Belum terlalu malam sebetulnya, baru pukul 4 sore saya di stasiun. Ceritanya pagi-pagi tadi saya disuruh ngawal yang nganter barang properti event ke Cakung. Taulah cakung macet parah dan baru sampai Jakarta lagi pukul 13.17. Supir saya ga mau balik kantor nganterin saya, terpaksalah saya didrop di stasiun Kalibata, niatnya nanti naik kereta sampai Stasiun Lenteng Agung.
Ternyata oon saya lagi kambuh, bukannya naik kereta yang ke Bogor,sayamalah naik yang ke Stasiun Kota hahaa.... yasudah daripada  sama sekali ga guna, saya akhirnya makan dulu distasiun kota, sambil SMS ke orang kantor tentang kebodohan saya dan berakhir "Aku lagsung pulang kerumah aja ya ga mapir kantor lagi".
Lumayan,waktu kaburnya masih banyak, akhirnya saya keliling-keliling ga jelas distasiun kota. Ini kali pertamanya saya kekelilingan ga jelas di Stasiun, kalo kekelilingan ga jelas di terminal sering dulu waktu jaman-jamannya kuliah, bahkan tempat pacaran itu, bukan bukan karena pacar saya supir bis, itu karena dia nganter saya pulang dan  nunggu bisnya lama. Kekelilingan di Bandara juga pernah, waktu itu pesawat jam 19.15, udah sampe bandara jam 17.00. Rajin kan...
But anyway bukan mau ngobrolin itu, saya takjub aja sama suasana distasiun, orang-orang rasanya semangat banget lari-lari ngejar gerbong kereta. Alasan pakai kereta ya karena cepet dan murah. ya... saya setuju!
Lalu saya duduk di gerbong khusus wanita, ibu-ibu samping saya nampak kebingungan, saya ga berani nanya salah-salah dia nanya rute saya ga bisa jawab, orang saya aja nyasar. Yaps... bener banget ibu-ibu itu nampak salah naik kereta. Sejurus kemudian deretan bangku saya ramai memberikan si Ibu petunjuk harus turun dimana dan naik dimana sampai tujuannya apa. ffuuiiihh................
Lewat stasiun selanjutnya, penumpang semakin banyak, seorang ibu-ibu tua agak jauh dari saya sih... tapi saya kasian, jadi saya kasih tempat duduk aja buat dia. Â pikir saya, gak apa-apa desek-desekan sedikit, toh sebentar lagi saya turun. Makin banyak stasiun yang saya lewati, makain banyak penumpang yang masuk.
Antara takjub dan takut saya melihat perempuan-perempuan itu berlari, sikut sana sikut sini demi mendapatkan sebuah ruang dalam gerbong. Dipojok kiri saya segerombolan ibu-ibu mengobrol tentang bolham lampu yang baru dibeli salah satu ibu-ibu itu, Â ajaib... terjadilah transaksi, teman-temannya yang segerombilan itu ikut titip beli bolham lampu. semakin lama kereta semakin melaju dan menambah sesak didalam, udara AC yang tadinya manteng banget dikepala saya, sekarang sudah gak kerasa apa-apa. segerombolan ibu-ibu sebelah kiri tadi makin asyik dengan obrolannya, mereka tertawa-tawa seolah tak menghiraukan sesaknya dalam gerbong, seakan mereka lagi ngobrol di Cafe dan menikmati cofe late nikmat......
Ibu-ibu, ya lagi-lagi ibu-ibu berdiri samping saya, menaruh tasnya diatas bagasi, kemudian mengambil tabloid Nyata yang dibawanya, dan dia asyik membaca, dia tak menghiraukan orang-orang yang terguncang tak nyaman seperti saya. Sampai akhirnya dia mendapatkan tempat duduk, dia masih asyik membaca, perempuan berkerudung disampingnya sembunnyi-sembunyi ikut membaca, dan akhirnya mereka terlibat obrolan tentang Air Asia yang jatuh beberapa waktu lalu.
"Enggak bu.... jadi ceritanya..." perempuan samping kiri saya yang tinggi besar itu menjelaskan dengan antusias kronologi jatuhnya pesawat Air Asia. Lalu dia bercerita kalau dirinya adalah satpam kereta, sampai Desember lalu. Cerita-cerita kengerian dalam kereta bikin saya makin erat pegangan ke handel yang tergantung dalam gerbong. Banyak copet lah, ada yang mati karena kejepit pintu kereta lah, ada yang pingsan lah, bahkan dia bercerita tentang tabrakan kereta yang di Bintaro.
Aslinya.... saya lagsung baca-baca doa, semoga allah selalu melindungi saya. Tubuh saya yang kecil makin terseok-seok tergencet oleh punggung dan badan manusia yang entah wajah mereka seperti apa, saking seliwernya.
Stasiun Pasar Minggu Baru, menurut tips dari sang Mantan Scuruty perempuan dalam kereta itu, saya mesti pelan-pelan mulai bergerak maju mendekati pintu keluar. ternyata ibu-ibu yang berkerudung hijau tasi pun turun distasiun yang sama seperti saya, akhirnya ada 3 orang yang pelan-pelan bergerak mendekati pintu. you know... ini sulit sekali, saya harus terus maju tapi tak ada ruang untuk bergerak, apalagi dengan postur saya yang mini ini. Si ibu temannya yang pakai kerudung hijau itu, tiba-tiba memegang tangan saya, ya... kami bertiga bergandengan menuju pintu keluar. Jujur saya hampir memutuskan untuk ga jadi turun di Stasiun Lenteng Agung, saya mau lanjut aja ke stasiun yang agak kosong, nanti lanjut naik kereta arah sebaliknya. tapi karena ibu-ibu itu memegang tangan saya, saya merasa ada tanggung jawab lebih dan harus bisa mendekati pintu keluar.