Mohon tunggu...
tanziila dwi
tanziila dwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - tat

hi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Self Diagnosis terhadap Kesehatan Mental

29 September 2021   10:16 Diperbarui: 29 September 2021   10:45 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernahkan disuatu peristiwa tertentu kamu merasakan sakit? lalu dengan mudahnya memunculkan spekulasi tentang rasa sakit mu? Hal tersebut merupakan self diagnosis. Self diagnosis adalah upaya men-diagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang kita dapatkan secara mandiri, misalnya dari teman atau keluarga, bahkan pengalaman sakit dimasa lalu. 

Saat men-diagnosisi diri sendiri, kita menyimpulkan suatu kesehatan fisik yang terjadi pada diri kita hanya dari informasi yang belum tentu akurat yang kita dapatkan. Kesehatan mental adalh isu yang besar, jika kita merasa depresi pada diri kita, belum tentu kita mengidap depresi secara mental. Pada akhir-akhir ini banyak aplikasi dan laman internet yang menyediakan jasa untuk mendiagnosis diri anda. Padahal pada dasarnya seharusnya diagnosa mengenai gangguan mental harusnya di lakukan oleh ahlinya, karena meng-diagnosis penyakit pada diri kita adalah hal sangat sulit. 

Bahkan, seorang Psikiater maupun Psikolog sekalipun masih perlu mengulik secara mendalam penyebab masalah yang terjadi pada diri kita sebelum men-diagnosis. Jika mengalami keluhan atau adanya gangguan psikis lebih baik hubungi Psikolog atau Psikiater untuk penanganan lebih lanjut. Ketika kita berkonsultasi, Psikiater maupun Psikolog akan menetapkan diagnosis pada diri kita. Diagosis tersebut akan ditentukan melalui gejala, keluhan, riwayat kesehatan, serta factor lain yang kita alami.

Contohnya, pada saat kita merasa suasana hati kita cepat berubah, sekarang lagi bahagia tiba-tiba satu menit kemudian sedih tanpa ada alasan, dan kita menyimpulkan bahwa kita memiliki gangguan Bipolar. Tetapi, pergantian suasana hati dalam waktu yang cepat belum tentu Bipolar, bisa menjadi gejala pada gangguan mental yang lain. 

Nah, salah men-diagnosis pada diri kita sendiri berbahaya karena kita cenderung mengambil pengobatan yang salah, meng-konsumsi obat yang bahkan tidak disarankan oleh Psikiater atau Psikolog. Dengan hal tersebut bisa membuat kita mengalami kondisi yang bertambah parah dari sebelumnya. Itulah kenapa kita disarankan untuk men-konsultasikan kepada Psikiater maupun Psikolog untuk men-diagnosis apa yang sedang kita alami. Dengan kita yang bercerita serta Psikiater maupun Psikolog akan menanyakan lebih detail tentang gejala yang kita alami, Psikiater atau Psikolog dapat mendiagnosis apa yang terjadi dalam diri kita.

Lalu, apasih pengaruh self diagnosis pada kesehatan mental kita? terkadang self diagnosis membuat kondisi kesehatan mental kita lebih parah karena penyakit mental dapat berkembang ketika kita terlalu khawatir akan apa yang terjadi kedepan. Kita yang awalnya tidak mengidap apa-apa, tetapi karena kita terlalu berlebihan memikirkan sesuatu yang bahkan belum di konfirmasi oleh Psikiater maupun Psikolog akhirnya dapat mengidap penyakit tersebut. 

Dengan self diagnosis, juga dapat menyebabkan indikasi penyakit lain yang sebenarnya kita alami tapi menjadi ter-abaikan akibat kita terlalu berfikir akan penyakit mental ini. Jika dilihat dari sisi yang lian, self diagnosis juga dianggap adalah kepedulian terhadap diri sendiri dan sikap cermat terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh oleh beberapa orang. Akan tetapi, bentuk kepedulian dan kecermatan akan sia-sia jika pada akhirnya membahayakan tubuh kita. 

Untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang sangat tepat, lebih baik konsultasikan gejala yang kita rasakan kepada Psikiater dan Psikolog. Kita tetap bisa mencari informasi mengenai keadaan dan gejala yang kita alami, tetapi jadikan hal tersebut sebagai bekal ilmu kita untuk berdiskusi dengan Psikiater atau Psikolog, bukan self diagnosis. Supaya kita dapat mengetahui dengan benar sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Hynes, Veronique. (2013) The trend toward self-diagnosis, 185(3): E149--E150. Doi: 10.1503/cmaj.109-4383

Eastham, Claire. (2016) We're All Mad Here: The No-Nonsense Guide to Living with Social Anxiety. Washington DC: Amazon.

Rizal, Fakhri. (2020) Bahaya Self-Diagnosis yang Berpengaruh pada Kesehatan Mental, https://www.halodoc.com/artikel/bahaya-self-diagnosis-yang-berpengaruh-pada-kesehatan-mental, diakses pada 26 September 2021

Nareza, Meva. (2020) Bahaya Melakukan Self Diagnosis untuk Kesehatan, https://www.alodokter.com/bahaya-melakukan-self-diagnosis-untuk-kesehatan, diakses pada tanggal 26 September 2021

Rahma, Nadia. (2019) Mental Illness : Boleh Gak Sih Kita Self-Diagnose, https://psikologi.unisba.ac.id/artikel-kegiatan-psycreticle-self-diagnose-nadya-rahma-andjani-putri-10050018245/, diakses pada tanggal 26 September 2021

Ayu, Diah. (2020) Self Diagnosis, Kebiasaan Mediagnosis Diri Sendiri yang Bisa Berbahaya, https://hellosehat.com/mental/mental-lainnya/self-diagnosis-diri-sendiri/, diakses pada tanggal 26 September 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun