Mohon tunggu...
Tanzilun Nimah
Tanzilun Nimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Airlangga

Mahasiswa yang tertarik untuk berkarir sebagai akademisi, dengan ketertarikan dan minat di hukum bisnis. Menyukai kegiatan yang berkaitan dengan kepenulisan dalam berbagai bidang.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mahasiswa Hukum: "Ngomong Yang Penting" Atau "Yang Penting Ngomong"?

22 Mei 2024   13:34 Diperbarui: 22 Mei 2024   18:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Stereotip Masyarakat


Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga, kerap kali saya mendapati pandangan atau anggapan masyarakat yang patut dipertanyakan kebenarannya. Mulai dari anggapan bahwa mahasiswa hukum pasti hafal undang-undang, kelak lulus akan menjadi pengacara, bahkan terkait kelihaiannya untuk berbicara di depan khalayak umum dan berdebat. Pembahasan ini menjadi sangat menarik ketika menilik pada fakta yang terjadi di lapangan. Anggapan-anggapan tersebut tidak menutup kemungkinan berpotensi menekan sesama mahasiswa hukum untuk selalu berbicara, sehingga terkadang luput dalam memerhatikan substansi yang dibicarakan. Pada akhirnya, prinsip mereka berubah. Dari yang semula "ngomong yang penting" menjadi "yang penting ngomong". Kalau orang-orang bilang, asbun, atau asal bunyi.


Menilik Prinsip "Yang Penting Ngomong": Apa Akar Masalahnya?


Kemampuan berbicara betul adanya merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa hukum. Namun, kemampuan tersebut harus diimbangi dengan kemampuan lainnya. Selain berbicara, diperlukan pula kemampuan dalam hal menulis, menganalisis, dan bagaimana bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang terjadi. Sebelum berbicara, tentu perlu untuk mempersiapkan argumentasi beserta sumber hukum atas apa yang diargumentasikan tersebut. Sehingga kelak argumentasi yang dibuat mampu dipertanggungjawabkan, utamanya di mata hukum.


Dalam upaya bertahan di lingkungan mahasiswa hukum, berbagai kemampuan yang telah diuraikan di atas sangat diperlukan. Terutama terkait kemampuan berbicara di depan umum yang menjadi keterampilan penting yang harus dimiliki mahasiswa hukum. Sebab, apabila kemampuan menyusun argumentasi itu sudah dinilai baik, akan menjadi sia-sia ketika tidak diutarakan di depan umum. Namun, permasalahan lain akan muncul ketika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berbicara di depan umum, tetapi substansi atau argumentasi yang disampaikan itu tidak cukup baik. Hal ini merupakan akar dari permasalahan atas mahasiswa hukum yang berbicara tanpa substansi yang jelas, yakni sekadar berbicara hanya untuk mendapatkan atensi atau tertekan oleh keadaan akibat stereotip yang berkembang di masyarakat. Hal ini diutarakan dalam studi psikologi, bahwa seseorang mungkin saja mengalami guncangan mental akibat situasi yang mendesaknya, sehingga menyebabkan ia berperilaku tanpa alasan yang jelas (Maryam, 2019). Apabila dikaitkan dengan hasil studi ini, maka mungkin saja seorang mahasiswa hukum bertindak asal bicara, akibat tekanan mental atas adanya stereotip bahwa mahasiswa hukum pasti pandai berbicara.


Stereotip tentang kelihaian mahasiswa hukum dalam berbicara, pada dasarnya tidak perlu dijadikan sebagai acuan dalam menempuh pendidikan hukum di lingkup perguruan tinggi. Dalam prosesnya, kemampuan berbicara dengan substansi yang jelas dan penting itu akan berkembang seiring berjalannya waktu. Apabila individu mengembangkan kemampuan lainnya, yakni menulis, menganalisis, dan berpikir kritis, maka akan menghasilkan argumentasi yang substansial. Sehingga, prinsip "ngomong yang penting" mampu terwujud ketika berhadapan dengan masyarakat umum, bukan lagi "yang penting ngomong".


Praktik Nyata: Forum Musyawarah Nasional ALSA XXXI


Penerapan prinsip "ngomong yang penting" tersebut telah coba saya terapkan ketika berpartisipasi pada acara forum Musyawarah Nasional ALSA XXXI pada Maret 2024 silam. Forum tersebut merupakan agenda tahunan dari ALSA Indonesia (Asian Law Students' Association), yakni organisasi perkumpulan mahasiswa hukum se-Asia, yang salah satunya bercabang di Indonesia.
Acara Musyawarah Nasional ALSA XXXI tersebut tentunya melatih saya untuk terbiasa berforum dan mengkritisi kinerja ALSA Indonesia selama satu periode ke belakang. Sikap kritis tersebut diwujudkan dalam sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada ALSA Indonesia terkait hasil kinerja mereka pada laporan pertanggungjawaban, yang dirasa perlu dijelaskan lebih lanjut secara terperinci. Dalam prosesnya, forum tersebut juga melatih setiap individu yang terlibat untuk berani berbicara dalam mengkritisi kinerja ALSA Indonesia. Forum diisi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang substansial, sehingga meminimalkan durasi forum yang terlalu panjang. Forum ini memberikan pelajaran bagi saya bahwa salah satu kriteria mahasiswa hukum yang baik adalah mereka yang mampu mengutarakan pendapatnya secara substansial dengan baik.

Gambar 2. Pengalaman Berforum Penulis pada Kegiatan SEMUNAS ALSA XXXI
Gambar 2. Pengalaman Berforum Penulis pada Kegiatan SEMUNAS ALSA XXXI

Gambar 3. Situasi Forum SEMUNAS ALSA XXXI
Gambar 3. Situasi Forum SEMUNAS ALSA XXXI


Seperti Apa Sikap Yang Harus Diambil?


Menjadi mahasiswa hukum tentu terdapat tantangan yang harus dihadapi. Menjalani proses untuk berkemampuan bicara di khalayak umum adalah salah satunya. Proses tersebut tidak sekadar melatih keberanian berbicara, melainkan juga kemampuan berbicara terkait hal-hal yang substansial. Akan ada banyak kesempatan untuk berproses bagi mahasiswa hukum, baik itu melalui forum, kompetisi, kegiatan diskusi, dan lainnya. Dengan menjalani segala proses tersebut, kemampuan tersebut akan berkembang dan mendukung kesuksesan dalam berkarir.


Daftar Pustaka :
Maryam, Effy Wardati. (2019). Psikologi Sosial: Penerapan Dalam Permasalahan Sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press.
Rosetia, A. dkk. (2020). Stereotip Dan Dampaknya Ditengah Kehidupan Sosial Masyarakat. Prosiding National Conference for Community Service Project, 2(1), 135-145.
Nurkhalis, M. H. (2018). Stereotip Budaya Antarmahasiswa Di Lingkungan Fakultas Dakwah. Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 50-60.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun