Suasana kelas mulai ribut karena kehadiran sosok asing berseragam berbeda. Anak perempuan berusia 8 tahun itu masuk kelas dengan wajah tertunduk. Ia merebut perhatian siswa lainnya. Ada yang sebelumnya sibuk mengerjakan tugas lalu meninggalkan pekerjaannya sementara, ada yang sedang menjahili temannya lalu menghentikan perilakunya. Sepersekian detik mulai terdengar suara bisik-bisik siswa, sosok ini memang menarik untuk diperhatikan. Bagaimana tidak, warna kulit dan rambutnya berbeda dengan teman-temannya.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru. Kina, kemari Nak, silahkan perkenalkan diri dahulu."
Dengan wajah masih tertunduk Kina melangkahkan kakinya pelan-pelan dan membalikkan badannya menghadap ke arah teman-temannya.
"Se la mat pa gi, perkenalkan nama saya Kina."
**
"Pokoknya aku gak mau ikut pindah Ma."
Pagi itu Kina mondar mandir mengikuti langkah ibunya yang sibuk membereskan barang-barang untuk dibawa pindah ke Sumatera. Hari ini sekaligus menjadi hari terakhir Kina berada di kota kedua setelah kota kelahirannya. Kota yang sangat istimewa, bukan saja untuknya tapi juga untuk para penduduknya. Â Kina berasal dari keluarga keturunan Papua. Perawakannya sangat khas, kulit hitam dengan rambut keriting yang selalu dikuncir. Dua buah lesung pipi di wajahnya membuat Kina terlihat lebih manis.
"Kenapa sayang? Nanti di tempat yang baru kamu juga akan mendapatkan teman baru."
"Tapi di tempat yang baru ga ada Cila, Sesil, Bento, gak ada Bu Guru Indah, gak ada pantai juga Ma."
"Eh eh siapa bilang, di sana pantainya banyak loh, kamu juga akan mendapat banyak teman baru di sana."
"Tapi Cila sering menemaniku kalau ke toilet, Sesil sering membantu mengerjakan tugas matematika yang sulit, terus Bento suka ngebelain aku kalau Geo ngejahilin di sekolah."
Ada saja alasan Kina kepada ibunya. Ia enggan untuk pindah rumah. Suasana kotanya sudah membuatnya nyaman setelah tiga tahun waktu yang dihabiskan untuk beradaptasi. Tiga tahun yang lalu pula kejadian ini terulang kembali, di usia enam tahun, Kina juga harus ikut orang tuanya pindah ke kotanya saat ini. Proses adaptasi dengan tempat baru memang membuatnya mengeluarkan energi yang ekstra.
"Mama tahu pindah ke tempat baru tidak mudah bagimu, kamu harus berkenalan dengan orang-orang baru dan merasakan suasana lingkungan yang berbeda. Tapi kamu ingat tidak, ketika kita pindah dari Papua ke Yogyakarta tiga tahun yang lalu? Sepanjang perjalanan kamu nangis terus. Sampai sekarang kamu sudah terbiasa kan? Sudah ketemu dengan Cila, Sesil, Bento, dan Bu Indah. Nah orang-orang baik seperti mereka itu tidak hanya ada di Kota ini sayang, ketika kita di Papua ada Yobi, Nobel, Tara, dan Taka yang juga baik."
***
Kejadian di atas mungkin tidak asing bagi seseorang yang hidupnya nomaden, alias berpindah-pindah. Kebanyakan faktor penyebabnya yakni pekerjaan orang tua yang mengharuskan untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Bagi orang dewasa, ini bukan menjadi persoalan besar karena sudah terbiasa dengan proses adaptasi. Tapi bagi anak-anak, ini menjadi masalah yang besar apalagi mereka sudah nyaman di zonanya.
Sebagai orang tua, apa yang harus dilakukan?
Pertama, orang tua harus menjelaskan jauh hari bahwa akan pindah ke suatu tempat atau kota. Jelaskan tentang kota tersebut, orang tua bisa memvisualisasikan melalui peta atau gambar yang menarik. Ceritakan tentang kelebihan kota tersebut seperti tempat wisata yang menarik atau arena dimana anak memiliki minat atau ketertarikan.
Kedua, libatkan anak dalam pemilihan sekolahnya yang baru. Ceritakan pula tentang sekolah dimana anak akan belajar termasuk hal-hal yang menarik di sekolah. Biasanya anak akan berdalih tentang teman-temannya yang baik di kota lama dan tidak akan ditemukan orang yang persis sama di kota yang baru. Jelaskan bahwa banyak orang-orang baik di kota tersebut.
Ketiga, orang tua bisa menyiasati dengan mendongeng, bercerita tentang pengalaman pindah sekolah melalui tokoh-tokoh dalam dongeng. Bawa imajinasi anak untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan yang dialami tokoh dalam dongeng.
Proses transisi ini memang tidak mudah, tapi percayalah bahwa anak akan melewati proses adaptasi secara natural seiring dengan berjalannya waktu.
Selamat mencoba :) Di bagian selanjutnya, saya masih akan membahas mengenai pengalaman anak pindah sekolah dan anak tersebut menjadi korban bullying teman-temannya dikarenakan terdapat ciri yang "berbeda" yang melekat pada dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H