Sejak tahun 2006 masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar Dusun Tem'bak, Desa Gurung Mali, Tempunak Hulu, Kabupaten Sintang, telah mulai menikmati Energi Listrik yang mampu menyala selama 24 jam dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang digerakkan dari aliran sungai Filing.
Fasilitas penerangan ini bisa dinikmati masyarakat berkat dikembangkannya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Hanya dengan modal kemauan keras, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) akhirnya mampu diwujudkan oleh warga Gunung Mali, yaitu F Nayau bersama enam anggota kelompoknya yaitu Apoi, Sinko, Hisako, Urbanus Noh, Yordanus Jang Dasen, dan Supardi.
Bukan perjuangan yang mudah bagi F Nayau bersama ke enam rekannya untuk bisa mewujudkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) agar bisa menerangi rumah tinggal mereka. Segala material dibeli dengan menghutang, dan bahkan salah satu tokohnya yaitu F Nayau harus menjadi penjamin ke toko untuk segala keperluan material bagi pendirian PLTMH ini.
Sekitar tiga bulanan sudah dihabiskan oleh F Nayau beserta ke-enam rekannya untuk menyelesaikan pembangunan PLTMH. Mereka bekerja secara kolektif bergotong royong membuat bendungan, membangun rumah kincir beserta saluran airnya yang berupa parit. Kedalaman parit dibuat setengah meter dengan lebar 40 cm, yang panjangnya mencapai 200 meter, semuanya dikerjakan secara manual.
Awalnya fasilitas pendukung PLTMH dibuat seadanya, bendungan yang dibuat jauh dari kata permanen. Hanya tumpukan-tumpukan pasir yang diisi ke dalam karung, Sementara jalur buat mengalirkan air dari bendungan menuju parit masih dibuat dari bahan kayu, begitu pula dengan kincirnya sama dibuat dari kayu.
Sementara rumah kincir bukan dalam bentuk bangunan. Hanya ditutupi dengan terpal sebelum kemudian dibenahi pada tahun 2008. Kincir diganti dengan besi, perumahan untuk  generatorpun dibangun hanya berukuran 23 yang diatapi dengan seng.
Hingga kini semua warga Desa Gurung Mali mampu secara mandiri mengatasi persoalan listrik. Akhirnya hasil kerja keras mereka tidak sia-sia. Listrik bisa dinikmati oleh semua penduduk Dusun Tem'bak yang dihuni sekitar 70-an Kepala Keluarga, dan sementara penduduk desa Gurung Mali yang keseluruhannya mencapai 150-an Kepala Keluarga.
PLTMH adalah energi listrik dengan biaya murah. Tidak seperti pembangkit listrik lainnya yang menggunakan bahan bakar fosil (batu bara, bensin, solar, dan sebagainya), PLTMH sama sekali tidak menggunakan bahan bakar tersebut. Penerapan PLTMH, oleh karena itu, merupakan upaya positif untuk mengurangi laju perubahan iklim global yang sedang menjadi isu penting dewasa ini.
PLTMH merupakan salah satu pilihan pengubahan energi yang paling ramah lingkungan karena tidak seperti pembangkit listrik berskala besar, PLTMH tidak mengganggu aliran sungai secara signifikan. Untuk pemeilharaan PLTMH tidak memerlukan perawatan khusus, kecuali hanya sebatas membersihkan air di saluran air menuju kincir air.
PLTMH berkaitan erat dengan sumber air di daerah hulu sebagai energi utamanya. Oleh karena itu pembangunan PLTMH membuat masyarakat semakin giat menjaga lingkungan, termasuk hutan demi terus tersedianya pasokan aliran sungai. Di sini masyarakat akan merasakan langsung jasa lingkungan yang seringkali tidak diperhitungkan.
Listrik murah dan ramah lingkungan ini berdampak positif bagi masyarakat. Dana untuk membeli bahan bakar bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, memajukan pendidikan karena anak-anak bisa belajar dengan baik di malam hari, memudahkan akses informasi melalui saluran televisi, hingga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatankegiatan produksi skala kecil yang menghasilkan pendapatan tambahan.
Pembangunan PLTMH di daerah pedesaan tidak lepas dari peran kolektif masyarakat itu sendiri. Merekalah yang mengelola secara mandiri dan membentuk lembaga pengelola, sehingga PLTMH bisa menjadi wahana belajar bagi masyarakat untuk memperkuat kebersamaan melalui aksi-aksi kolektif.
Mereka tidak ingin kerja kerasnya menjadi sia-sia. Mereka sadar ketersediaan air erat kaitannya dengan hutan. Komitmen menjaga kelestarian hutan dirawat secara kearifan lokal.
Satu sama lain saling mengingatkan dan menjaga agar terbangun rasa tanggungjawab bersama, walau tidak dituangkan secara tertulis. Karena itu, tidak mengherankan di areal PLTMH hutan primer terjaga dengan baik. Bahkan pohon-pohon baru banyak ditanami di areal PLTMH.
Setidaknya terdapat empat lokasi hutan primer dikampungnya yang harus mereka jaga dan pelihara, karena itu, ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ingin membuka lahan di Gurung Mali selalu mereka tolak.
Sebetulnya wacana pembangunan PLTMH telah dimulai sejak tahun 2001, sumber airnya dari sungai alam sekitar, warga sekitar bahkan sudah sempat membantu mengerjakan, serta hasil pekerjaan juga telah dilaporkan ke pihak kecamatan. Bahkan pemerintah setempat berencana untuk ikut memberikan bantuan, namun ditengah jalan akhirnya terjadi penundaan.
Pembangunan PLTMH akhirnya bisa terwujud pada 2006 dengan dikerjakan swadaya. Dampak positif pembangunan PLTMH bukan hanya untuk penerangan yang dirasakan. Lima bulan setelah PLTMH yang dirintis akhirnya berhasil beroperasi, kunjungan dari berbagai tempat  berdatangan ke Desa Gurung Mali. Bupati Sintang saat itu Milton Crosby, bahkan ikut menyempatkan melihat PLTMH. Kemudian perwakilan berbagai kabupaten di Kalbar menyusul datang silih berganti untuk studi banding dalam pembuatan dan pengelolaan PLTMH.
Tamu mancanegara pun mulai berdatangan ke dusun Tem'bak pada tahun 2011. Kurun waktu tahun 2011-2013 bahkan mulai ada yang sengaja datang untuk sekolah alam. Mereka antara lain pelajar dan mahasiswa dari Australia, Jepang juga dari berbagai wilayah Eropa.
Rintisan warga Desa Gurung Mali mengembangkan PLTMH ikut memunculkan kemajuan ekowisata. Seiring banyak tamu berdatangan ingin melihat kondisi hutan. Kedatangan itu secara tidak langsung menjadi pasar ekonomi bagi tanaman buah-buahan yang dihasilkan masyarakat Gurung Mali. Kerajinan tangan berupa boneka orang utan sebagi ikon oleh-oleh Gurung Mali bahkan sangat diminati oleh banyak tamu mancanegara.
Keberadaan PLTMH betul-betul berdampak positif bagi masyarakat sekitar Gurung Mali. Karena itu mereka menjadi kian termotivasi untuk menjaga hutan sekitar agar kincir PLTMH yang dibangun tetap bisa berputar. Masyarakat setempat sangat berkepentingan dengan kelestarian hutan karena merupakan penopang utama keberlangsungan PLTMH yang dibangun secara swadaya.
Dimasa awal, semua dikerjakan dengan swadaya. Tapi semua rasa terbayar dengan menyalanya listrik. Energi hijau PLTMH banyak memberikan manfaat dan sangat cocok dikembangkan di daerah terpencil, ekosistem alam menjadi terpelihara dan terjaga.
Masyarakat Gurung Mali menunjukkan kepada kita bahwa orang di daerah terpencil bisa memperoleh energi secara murah dan ramah lingkungan. Tak hanya itu, mereka kini lebih terdorong untuk menyelamatkan hutan, yang merupakan sumber air, artinya sumber energi bagi hidup mereka. Memperoleh energi dan sekaligus melakukan kegiatan pelestarian sekaligus.
(Yurdanus Jan Jansen. Menembus Keterbatasan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H