Mohon tunggu...
Tanus Korbaffo
Tanus Korbaffo Mohon Tunggu... Guru - guru

saya adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

15 Tahun Sebiduk, 18 September 2009-2024

18 September 2024   06:24 Diperbarui: 18 September 2024   06:28 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dihadapan Imam dan Kedua saksi (KK Yoahakim dan KK Eta) Kami berjanji setia seumur hidup dalam situasi apapun/dokpri

15 Tahun Sebiduk

( 18 September 2009 -- 2024)

15 tahun sebiduk bukanlah waktu yang singkat dan juga bukan waktu yang lama. Menyatukan dua pribadi dalam satu biduk dengan latarbelakang budaya yang berbeda bukanlah perkara mudah. Namun ketika dua pribadi yang berbeda telah berjanji di depan altar kudus, disaksikan oleh dua orang saksi serta ratusan mata umat yang hadir mestinya bukan persoalan dalam sebiduk.

15 tahun silam, tepatnya 18 September 2009 di kapela Materdolorasa Nagerawe, Pastor St.Fransiskus Xaverius Boawae, Rm.Wempy da Silva,Pr memberkati pernikahan suci dan sejak saat ini kami berdua dalam sebiduk mulai berlayar.

Dalam pelayaran kami, ada saat dimana cuaca sangat baik biduk kami berjalan aman, ada tawa dan sukacita di dalam biduk kami. Namun ada saat dimana angin badai, gelombang tinggi membuat biduk kami terombang ambing. Ganas taufan terjadi di tahun 2011, 3 tahun ketika kami sebiduk.

Saya jatuh sakit dan harus menjalani perawatan beberapa di RS Bhayangkara Kupang. Kami kira taufan itu sudah reda, ternyata taufan lebih ganas lagi menghampiri kami, malah cuaca sangat buruk, bayi dalam Rahim pasangan sebidukku tidak bisa dipertahankan, yang sangat kami rindukan itu harus berpulang sebelum melihat indahnya dunia ini(keguguran). Saat saat seperti ini yakin bahwa membiarkan peristiwa ini karena Tuhan tahu apa yang akan Tuhan buat, kisah Angin ribut diredakan dalam Injil Markus 4:35-5:20 mengaminkan kisah pelayaran biduk kami, disini Tuhan menjadi Sang Jukong.

Taufan dan ombak besar belum berlalu, bahkan lebih lebih besar, anak tercinta (ponaan) kami Maria Theresia harus pergi untuk selamanya ketika baru seumur jagung (3 bulan).

Tahun 2016 badai itu kembali menghantam biduk kami, penyakit yang kuderita 2011 lalu kembali kambuh bahkan oleh dokter saya didiaknosa kekurangan sel darah merah dan harus dirawat beberapa hari di RSCB Bello.

Badai perlahan reda dan biduk kami kembali berlayar normal meski terkadang ada sedikit angin. 2017 ombak besar datang menghantam biduk kami, ibunda sang pendamping dalam biduk itu harus pergi untuk selamanya dan susul lagi kedua sosok yang dengan cinta mereka membesarkannya Mama Yuliana Sada Ule dan Bpk Yohanes Soda Ule harus pergi untuk selamanya. Pernah mengali kisah pilu dimana rumah cinta kami dihantam seroja.

Biduk kami meski dihantam ombak dan taufan kami mencoba untuk tetap bertahan di atas biduk itu. Hadirnya sang pangeran kami 29 Agustus 2016 lahir kedua. Sang pangeran kami seolah menjadi sang jukong kami dalam mengarungi lautan kehidupan ini. Hadir pula dalam pelayaran kami, anak Novi yang memang sejak kami belum sebiduk sudah bersama saya, Frengki Wodo, walau hanya beberapa waktu, Yanthi Dhema, Ginto Korbaffo dan Mety dan saat ini hadir pula Nona Merlus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun