Pidato Presiden PDRI itu, membuat perlawanan rakyat dan tentara kembali bergeliat. Perang besar terjadi secara gerilya dipimpin oleh Jendral Sudirman. Seketika itu pimpinan PDRI menjadi sasaran buruan Belanda. Kondisi itu mengharuskan Syafruddin Prawiranegara beserta para mentri PDRI ikut bergerilya dari hutan ke hutan, untuk menghindari penangkapan Belanda.
Keadaan demikian terus berlangsung hingga Belanda memutuskan untuk melakukan perundingan. Terjadilah perundingan reom -Royen yang sempat ditentang oleh Jendral Sudirman karena perundingan tersebut bukan dengan pemerintahan yang masih berdiri saat itu yaitu PDRI namun dengan tawanan perang (Soekarno dan Hatta) yang diwakili oleh Moh Roem. Namun Syafruddin memberi pesan kepada Jendral Sudirman dan para tentara untuk patuh pada perundingan antara Belanda dan Soekarno-Hatta tersebut.
Perundingan Reom-Royen yang menghasilkan KMB ( Konfrensi Meja bundar) dan RIS (Republik Indonesia Serikat), menandai berakhirnya pendudukan Belanda di Indonesia. Syafruddin dengan sikap kenegarawanannya menyerahkan kembali mandat selaku Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia kepada Mohammad Hatta selaku perdana mentri RIS.
Demikianlah sosok tawadhu Syafruddin Prawiranegara memegang masa pemerintahan yang singkat (19 Desember 1947 - 14 Juli 1949) disaat Negri berada diujung tanduk kehancuran akibat agresi militer Belanda. Ia menganggap dirinya bukan presiden hanya sebagai Ketua pelaksana Pemerintahan Darurat. Ia menganggap jabatan hanya amanah dan titipan dari Allah SWT.
Darah ulama dan Ghiroh keislaman yg mengalir dinadinya, membuat ia bergabung kedalam partai Islam Masyumi. Syafruddin menjadi prototipe pemuda Hijrah pada masanya. Mengenyam pendidikan Liberal ala barat justru membuat ia sadar akan pentingnya berislam secara kaffah. Hal itulah yang membuatnya dikenal sebagai politisi islam. Ia berupaya agar syariat islam masuk dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nostalgia masyarakat Sumatra Pada PDRI kembali muncul, manakala krisis idiologi akibat masuknya faham komunis dalam pemerintahan, ditambah kurang meratanya ekonomi dan pembangunan daerah. Memunculkan sosok Syafruddin Prawiranegara dalam bentuk yang berbeda. Gerakan protes yang masive menyeret paksa sosok kharismatik ini kedalam pusaran fitnah pemberontakan PRRI.
Ia ditangkap sebagai terduga makar, Statment dan keritik kerasnya terhadap pemerintah dianggap ancaman disintegrasi bangsa. mendekam dalam penjara sebagai tahanan politik. Partai yang ia pimpin pun tak luput dari pembubaran. Masyumi resmi dibubarkan karena dianggap menginisiasi pemberontakan PRRI dan dianggap dalang dari pemboman di cikini (Ulang tahun PKI).
Dari Syafruddin Prawiranegara kita belajar kesederhanaan, Keuletan dan integritas.
Bahwa hidup adalah tentang memperjuangkan prinsip yaitu nilai-nilai luhur yang merupakan saripati agama Islam. Tauhid.
Sebagaimana ucapannya kala menyikapi pemboikotan2 rezim orde baru atas ceramah-ceramahnya di tahun 80an.
"Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H