Mohon tunggu...
Tantri Pranashinta
Tantri Pranashinta Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Hanya orang biasa yang masih terus belajar menyelami kehidupan ...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Seribu Sujud Seribu Masjid – nya Tandi Skober

17 Januari 2011   02:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:30 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_85069" align="alignleft" width="300" caption="Gambar diambil dari facebook Tandi Skober"][/caption]

Ini hanyalah pikiran orang awam yang tak cukup pandai menilai sebuah karya sastra, tapi yang jelas saya tak sabar menuntaskan sampai ke halaman terakhir buku ini. Dan, begitu sampai di halaman terakhir saya diserbu rasa kecewa, kecewa karena mengharapkan masih ada halaman-halaman tersisa yang belum terlahap mata saya yang mulai tergenangi air di sudutnya. Ini tentu soal selera seperti langsung ‘kepincut’nya saya dengan cover apik buku ini.

Tandi Skober, penulis cerpen, cerber di banyak media dan juga penulis skenario (bahkan kompasianer juga) kali ini menghadirkan buku Seribu Sujud Seribu Masjid. Kisah religi 277 halaman yang mengajak pembaca berselancar dalam makna istiqomah tanpa terkesan menggurui. Gaya satire penuh simbol-simbol cerdas yang dikemas dalam ‘sense of humor’ yang baik. Gaya bahasanya yang lincah memudahkan pembaca memvisualisasikan plot-plot cerita dalam kepala, persis seperti film yang bergerak sendiri.

Penulis mengajak kita kembali ke tahun 65-an di wilayah Sekober – Indramayu, ketika sebuah pilihan politik menjadi raja dan merasa bisa jadi Tuhan sehingga berhak mengambil nyawa siapa saja yang diinginkan. Sebuah gambaran kekuasaan dan perbedaan pilihan politik di suatu era yang meremangkan bulu kuduk. Ada korban dan tentu saja ada generasi terbuang.

Selesai membaca buku lain yang datar dan kurang greget saya seperti meneguk air segar pada buku Tandi Skober ini. Ada sesuatu yang meleleh di pojok hati. Mungkin ini yang dimaksud Franz Kafka, seorang novelis Jerman, bahwa “A Book must be an ice-axe to break the seas frozen inside our soul … “

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun