Pemilu kemarin hampir pasti menjadikan Joko Widodo sebagai Presiden RI untuk periode ke dua hingga tahun 2024 nanti. Meskipun ia bukan orang baru di pemerintahan, periode kedua yang akan dijalankannya itu memikul banyak harapan. Utamanya tentang bersih-bersih di segala lini pemerintahan, termasuk sektor pertanian.Â
Sektor yang satu ini harus mendapat perhatian lebih, karena menyangkut hajat hidup dan kecukupan pangan orang banyak. Apalagi anggaran untuk sektor pertanian kita, meningkat dan semakin banyak tiap tahunnya. Oleh karena itu, tata kelola yang buruk akan menjadi bencana pertanian. Mulai dari potensi kasus korupsi, sampai pada target swasembada pangan yang makin mustahil tercapai.
Beberapa tahun belakangan banyak beredar berita mengenai korupsi di sektor pertanian. Baik yang terjadi di tingkat pusat, maupun daerah.Â
Misalnya pemanggilan dan permintaan keterangan oleh Kejaksaan Agung terhadap kelompok petani di Kabupaten Tasikmalaya, Maret 2018 lalu. Penyelidikan itu berhubungan dengan pengusutan dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat dan mesin pertanian berupa traktor roda dua, dalam pelaksanaan program kedaulatan pangan tahun anggaran 2015, di Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. (Berita Satu)
Atau berita mengenai pemanggilan dua pejabat Kementan dalam dugaan kasus korupsi kedelai di Ponorogo, Jawa Timur, yang diduga merugikan negara hingga Rp 1,3 miliar.
kedua pejabat tersebut berada di bawah Direktorat Aneka Kacang dan Umbi Kementan. Mereka diperiksa yang pada intinya adalah tentang mekanisme penyaluran bantuan dari kementerian. Sangkut paut mereka dalam kasus ini adalah pada anggaran yang digunakan. Pengadaan benih kedelai yang menyasar petani di Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Ponorogo ini menggunakan anggaran dari APBN-P tahun 2017.
Kasus ini diawali munculnya sebuah program di Kementerian Pertanian RI lewat Dinas Pertanian Provinsi yang ditujukan untuk kelompok tani di sekitar lahan Perhutani atau yang disebut Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Program itu adalah pengadaan benih kedelai yang bersumber dari dana APBN-P 2017 yang pelaksanaannya di awal 2018. Sebanyak 72 LMDH di Ponorogo mendapatkan bantuan dana untuk membeli benih kedelai, rhizobium dan sarana produksi (saprodi). (Berita Jatim)
Korupsi di sektor pertanian sebenarnya bukan lagu baru. Mungkin kita semua masih ingat, beberapa kasus korupsi yang pernah melilit Kementerian tersebut. Mulai dari korupsi kuota impor daging sapi yang melibatkan ketua umum sebuah partai politik nasional. Atau korupsi proyek pengadaan lampu perangkap serangga senilai Rp 135 miliar dan diduga merugikan negara hingga Rp 33 miliar. Korupsi itu melibatkan pejabat tinggi setingkat eselon I, II, dan staf-staf di bawahnya.
Dalam kurun waktu empat tahun belakangan, total anggaran pemerintah untuk sektor pertanian mencapai sekitar Rp 409 triliun. Jumlah itu tentu akan terlihat menggiurkan bagi pengerat-pengerat anggaran.Â
Belajar dari pengalaman buruk di masa lalu, sudah sepantasnya kita menaruh harapan besar di kabinet baru Jokowi nanti. Semoga ada perbaikan tata kelola agar tidak ada kasus korupsi serupa yang terjadi di sektor pertanian.Â
Anggaran Kementan yang terbilang besar, sekitar Rp24,15 trilyun di 2017 dan naik menjadi Rp37,97 trilyun di 2018, harus dikawal betul-betul. (Kontan)
Uang negara sebesar itu yang dialokasikan untuk peningkatan ketahanan pangan, harus dijaga dari tangan-tangan pencuri. Bila di sawah ada tikus yang menggerogoti padi, di kantor Kementerian, ada tikus yang siap menggerogoti anggaran bila pengawalnya lengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H