Mohon tunggu...
Taofik Wildan
Taofik Wildan Mohon Tunggu... Buruh - Saya adalah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Wildan

Selanjutnya

Tutup

Money

Salah Langkah RIPH

29 Maret 2019   08:50 Diperbarui: 29 Maret 2019   09:57 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan perkara mudah ketika Indonesia bertahun-tahun harus mengimpor bawang putih tanpa jeda dan harus bermimpi tentang swasembada. Hampir 98 persen stok bawang putih yang kita nikmati dikapalkan dari Tiongkok. Bisa dibayangkan jika angka konsumsi bawang putih di angka 525 ribu ton, sementara produksi hanya 19,6 ribu ton saja. Artinya, sekitar 505 ribu ton harus didatangkan.

Mui.or.id/di olah oleh penulis
Mui.or.id/di olah oleh penulis

Pemerintah, atau Kementerian Pertanian, memulai mimpi swasembada bawang putih beberapa tahun belakangan ini. Digelontorkan lah program Rekomendasi Impor Produk hortikultura (RIPH). Progresnya dapat dikatakan belum terlihat, tapi dengan penuh kepercayaan diri, pemerintah berangsur-angsur menutup keran impor bawang putih. Di sini lah pembuktian hukum pasar yang selama ini sering kita dengar: Stok berkurang, harga naik. 

Jalan pintas yang diambil pemerintah untuk menstabilkan harga adalah impor. Dalam keadaan terdesak, pemerintah menugaskan Bulog untuk mengimpor 100 ribu ton bawang putih dengan anggaran sekitar 500 miliar. Hal ini kemudian melukai importir, yang dalam RIPH, harus menanam 5 persen dari kuota impornya. 

Merdeka

Bahkan, dapat dikatakan proyek impor ini merupakan pemufakatan jahat dan wujud dari persaingan tidak sehat. Aktornya tentu pihak yang menerbitkan RIPH dan yang menerima proyek impor. Karena, pelaksanaan impor tentu tidak bisa satu atau dua bulan saja. Jika dilakukan terburu-buru, tidak menutup kemungkinan Bulog akan meminta pihak lain untuk melakukan impor atas nama Bulog, apa lagi anggaran yang dikucurkan tidak sedikit. 

Bulog semestinya bukan bekerja sebagai importir, tapi lebih evaluator dan stabilisator harga. Biarkan saja persoalan impor diberikan kepada pihak yang lebih paham soal itu. Jika Bulog sudah "berani" untuk mengambil proyek impor, tidak menutup kemungkinan Bulog juga akan "bermain" untuk bahan pangan lain.

Jika saja pemerintah, dalam hal ini Kementan, mau jujur terhadap data, maka tidak perlu ada ribut-ribut soal impor bawang putih ini. Toh, selama ini, tidak pernah ada yang menyoal impor bawang putih, sebanyak apa pun itu. Pemerintah semestinya perlu lebih hati-hati dalam menentukan kebijakan yang berurusan langsung dengan dapur masyarakat.

rmol.com/di olah oleh penulis
rmol.com/di olah oleh penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun