Mohon tunggu...
Tanus Korbaffo
Tanus Korbaffo Mohon Tunggu... Guru - guru

saya adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Tangisan Dari Mautapaga-Ende

8 Juni 2024   07:39 Diperbarui: 8 Juni 2024   11:42 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

Tangisan Dari Mautapaga-Ende

(Sebuah Catatan Kecil)

Kisah hidup manusia telah dilukiskan oleh Sang Pemberi Hidup, dan tulisan itu jauh lebih indah dari tulisan sang penulis kenamaan dunia sekalipun. Kisah hidup itu tertulis begitu indah dan rapi sehingga tak ada sedetikpun kisah hidup yang dilewatkan dalam merangkai setiap etape hidup dan kehidupan ini.

Peristiwa kematian merupakan kisah berjalan pulang dan sekaligus merupakan kisah pengisian lembar terakhir penulisan kitab Hidup. Seiring tarikan nafas terakhir dan linangan air mata kerabat yang ditinggal kitab itupun ditutup dengan kalimat pamungkas nan paripurna .." SELESAILAH SUDAH"

Hari itu Jumat, 7 Juni 2024 lembaran terakhir kitab hidup Bernadus Bata berisi seisi rumahnya di tutup. Siapa bisa menduga kalau Malaikat maut akan datang dan menjemput mereka saat Bernadus Bata bersama istri tercinta dan kedua buah hati mereka bersamaan saat terlelap tidur ?.

Sebagai orang beriman, kita percaya bahwa setiap peristiwa dalam kehidupan ada makna di baliknya. Tuhan mengiinkan kisah piluh itu terjadi sebagai guru bagi setiap insan bernurani (beriman).

Manusia dari kodratnya adalah makluk sosial (Zoon politicon) oleh Sang Pencipta manusia diharapkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan manusia lain. Saling membutuhkan dan yang paling utama adalah saling membantu.

Tragedi piluh di Ende mengingatkan semua pihak terutama mereka yang diberi amanah untuk memberi kenyamanan bagi mereka yang tidak berdaya seperti Bernadus Bata, sang buruh bangunan ini bersama istri tercinta (sang penjual sayur keliling) bersama kedua buah cinta mereka agar memiliki tempat yang nyaman dan aman dalam merangkai sejarah hidup mereka di bumi ini. Ingat ! setiap pribadi memiliki hak untuk hidup nyaman di bumi ini.

Ketika membaca atau mendengar kisah piluh ini, pasti setiap orang memiliki pandangan beragam, ada yang berucap, mengapa harus tinggal di tempat itu? Ketika mendengar pertanyaan seperti ini, pasti jawabannya juga beragam, ada yang bilang, habis mau tinggal dimana lagi? Untuk makan minum saja pasti mereka kesulitan, apalagi harus memiliki hunian layak huni, sebut saja perumahan sederhana misalnya.

Bernadus Bata bersama istrinya dan kedua buah mereka adalah orang Mondo, Desa Ngaluroga, Ndona. Mereka mencoba mengais rejeki di Kota Ende. Sekali lagi hanya untuk makan minum dan kebutuhan lainnya pasti saja tidak cukup apalagi harus menempati hunian layak huni pasti sangat kesulitan.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa harus ke kota, lebih kembali ke kampung, tanam piara binatang, dan bertani. Pertanyaan ini juga tidak salah, tetapi sulitnya hidup saat memaksa banyak orang kampung mencoba mengais hidup di kota.

Akhir kata, semoga kisah piluh dari Mautapaga tidak terulang lagi.

Kupang, Sabtu, 8 Juni 2024

Tanus Korbaffo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun