki-laki yang baru lahir, karena dikhawatirkan akan merebut kekuasaannya pada saat dewasa nantinya’

Sifat tambahan seorang Fir’aunis adalah apriori terhadap kritik dan sorotan dari pihak lain. Tersebutlah Masyita pegawai fir’aun yang bertugas menyisir rambut anaknya digoreng hidup-hidup bersama bayinya di dalam kuali yang mendidih oleh Fir’aun karena mendapat laporan dari anaknya, “bahwa Masyita sang Pegawai Istana menyebut nama Allah ketika sisirnya terjatuh secara tidak sengaja”. Inilah ideologi fir’aun yang pantang diduakan dalam kekuasaan. Anak, istri, menantu, kroni dan jaringan politiknya tidak segan-segan melapor ke Fir’aun jika ada indikasi lawan politiknya akan membahayakan dan menyaingi kekuasaan sang Fir’aun. NAUDZU BILLAH...

Permisi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun