Bentuk dan warna boleh sama. Tapi salah satu di antara mereka, tidak boleh bebas berkeliaran. Inilah perbedaan antara gula kristal putih dan gula rafinasi.Â
Secara kasat mata, bila dilihat lebih seksama, gula kristal putih cenderung berbentuk kotak-kotak dan warnanya agak keruh. Sedangkan gula rafinasi, atau raw sugar, bentuknya tidak beraturan, teksturnya lebih halus, dan warnanya cenderung lebih cerah.
Gula kristal putih adalah gula konsumsi yang dihasilkan oleh pabrik tebu dalam negeri. Ia biasa kita gunakan sebagai penambah manis dalam minuman atau makanan kita sehari-hari. Sedangkan gula rafinasi atau raw sugar adalah gula olahan. Ia tidak bisa diproduksi oleh pabrik gula dalam negeri, sehingga harus diimpor. Raw sugar digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Oleh karena itu, gula rafinasi dilarang diperjualbelikan secara bebas.Â
Sayangnya, masih ditemukan gula rafinasi impor yang bocor ke pasar eceran. Harusnya, gula tersebut tak boleh masuk ke pasar eceran. Padahal sudah jelas dan tegas, yang boleh masuk ke pasar eceran hanya gula konsumsi hasil produksi dalam negeri. Merembesnya gula rafinasi membuat gula lokal tak terbeli, sehingga merugikan petani tebu dan industri gula nasional.
Tertuduh pertama dari bocornya gula rafinasi ini tentu adalah pengimpornya. Karena hanya merekalah yang bisa mendatangkan gula tersebut ke Indonesia. Tapi Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) sendiri mengakui, tidak mungkin importir merembeskan gula rafinasi ke pasar eceran. Sebab, selama ini para importir selalu diawasi secara ketat melalui audit yang dilakukan beberapa pihak, seperti PT Sucofindo dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).Â
Sumber: Kumparan
Setelah izin impor keluar, para importir akan melaksanakan impor sesuai yang ditugaskan. Lalu, PT Sucofindo akan mengaudit proses perdagangan gula rafinasi dari importir ke industri pengguna. Audit itu untuk mencegah penjualan gula rafinasi kepada pihak di luar industri makanan dan minuman. Dengan serangkaian proses pengawasan tadi, tentu sulit membocorkan gula rafinasi impor ke pasar eceran.Â
Bila tidak ada kebocoran di hulu, kecurigaan bisa kita arahkan ke hilir atau muaranya. Dalam konteks ini, adalah pelaku industri.
Sejauh ini, beredar rumor bahwa ada beberapa pelaku industri makanan minuman skala kecil yang sukar dikendalikan. Mungkin karena skala usaha mereka yang tidak terlalu besar, maka pengawasan terhadap mereka pun tidak bisa seketat perusahaan besar.Â
Tapi sayangnya, sejauh ini belum ada yang bisa membuktikan kebenaran atau kesalahan dari tuduhan tersebut. Artinya, saat ini bola ada di tangan Satgas Pangan yang dibentuk oleh Mabes Polri untuk menindak berbagai dugaan pelanggaran hukum.Â
Di luar upaya represi tadi, ada juga pencegahan yang bisa dilakukan. Misalnya dengan mengumpulkan pelaku industri makanan minuman berskala kecil menjadi klaster-klaster atau dalam suatu koperasi tersendiri. Sehingga pengawasan terhadap mereka bisa lebih terkonsentrasi.Â
Kedua upaya tadi, represi dan preventif, perlu dilakukan demi menjaga industri dan petani gula lokal kita agar tidak digerogoti oleh oknum-oknum pengoplos gula rafinasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H