Mohon tunggu...
Akbar Sanjaya Rambe
Akbar Sanjaya Rambe Mohon Tunggu... Psikolog - Psikologi Dan Teknologi Informasi

Psikologi, Teknologi Informasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ketika Anak Tantrum

20 April 2024   19:51 Diperbarui: 20 April 2024   20:01 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transaksi jual beli hari itu pun terjadi di toko mainan itu. Nadia senang sekali mendapatkan apa yang ia inginkan. Orang tua cuma bisa menghela napas sekaligus lega karena tangis anaknya reda dan tidak malu dengan tatapan tajam orang-orang sekitar. Kejadian di atas mungkin tidak asing lagi bagi seorang ayah atau ibu yang memiliki anak kecil. Atau bagi yang belum menjadi orang tua pun mungkin pernah menyaksikan kejadian serupa.

Bila anak sudah nangis di tengah keramaian, mau tidak mau sang ibu pasti menuruti kemauan si anak. Pilihan yang dirasa tepat saat itu, tangis anak berhenti dan orang tua tidak dilabel macam-macam. Tapi tahukah anda dampak jangka panjang dari peristiwa tersebut?

Pernah dengar istilah tantrum? Kejadian anak menangis ketika keinginannya tidak diwujudkan tadi adalah salah satu bentuk temper tantrum. Jika tempo seperti itu dipelihara, maka level tantrum anak akan bertambah. Tidak jarang jika dengan menangis tidak mampu membuat keinginannya dituruti, anak akan mulai berteriak kencang bahkan berguling-guling di lantai atau di tanah. Terus apa yang dilakukan orang tua? Ya mau tidak mau menuruti lagi keinginan anaknya. Begitu ritmenya dipelihara.

Terus apa dong yang bisa orang tua lakukan ketika anak mulai menunjukkan temper tantrum?

Jika kejadiannya seperti cerita di awal, maka orang tua harus;

1. Mengabaikan ; Tidak apa-apa kok kalau anak nangis, toh paling cuma sebentar. Masalah orang akan melabel kita seperti apa siapa yang peduli. Anak adalah anak kita, yang tahu kondisinya juga kita. Kalau anak capek juga akan berhenti.

Tapi ada yang nangisnya ga mau berhenti. Sepanjang hari nangis terus. Nah untuk kasus yang ini karena ritme yang sudah dipelihara tadi. Anak akan menambah intensitas durasi dan frekuensi tantrumnya karena intensitas, durasi, dan frekuensi di awal sudah tidak mempan. Kalau sudah masuk pada fase ini akan sulit mengatasinya, orang tua harus memiliki effort yang lebih untuk memodifikasi perilaku anak. Silahkan datang ke psikolog terdekat (promo banget ya:)

2. Differential Reinforcement ; Beri penguatan untuk perilaku positif anak, misal ketika anak sedang tidak tantrum. Dan minimalkan perhatian ketia anak tantrum.

3. Brief Time Out ; Ketika anak mulai tantrum, kita bisa mengatasi dengan cara mengasingkan dan membawa anak ke ruangan yang jauh dari kesenangan dan interaksi dengan orang-orang selama misalnya 10-15 detik.

Anak tantrum itu karena ada habitual situation. Bisa dicegah untuk yang masih di level pertama. Orang tua harus mulai tega ketika anak nangis atau guling-guling. Energinya akan habis kok. Atau bisa dialihkan dengan kegiatan lain. Selamat mencoba ya. Tips ini juga penulis kutip dari jurnal "Temper Tantrums: Guidelines for Parents and Teachers"  Watson, et al, Miami University Oxford. Berniat membagikan tips untuk para orang tua meskipun saya belum merasakannya. Tapi ini juga jadi bahasan mata kuliah hari ini, jadi sayang banget kan kalau disimpan sendiri. Semoga bermanfaat ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun