Perempuan !
(Refleksi Atas Satu Abad Lahirnya WKRI)
Istilah "perempuan" umumnya digunakan untuk manusia segala umur dan segala golongan. Sebutan umum untuk orang dewasa berjenis kelamin perempuan disebut wanita. Sementara itu, istilah untuk Anak yang berjenis kelamin perempuan disebut "anak perempuan", "cewek",[2] atau "gadis".[3]
Sedangkan menurut bahasa daerah tertentu, menyebutnya Ina, Ine, Ena, Bifel, feto dstnya. Ungkapan -- ungkapan ini pada intinya mengandung arti "yang memberi hidup / kehidupan". Dalam budaya ketimuran, sangat menghormati kaum perempuan, perempuan dipandang sebagai mnaot bua (emas murni) sehingga perempuan harus benar-benar dihargai dan dihormati, karena dia yang memiliki Rahim dan dia pula yang memiliki air susu (ASI).
Orang Lamaholot menjunjung tinggi filosofi , "Ina Ata Wai Matan" ibu adalah mata air, INAWAE = perempuan adalah berkat bagi kehidupan. Maka orang Lamaholot wajib hukumnya menghormati perempuan sebagai sang yang menghadirkan kehidupan, atau Ibu Kehidupan. Suatu metafora yang amat luas, seluas kehidupan itu sendiri
Menurut teori populer, kata "perempuan" berasal dari kata "empu" dalam Bahasa Jawa Kuno, yang kemudian diserap dalam Bahasa Melayu, yang berarti "tuan, mulia, hormat".[5] Kata empu tersebut mengalami pengimbuhan dengan penambahan "per-" dan "-an" yang kemudian membentuk kata "perempuan".[6] Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa kata empu dalam perempuan berhubungan dengan kata ampu yang berarti "sokong, penyangga".[7]
Ada ungkapan " sehebat-hebatnya seorang laki-laki (suami), ada seorang perempuan (istri) dibelakang yang terus menerus menopang untuk tetap berdiri". Ungkapan ini benar, karena suksesnya seorang laki-laki hebat tidak terlepas dari sokongan seorang perempuan luar biasa dibelakangnya. Sejarah mencatat bahwa tanpa kehadiran dan sokongan seorang perempuan, sang suami (laki-laki) ibarat kendaran berjalan tanpa roda belakang
Misalnya Pada 28 April 1996, Indonesia meratapi kehilangan salah satu tokoh penting, Ibu Tien Soeharto dan dua tahun kemudian, tepatnya Kamis, 21 Mei 1998, Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto, yang telah memimpin selama 32 tahun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden.
Perempuan dalam urusan tertentu mereka bergerak di belakang layar, tetapi tanpa mereka urasan pasti terbengkelai. Perempuan terkadang dianggap makhluk lemah namun sesungguhnya perempuan sangat kuat, kata orang kuatnya perempaum karena punya airmata yang siap membasuh setiap masalah yang timbul dalam keluarga serta punya bahu yang kokoh tempat bersandar anggota keluarga yang sedang goyah dengan segala masalah.
Perempuan diciptakan Allah dengan multi talent, mampu mengerjakan berbagai pekerjaan dalam satu waktu,dari memasak membersihkan rumah ,mengasuh anak dalam satu waktu tanpa ada yang tercecer.
Dalam kehidupan Menggereja, perempuan memegang peranan dalam menanamkan nilai-nilai cinta kasih, kejujuran kepada anak, dari keluarga yang baik akan tercipta masyarakat yang baik dan pada akhirnya dari masyarakat yang baik terbentuklah bangsa yang baik pula.
Berbicara tentang perempuan Indonesia, tidak terlepas dari peran Raden Ajeng Kartini. R.A.Kartini telah berhasil melahirkan perempuan-perempuan hebat dari beragam suku dan budaya. Raden Ajeng Kartini merupakan satu dari banyak pahlawan perempuan Indonesia yang berkat pemikirannya membuat emansipasi wanita kian meluaskan
Berkat jasa-jasanya lahirlah perempuan-perempuan hebat  yang menduduki posisi -- posisi sentral saat ini.
WKRI lahir untuk tujuan-tujuan luhur di atas, bahwasannya tergerak oleh keinginan luhur yang didasari oleh cinta kasih sebagai perwujudan iman Katolik, Raden Ayu Soejadi Sasraningrat Darmosepoetro dengan dukungan Van Dreissehe SJ pada tanggal 26 Juni 1924 di Yogyakarta membentuk perkumpulan Ibu-ibu Katolik pribumi,dengan susunan pengurus R.Ay.C. Harjadiningrat (Ketua), Yosephine Suratinah (https://kowani.or.id/wanita-katokik-republik-indonesia-wkri)
Lahir dengan tujuan awal meningkatkan kedudukan dan upah/kesejahteraan buruh wanita, melalui pendidikan membaca dan menulis serta berbagai keterampilan. Seiring perjalanan waktu yakni Kongres I tahun 1952 dan Kongres II tahun 1954 menetapkan beberapa hal mendasar antara lain menyempurnakan Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga dalam bahasa Indonesia, menetapkan Santa Anna sebagai Sang Pelindung, menetapkan keseragaman lambang dan menetapkan status organisasi sebagai Badan Hukum (Tahun 1952).
Semoga api organisasi kemasyarakat wanita katolik yang mandiri, memiliki kekuatan moral dan social yang handal,demi tercapainnya kesejahteraan bersama serta tegaknya harkat dan martabat manusia, tetap menyala dalam hati semua perempuan Katolik Indonesia !
Kupang, 26 Juni 2024 (Pukul 17.00)
Tanus Korbaffo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H